Era Digital, Pinjam Duit buat Sekolah Harus Lulus 'Risk Scoring Tools'

Ilustrasi revolusi industri 4.0.
Sumber :
  • Megapixl

VIVA – Era revolusi industri 4.0 menitikberatkan pada pergeseran dunia ke arah digital. Era ini juga akan mendisrupsi berbagai aktivitas manusia, termasuk di dalamnya bidang ilmu pengetahuan dan teknologi serta pendidikan.

Adapun era pendidikan yang dipengaruhi revolusi industri 4.0 merupakan pendidikan yang bercirikan pemanfaatan teknologi digital dalam proses pembelajaran.

Sementara maraknya perusahaan teknologi berbasis keuangan (financial technology/fintech) di Indonesia maka semakin ketat persaingan di industri keuangan. Bahkan, mereka mulai menguasai berbagai sektor, di mana salah satunya pembiayaan pendidikan atau student loan.

Data Badan Pusat Statistik menunjukkan kenaikan biaya pendidikan di Indonesia rata-rata 10 persen per tahun. Karena itu, bisnis pembiayaan pendidikan dinilai masih sangat potensial.

Tidak hanya fintech dan perbankan, perusahaan pembiayaan atau multifinance juga ikut menyalurkan pembiayaan pendidikan melalui layanan multiguna. Salah satunya PT BFI Finance Tbk, melalui BFI Education.

Menurut Head of Business Development PT BFI Finance Tbk, Yefta Bramiana, kebutuhan dana pendidikan sangat besar. Mulai dari jenjang taman kanak-kanak hingga perguruan tinggi.

“Peluangnya sangat besar. Apalagi kita tidak membatasi pembiayaan di jalur pendidikan formal saja, tapi juga informal. Jadi bila nasabah butuh pembiayaan untuk membayar kursus bisa saja dibiayai sepanjang memenuhi persyaratan yang ditetapkan,” kata Yefta, dalam keterangannya, Jumat, 28 Juni 2019.

Persyaratan yang dimaksud antara lain e-KTP, Kartu Keluarga, mutasi rekening bagi yang memiliki usaha, atau slip gaji serta PBB (pajak bumi dan bangunan) sebagai bukti domisili. Selain itu, mereka juga menggandeng third party untuk proses credit-scoring melalui Pefindo.

Bukan itu saja. BFI Education memiliki tim yang diklaim mampu 'membaca' calon nasabah bernama risk scoring tools.

"Karakter nasabah bisa pelajari seperti apakah bayar cicilannya lancar, lalu punya cicilan di tempat lain atau tidak. Kami memang sangat hati-hati meski masih fokus menggarap nasabah existing," jelas dia.

Sejak berdiri pada Mei 2018 hingga sekarang, pembiayaan pendidikan mulai diminati nasabah. Setidaknya, ungkap Yefta, sudah 400 nasabah yang memanfaatkan pembiayaan pendidikan dengan berbagai kebutuhan, dengan rata-rata besarnya pembiayaan yang dibutuhkan rata-rata Rp19 juta dengan tenor satu tahun.