Diboikot Amerika Serikat, Huawei Malah Laris di Afrika

Logo Huawei
Sumber :
  • Instagram/@chimwasu_chaks

VIVA – Masuk daftar hitam pemerintah Amerika Serikat dan diboikot perusahaan teknologi Negeri Paman Sam tak membuat Huawei ciut nyali. Perusahaan asal China itu baru-baru ini gencar memperkuat posisinya di Afrika. Pekan lalu, Huawei menandatangani perjanjian kerja sama dengan Uni Afrika.

Dikutip dari laman South China Morning Post, Senin 10 Juni 2019, ekonom dan spesialis Sub-Sahara Afrika firma keuangan Perancis Coface, Ruben Nizard mengatakan, kemitraan yang tersebut menunjukkan Huawei masih ada di Afrika dan tetap ingin menjadi pemain utama.

"Afrika terperangkap di tengah perang dagang Amerika Serikat dan China, yang seharusnya mereka tidak dilibatkan karena mereka juga tidak mendapatkan apa-apa," ujarnya.

Kesepakatan itu terkuak setelah sebelumnya surat kabar Prancis Le Monde mengatakan, China telah memata-matai markas Uni Afrika di ibu kota Ethiopia, yakni Addis Ababa. Laporan itu menyebutkan, proses mata-mata dimulai sejak 2012, setelah markas selesai dibangun. Teknisi diketahui menemukan data di server gedung sedang dikirim ke Shanghai, China.

Namun kedua pihak menolak tuduhan itu. Sebabnya, Huawei telah memulai hadir di Afrika sejak 1998 melalui solusi di Kenya. Saat ini Huawei telah beroperasi di 40 negara, menyediakan jaringan 4G ke separuh benua. Proyek selanjutnya yang akan Huawei lakukan adalah jaringan 5G di Mesir untuk gelaran Piala Afrika pada 21 Juni-19 Juli 2019.

Kehadiran Huawei di Benua Hitam itu lebih dari sekadar menghadirkan jaringan dan penjualan ponsel. Huawei menyediakan pelatihan di universitas populer di Afrika Selatan, dan rencananya tahun ini akan meluncurkan kursus tentang 5G.

Selain itu, Pemerintah Kenya telah menandatangani kesepakatan dengan Huawei pada April lalu, dalam pembangunan pusat data dan layanan smart city dengan anggaran US$172 juta atau setara dengan Rp2,4 triliun.

Perusahaan yang berbasis di China ini juga menawarkan program safe city. Di ibu kota Kenya, Nairobi dan Mauritius, yang telah menghadirkan 4.000 kamera pengawas pintar di 2.000 lokasi. Kementerian Keamanan Ghana, Albert Kan-Dapaah mengklaim kamera itu membantu mereka menangkap penjahat.