Soal UU Perlindungan Data Pribadi, Indonesia Tertinggal dari Laos

Dirjen Aptika Kementerian Komunikasi dan Informatika, Semuel Abrijani Pangerapan.
Sumber :
  • VIVA/Novina Putri Bestari

VIVA – Kementerian Komunikasi dan Informatika optimistis Rancangan Undang-undang Perlindungan Data Pribadi disahkan menjadi undang-undang oleh Komisi I DPR periode 2014-2019 sebelum 30 September mendatang.

Alasannya, karena saat ini semua pihak sudah menganggap pentingnya perlindungan data pribadi. Meski begitu, prosesnya cukup lama karena adanya kendala menyelaraskan pemikiran di jajaran pemerintahan.

"Saya yakin, empat bulan lagi selesai. Prosesnya terus kita kawal," kata Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika, Semuel Abrijani Pangerapan, di Jakarta, Rabu 15 Mei 2019.

Rasa percaya diri ini didukung, karena adanya suara yang sama dengan Komisi I DPR, sehingga rancangan regulasi ini bisa terus digenjot.

Poin pertama yang diatur adalah tata kelola. Misalnya, data yang dikumpulkan untuk sektor perbankan, maka tidak boleh dipakai oleh sektor asuransi, meski berada di grup yang sama.

Poin kedua adalah penerapan denda. Menurut Semuel, akan ada lembaga khusus yang menangani masalah pelanggaran perlindungan data pribadi.

Ia berharap, anggotanya bukan dari jajaran pemerintahan atau politikus, melainkan profesional di bidangnya.

"Masalah lainnya terkait dengan sosialisasi kesadaran masyarakat. Ada data yang mereka berikan dengan sendirinya seperti untuk simpan pinjam. Ini kesadaran yang harus dibangun," jelas dia.

Indonesia diketahui tertinggal dalam kepemilikan UU PDP. Adapun negara yang sudah mengesahkan aturan ini adalah Malaysia pada 2010, Singapura di 2011, Filipina pada 2013, Laos di 2017, serta Thailand pada Maret 2018. (asp)