Evolusi Serangan Siber, Sektor Teknologi dan Pendidikan Jadi Ancaman

Serangan Siber Berevolusi, Sektor Ini yang Paling Banyak Diincar. (FOTO: Unsplash)
Sumber :
  • wartaekonomi

Serangan siber dan kebocoran data masih menjadi dua masalah utama yang dihadapi oleh negara-negara di dunia. Bahkan, lanskap ancamannya pun terus berevolusi.

Evolusi dari serangan siber tersebut berhasil diidentifikasikan oleh Dimension Data, integrator teknologi global dan penyedia layanan teknologi informasi. Salah satu bentuk serangannya ialah vulnerabilities (kelemahan).

"Pada 2018, penemuan kelemahan meningkat sekitar 12,5 persen, dari 14.714 pada 2017 menjadi 16.555," kata Direktur Utama Dimension Data Indonesia, Hendra Lesmana, di Jakarta, Selasa (18/6/2019).

Lebih lanjut ia mengatakan rata-rata tingkat kematangan keamanan siber global berada pada posisi yang mengkhawatirkan, yakni di rentang 1,45 dari 5.

Peringkat itu ditentukan dengan pendekatan keamanan siber secara menyeluruh, lewat proses, metrik, dan perspektif strategis.

Pada kesempatan yang sama, General Manager Cybersecurity Dimension Data, Neville Burdan, mengaku ada beberapa pekerjaan yang memang harus dilakukan di semua sektor untuk membangun tingkat keamanan yang lebih kuat.

“Contohnya, seperti meyakinkan C-level organisasi mengenai pentingnya investasi strategis demi meningkatkan pertahanan keamanan siber mereka,” jelas Burdan.

Sementara itu, sektor keuangan (1,71) dan teknologi (1,66) memiliki peringkat kematangan tertinggi dari sektor lainnya.

Hal itu didorong oleh status mereka sebagai industri yang paling sering menjadi sasaran serangan siber.

"Industri finansial ditargetkan karena uang mengalir terus di situ, sedangkan industri finansial karena banyak inovasi," imbuh Hendra. Penelitian Dimension Data juga menemukan, serangan siber paling umum berbentuk serangan web.

Jenis serangan itu meningkat dua kali lipat sejak 2017, menjadi 32 persen pada 2018. Kemudian disusul oleh pengintaian (16 persen), serangan khusus layanan (13 persen), dan peretasan kata sandi (12 persen).

Fakta lain penelitian menunjukkan, 35 persen serangan siber berasal dari alamat IP di Amerika Serikat (AS) dan China, diikuti oleh EMEA (Eropa, Timur Tengah, dan Afrika), serta Asia Pasifik.

Lebih lanjut, cryptojacking menjadi aktivitas serangan yang tidak diinginkan. Pada 2018, identifikasi terhadap serangan tersebut melonjak menjadi sebesar 459 persen, dan hal ini mempengaruhi sektor teknologi dan edukasi secara langsung.

Selain cryptojacking, pencurian kredensial pun meningkat, terutama bagi kredensial yang tersimpan di cloud. Sehingga, perusahaan teknologi (36 persen), telekomunikasi (18 persen) dan layanan bisnis serta profesional (14 persen) terkena dampaknya.