Soal Cacar Monyet, Pakar UGM Imbau Tak Perlu Khawatir

Ilustrasi manusia terinfeksi Cacar Monyet.
Sumber :
  • Dok CDC Public Health

VIVA – Cacar Monyet atau Monkeypox merupakan viral zoonoses yang menular dari hewan ke manusia atau sebaliknya (yang disebut terakhir sangat jarang terjadi). Penyakit ini pertama kali teridentifikasi pada 1958 di Republik Demokratik Kongo.

Namun, penyebaran kasus secara sporadik pada manusia baru terjadi pada 1970 di beberapa negara Afrika, seperti Republik Demokratik Kongo, Kongo, Kamerun, Afrika Tengah, Nigeria, Pantai Gading, Liberia, Sierra Leon, Gabon, dan Sudan.

Hingga sekarang, penyakit ini masih terus terjadi di berbagai belahan dunia. Kasus terbaru ditemukan di Singapura pada 8 Mei 2019 lalu. Berdasarkan data dari Kementerian Kesehatan Singapura, penderita merupakan seorang warga negara Nigeria yang baru singgah di sana 28 April 2019.

Kasus ini terbilang wajar terjadi, mengingat pada 2017 lalu, Nigeria mengalami wabah monkeypox yang cukup besar. Sebanyak 23 orang yang telah melakukan kontak dengan penderita saat ini dikarantina.

Menanggapi kejadian tersebut, pemerintah Kota Batam, siaga untuk mencegah penyebaran penyakit tersebut agar tidak sampai ke Indonesia. Mereka menyiapkan alat pendeteksi panas, guna mendeteksi setiap pengunjung yang singgah di Batam.

Langkah tersebut mendapat apresiasi dari Prof. Dr. Wayan T. Artama, DVM., koordinator One Health Collaborating Center (OHCC) UGM. Meskipun demikian, ia mengimbau agar masyarakat Indonesia tidak perlu takut dengan penyebaran Cacar Monyet ini. Hal itu, karena penyakit ini kurang lebih serupa dengan cacar pada manusia yang disebabkan oleh smallpox.

Wayan menyebut kemiripan tersebut tampak dari gejala muncul dan angka kematian yang disebabkannya. “Gejala yang muncul mirip seperti penderita cacar tapi lebih ringan. Hal itu seperti demam, sakit kepala, nyeri otot, dan berlanjut dengan benjolan kecil ke seluruh tubuh. Angka kematian penyakit ini juga serupa, yakni berkisar 1-10 persen. Serta kematian yang terjadi juga biasanya lebih banyak pada penderita yang berumur relatif muda,” papar dosen FKH tersebut, dikutip dari keterangan tertulis, Rabu 15 Mei 2019.

Lebih lanjut, Wayan menyatakan penularan penyakit Cacar Monyet ke manusia ditransmisikan melalui berbagai jenis satwa liar, seperti primata dan hewan pengerat. Sementara itu, penularan dari manusia ke manusia sangat jarang terjadi.

“Seseorang dapat terjerat penyakit ini, karena kontak langsung dengan darah, cairan tubuh, kulit, dan cutaneus lesion dari satwa liar yang terinfeksi oleh virus ini. Sementara, penularan melalui manusia bisa terjadi, karena kontak langsung dengan saluran pernafasan, kulit yang mengandung cairan cacar atau cairan lain dari pasien. Namun, kasus antarmanusia masih jarang ditemukan. Bahkan, kejadian di Afrika bisa terjadi karena pola makan bushmeat dari masyarakat di sana,” ungkapnya.

Wayan mengingatkan, masyarakat juga tetap harus hati-hati. Meski saat ini vaksin Cacar Monyet belum ditemukan, ia menyebut bahwa wabah ini dapat dikontrol, karena sebenarnya masyarakat sudah divaksinasi dengan vaksin smallpox yang telah dilakukan sejak 1980 ketika wabah cacar menyebar. “Masyarakat masih terlindungi, karena adanya kekebalan silang dari vaksin smallpox. Menurut laporan, kekebalan ini mencapai 85 persen,” tuturnya.

Hal yang saat ini dapat dilakukan, menurut Wayan, adalah upaya pencegahan. Beberapa upaya yang dilakukan seperti menerapkan gaya hidup sehat, menghindari kontak fisik dengan satwa liar selaku reservoir virus, menghindari kontak fisik langsung dengan penderita, menghindari konsumsi bushmeat (daging semak atau daging yang diburu dari alam liar), serta segera lapor ke dinas kesehatan jika mengalami gejala. Selain itu, jika benar ada penderita, petugas kesehatan yang berhubungan langsung juga harus berhati-hati dengan menggunakan proteksi yang dianjurkan.

Bagi pemerintah, Wayan juga menyarankan menyiapkan beberapa langkah seperti yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Batam, yakni menyiapkan alat pendeteksi suhu tubuh. “Beberapa bandara yang memiliki direct flight dari negara yang terkena wabah, seperti Singapura dan Nigeria utamanya perlu untuk menyiapkan alat tersebut,” sebutnya.

Terakhir, Wayan berpesan agar masyarakat tidak panik dengan situasi ini. “Dari fakta-fakta yang sudah saya paparkan di atas, kita bisa tahu bahwa penyakit Cacar Monyet memang bahaya. Namun, jika dibanding dengan penyakit seperti ebola dan MERS, penyakit ini masih di bawahnya. Jadi, tidak perlu khawatir secara berlebihan, tetapi tetap selalu waspada,” ungkapnya. (asp)