Heboh Bos Bukalapak, Berapa Anggaran Riset Indonesia?

Sebagian warganet masih mengusung tagar #uninstallbukalapak atau #boikotbukalapak untuk memprotes cuitan CEO perusahaan tersebut, Achmad Zaky, soal "presiden baru". - Adriana Adinandra/SOPA Images/LightRocket via Gett
Sumber :
  • bbc

Cuitan CEO Bukalapak Achmad Zaky yang membandingkan anggaran penelitian dan pengembangan beberapa negara dengan anggaran litbang Indonesia memicu perdebatan karena dia menyebut soal harapan pada `presiden baru` agar meningkatkan anggaran penelitian tersebut.

Dalam cuitan yang kemudian dihapus itu, Achmad Zaky mengatakan bahwa "Omong kosong industri 4.0 kalau budget R&D negara kita kayak gini (2016, in USD)". Dia lalu mengurutkan lima negara dengan anggaran litbang tertinggi (AS, Cina, Jepang, Jerman, Korea) yang berkisar antara $91 miliar sampai $511 miliar, dan Indonesia, menurutnya, berada di peringkat 43 dengan $2 miliar.

Dia menutupnya dengan pernyataan, "Mudah-mudahan presiden baru bisa naikin".

Achmad Zaky juga menyatakan bahwa `presiden baru` yang dimaksudkannya tak berarti dia menyatakan dukungannya pada kandidat pesaing Presiden Jokowi, Prabowo Subianto.

Menurutnya ungkapan `presiden baru` itu juga bisa ditujukan pada Presiden Jokowi.

Pernyataan resmi yang dikeluarkan oleh Bukalapak menyatakan bahwa dia memohon maaf atas kekhilafannya dan atas segala kesalahpahaman yang timbul dan dengan tegas menyatakan bahwa cuitan tersebut tidak bermaksud untuk mendukung atau tidak mendukung suatu calon presiden tertentu, melainkan ajakan untuk bersama membangun Indonesia melalui penelitian dan pengembangan ilmiah.

"Saya, Achmad Zaky selaku pribadi dan sebagai salah satu pendiri Bukalapak, dengan ini menyatakan permohonan maaf yang sebesar-besarnya atas pernyataan yang saya sampaikan di media sosial. Saya sangat menyesali kekhilafan tindakan saya yang tidak bijaksana tersebut dan kiranya mohon dibukakan pintu maaf yang sebesar-besarnya," kata Achmad Zaky.

Zaky tak menyebut sumber data yang dia gunakan untuk perbandingan anggaran tersebut, namun warganet menuduhnya salah mengutip data dari 2013 dan menggunakannya untuk 2016.

Namun sebagian warganet masih mengusung tagar #uninstallbukalapak atau #boikotbukalapak untuk memprotes cuitan tersebut.

Menurut Spredfast, tagar #uninstallbukalapak sudah digunakan dalam lebih dari 50 ribu cuitan sejak Kamis (14/2) malam sampai berita ini ditulis.

Ada sebagian warganet yang tak setuju dengan tagar atau kampanye yang mendorong penghapusan aplikasi Bukalapak.

Perdebatan soal cuitan tersebut pun kemudian ditanggapi oleh juru bicara tim Jokowi-Ma`ruf Ace Hasan, kepada wartawan, Kamis (14/02).

Menurutnya, "Sangat disayangkan jika kemudian Achmad Zaky men-tweet yang terkesan `melupakan` upaya Pak Jokowi yang banyak memberikan perhatian terhadap industri digital Bukalapak ini."

Sementara itu, juru bicara tim Prabowo-Sandi, Andre Rosiade mengatakan bahwa pernyataan Zaky tidak salah.

"Bahwa rezim pak Jokowi itu anggaran riset zaman pak Jokowi itu hanya sebesar 0,9?ri APBN itu data 2017, sekitar Rp24 triliun, angka paling kecil jika dibandingkan dengan Singapura yang mencapai 2,1 persen APBN-nya," kata Andre.

Berapa sebenarnya anggaran riset kita?

Berdasarkan Buku Saku Indikator Iptek Indonesia 2014 yang dikeluarkan oleh Pusat Penelitian Perkembangan Iptek Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) pada 2013, gross expenditure on research & development (GERD) atau Total Belanja Litbang Indonesia adalah Rp8,09 triliun atau 0,09 persen dari PDB.

Pada 2016, Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) M Nasir menyebut bahwa, "Anggaran riset kita bukan lagi kecil tapi sangat kecil, hanya 0,09 persen dari produk domestik bruto atau hanya Rp15 triliun pada tahun ini,".

Kemudian, pada Agustus 2018, pada peringatan Hari Kebangkitan Teknologi Nasional di Pekanbaru, Menristekdikti juga mengulang sentimen yang sama soal minimnya anggaran penelitian meski persentasenya dari PDB sudah meningkat.

Menurut Nasir, seperti , "Anggaran riset nasional hanya sebesar 0,25 persen dari PDB, sedangkan Malaysia sudah mencapai 1,8 persen, Vietnam 1,1 persen, dan Singapura mencapai 2,8 persen."

Saat itu, di Pekanbaru, Nasir menyatakan bahwa, "Setelah dianalisis, anggaran sebesar Rp24,9 triliun ternyata hanya Rp10,9 triliun yang menghasilkan riset dan pengembangan. Lebih dari setengahnya yakni Rp14 triliun belum menghasilkan output yang maksimal."

Kemudian pada September 2018, bahwa kementeriannya mengelola anggaran riset $2,1 miliar atau sekitar Rp29 triliun lebih, sekitar 0,25 persen dari PDB. Dan pada 2019, rencananya, kementerian tersebut akan mendapat tambahan anggaran penelitian Rp400 miliar.

Zaky juga dia "mengapresiasi kepedulian masyarakat Twitter soal isu R&D ini".

"R&D adalah single pembeda negara maju dan miskin. Kalau ga kuat di R&D, kita akan perang harga terus," cuitnya.