Ahli Emosi: Ada Kesalahan Fatal Ma'ruf Amin dan Sandiaga saat Debat

Sandiaga Uno dan Ma'ruf Amin usai melaksanakan debat calon wakil presiden 2019.
Sumber :
  • VIVA/Muhamad Solihin

VIVA – Debat Pilpres 2019 putaran ketiga menyisakan pembahasan menarik bagi gestur masing-masing cawapres. Ma'ruf Amin dinilai benar-benar memanfaatkan pengaruh senioritasnya di hadapan Sandiaga Uno.

Namun demikian, ada satu hal yang sangat mengganjal dalam diri Ma'ruf Amin di mata ahli gestur dan emosi, Handoko Gani. Menurutnya, ada kesalahan yang dilakukan cawapres nomor urut 01 saat debat semalam. Momen kesalahan Ma'ruf itu terjadi saat cawapres pasangan Jokowi itu bertanya dalam sesi debat terbuka pertama.

Pada momen ini, Ma'ruf bertanya kepada Sandi soal instrumen pemerintah pusat yang bisa dipakai untuk melihat sejauh mana suatu daerah membelanjakan anggaran pendidikan. Pada momen ini, Handoko menyoroti Ma'ruf karena membawa catatan atau contekan untuk bertanya ke Sandi. 

"Bagi saya ada satu kesalahan fatal yang dilakukan cawapres 01, yaitu ketika dapat giliran pertanyaan tentang instrumen," ujar Handoko kepada VIVA, Senin 18 Maret 2019. 

Menurut Handoko, pertanyaan yang disampaikan Ma'ruf dalam momen itu, sebetulnya adalah pertanyaan yang sejak awal sudah dibuat dan sudah diprediksi kemungkinan besar Sandi tidak bisa menjawab. Namun dia menyayangkan, kenapa Ma'ruf sampai membawa contekan.

Dalam debat semalam, Handoko menilai, Ma’ruf memanfaatkan betul latar belakangnya sebagai ulama senior dan ibaratnya momen berdebat dengan Sandi adalah dinamika seorang guru yang menguji muridnya.

"Tapi menjadi kesalahan salah ketika sang guru melihat contekan itu. Akan sempurna sekali kalau sang guru tak lihat contekan untuk menuliskan apa yang terjadi. Di situlah kesalahan fatal dari pak kyai," katanya.

Meski begitu, respons Sandi atas pertanyaan tersebut, menurut Handoko, juga dijawab dengan kesalahan juga. Alih-alih menjadi murid mengakui gurunya lupa, bukannya minta maaf tapi malah pada momen terakhir, Sandi benar-benar menunjukkan emosinya.

"Adanya gerakan ketidaknyamanan, berupa emosi marah, tubuhnya swing atau memutar, nadanya meninggi, suaranya membesar, kecepatan ucapannya lebih cepat dari rata-rata ucapan dia, dan ucapannya seperti mengatakan 'enggak penting' nama instrumen itu," jelas pakar Behavior Analysis & Investigative Interview dari Emotional Intelligence Academy, Manchester, Inggris itu. 

Kesalahan fatal yang dilakukan Ma'ruf menguntungkan Sandi. Tapi sayangnya, Sandi terpancing ekspresi emosinya.

Dalam momen awal sesi debat terbuka, menjawab pertanyaan soal instrumen pemerintah pusat yang dimaksud Ma'ruf, Sandi memaparkan 60 persen dana pendidikan dari sekitar Rp400 triliun di APBN belum menghadirkan pendidikan yang berkualitas.

Sandi malah menjelaskan pemerintah pusat bisa memakai banyak instrumen untuk memastikan terserapnya anggaran pendidikan pemerintah daerah. 

Menanggapi jawaban Sandi, Ma'ruf mengatakan, pemerintah pusat harus menggunakan satu data pendidikan untuk melakukan pemantauan, yaitu Neraca Pendidikan Daerah dan Data Pokok Pendidikan. (dhi)