Tidak Transparan soal Ujaran Kebencian, Facebook Didenda Rp30 Miliar

picture-alliance/empics/N. Carson.
Sumber :
  • dw

Kementerian Kehakiman Jerman mengumumkan bahwa media sosial Facebook resmi diberikan sanksi berupa denda sebesar 2 juta euro atau Rp30,7 miliar.

Raksasa media sosial terbesar dunia itu dianggap kurang transparan soal pengaduan ujaran kebencian atau hate speech di platformnya. Tagihan denda langsung dikirim ke kantor pusat Facebook Eropa di Dublin, Irlandia.

Facebook dinilai tidak transparan sesuai dengan aturan kewajiban melaporkan pengaduan sesuai dengan UU Penanggulangan Ujaran Kebencian yang dalam bahasa Jerman disebut Netzwerkdurchsetzungsgesetz (NetzDG) dan mulai diberlakukan awal 2018.

Menurut UU itu, semua perusahaan media sosial yang beroperasi di Jerman diwajibkan menghapus laman yang memuat ujaran kebencian atau hasutan dalam waktu 24 jam.

Sedangkan, semua halaman yang memuat "hal-hal yang terlarang secara hukum" harus dihapus dalam waktu 7 hari.

Semua perusahaan media sosial yang beroperasi di Jerman juga harus memberi "Laporan Tranparansi" secara berkala tentang berapa jumlah pengaduan mengenai ujaran kebencian yang mereka terima dari pengguna (user) dalam periode tertentu.

Laporan transparansi Facebook diragukan

Kementerian Kehakiman menuduh Facebook tidak memberi Laporan Transparansi yang benar dan memberikan "gambaran keliru" mengenai jumlah poengaduan yang diterimanya.

Pada paruh pertama 2018, Facebook melaporkan telah menerima 888 pengaduan yang terkait dengan 1704 posting. Dari pengaduan dan pemeriksaan, ada 362 konten yang kemudian dihapus.

Adapun YouTube pada periode yang sama melaporkan ada 215 ribu konten yang mereka periksa setelah ada pengaduan, dan hampir 29 ribu konten dihapus. Twitter menerima hampir 265 ribu pengaduan dan sekitar 58 ribu konten dihapus.

Jauhnya perbedaan jumlah pengaduan antara Facebook dan media-media sosial lain membuat Kementerian Kehakiman menyimpulkan bahwa Facebook hanya melaporkan "sebagian kecil dari seluruh pengaduan tentang konten yang melangger hukum yang diterimanya".

Lokasi Formulir Pengaduan di situs Facebook juga dinilai "terlalu tersembunyi" sehingga menyulitkan pengguna menemukannya dan melakukan prosedur pengaduan dengan benar sesuai UU Penanggulangan Ujaran Kebencian.

Facebook membantah tuduhan itu dan mengatakan akan meninjau kemungkinan jalur hukum untuk menentang sanksi denda terhadapnya.

"Kami yakin bahwa Laporan Tranparansi yang kami publikasi sudah memenuhi tuntutan hukum", kata seorang juru bicara Facebook. Namun, ia menambahkan, seperti yang sudah sering disampaikan pengkritik bahwa UU itu dalam banyak hal ‘masih kurang jelas’.

hp/ml (dpa, epd, afp, rtr)