Konsumen Ojek Online Harus Bayar Ongkos Tambahan 20 Persen dari Tarif

Ilustrasi pengemudi ojek online (ojol)
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya

VIVA – Research Institute of Socio-Economic Development atau RISED menyebutkan bahwa terdapat perbedaan tarif yang diatur dalam Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 348 Tahun 2019 dengan tarif yang dibayarkan ke pelanggan atau konsumen.

Ketua Tim Peneliti RISED, Rumayya Batubara, konsumen ternyata harus membayar ongkos tambahan hingga 20 persen dari tarif yang ditentukan oleh peraturan tersebut.

Ia mengaku jika tambahan itu berasal biaya sewa aplikator. "Ini angka nett. Artinya yang diterima oleh driver bukan yang dirasakan oleh konsumen," kata dia di Jakarta, Senin, 6 Mei 2019.

Rumayya lalu mencontohkan tarif dasar yang ditetapkan untuk wilayah Jabodetabek sebesar Rp2.000 hingga Rp2.500 per km. Namun sebenarnya itu ada tambahan 20 persen lagi yang menjadikan ongkos yang dibayar konsumen naik menjadi antara Rp2.500 hingga Rp3.125 per km.

Selain itu, ia juga menyoroti perbedaan di setiap wilayah dan penentuan harga tarif. Pada aturan tersebut dibagi tiga zona yaitu Zona I meliputi Sumatera dan Jawa dan Bali ditetapkan Rp1.850 per kilometer.

Zona II mencakup Jabodetabek, yakni Rp2.000 per km dan Zona III di wilayah Kalimantan, Sulawesi, NTT, Maluku, Papua dan NTB sebesar Rp2.100 per km.

Berdasarkan data-data ini RISED membuat penelitian berjudul 'Persepsi Konsumen terhadap Kenaikan Tarif Ojek Online di Indonesia'.

Survei dilakukan terhadap tiga ribu responden di sembilan wilayah yaitu Jabodetabek, Surabaya, Bandung, Yogyakarta, Medan, Semarang, Palembang, Makassar dan Malang.

"Wilayah-wilayah ini mewakili tiga zona yang diatur oleh Kepmenhub," papar Rumayya. Ia pun menambahkan jika hasil surveinya menemukan tren berbeda dari harga yang dibuat pemerintah dengan rata-rata perjalanan konsumen.

Untuk perjalanan, pada Zona I rata-rata 7-10 km per hari, sedangkan 8-11 km per hari serta Zona II dan 6-9 km per hari.

"Ada tren menanjak dari Zona I ke Zona II namun menurun ke Zona III. Sedangkan tren tarif menanjak terus. Zona III tarifnya paling mahal tapi trip paling kecil," ungkap Rumayya.