Astronaut Berpotensi Kena Herpes Pulang dari Luar Angkasa

Stasiun Antariksa Internasional atau ISS.
Sumber :
  • www.nasa.gov

VIVA – Semakin lama para astronaut tinggal di luar angkasa, semakin besar potensi mereka memiliki virus seperti herpes, cacar air dan herpes zoster atau cacar ular. Penelitian Badan Antariksa Amerika Serikat atau NASA mengumpulkan data berdasarkan sampel darah, urine dan air liur dari astronaut sebelum pergi, saat dan sepulang dari misi di antariksa. 

Dikutip dari laman CNN, Selasa 19 Maret 2019, lebih dari setengah astronaut yang melakukan misi di International Space Station menderita herpes. Studi ini baru saja dipublikasikan di jurnal Frontiers in Microbiology. Kemungkinan virus itu terjadi karena mereka mengalami stres saat tinggal di sana. 

"Menurut penelitian, ada 47 yang terinfeksi dari 89 astronaut (53 persen) yang melakukan penerbangan ulang-alik jangka pendek. Sementara misi ISS yang lebih panjang waktunya, menyerang 14 dari 23 astronaut (61 persen)," kata penulis utama penelitian, Satish K. Mehta dari fasilitas Johnson Space Center NASA. 

Data tersebut menunjukkan, virus yang teridentifikasi setelah misi antariksa, angkanya lebih tinggi dibanding frekuensi sebelum penerbangan. Misi luar angkasa membuat astronaut merasakan gravitasi nol, berada dalam ruang kecil, terpisah dari keluarga dan teman, serta memiliki siklus tidur yang berubah. 

Lingkungan penuh tekanan itu membuat mereka stres, sehingga virus yang tidak aktif kembali bangkit. Virus herpes tinggal di sel saraf dan kekebalan tubuh, mereka tidak benar-benar hilang dan bisa kembali dibangunkan. Untungnya, walaupun virus itu terbangun, tidak selalu disertai dengan gejalanya.

"Hanya enam astronaut yang mengalami gejala karena reaktivasi virus," kata Mehta.

Namun astronaut yang kembali ke Bumi bisa menularkannya, terutama untuk masyarakat yang memiliki sistem kekebalan tubuh lemah atau bayi baru lahir. Peneliti juga sedang melihat ke misi perjalanan jangka panjang ke bulan dan Mars. 

Untuk pulang pergi ke Mars membutuhkan waktu hingga tiga tahun. Menurut Mehta, semakin lama perjalanan, maka potensi terjangkitnya mereka dari virus juga semakin kuat. Penanggulangan bisa dengan vaksinasi, namun saat ini baru tersedia untuk virus cacar air. (ali)