Amerika Was-was, Rusia Dituding Mau Invasi Lewat Pemilu

Hacker.
Sumber :
  • U-Report

VIVA – Komite Intelijen Senat Amerika Serikat (AS) menyimpulkan bahwa sistem pemilihan umum di seluruh 50 negara bagian telah menjadi sasaran para hacker atau peretas yang terkait dengan pemerintah Rusia.

Dalam dokumen resminya, seperti dikutip dari The Verge, Jumat, 26 Juli 2019, menyebutkan bahwa Departemen Keamanan Dalam Negeri secara resmi mengakui sebanyak 21 negara bagian telah menjadi target serangan siber pada 2017.

Kemudian, pada April 2019, sebuah laporan gabungan dari Departemen Keamanan Dalam Negeri dan Biro Investigasi Federal (FBI) mengindikasikan bahwa hacker Rusia telah mencoba mencari celah keamanan di setiap sistem infrastruktur pemilu negara bagian di negeri Paman Sam.

Meski begitu, karena bagian yang relevan dari laporan tersebut sebagian besar 'dihilangkan', maka tidak jelas seberapa meyakinkan laporan yang disampaikan Komite Intelijen Senat bahwa adalah aktor utama Rusia di balik 'invasi' lewat pemilu tersebut.

Akan tetapi, laporan itu mengatakan bahwa sejumlah agen intelijen yang tidak disebutkan namanya berkumpul pada 2018, dan mendukung asumsi sebelumnya yang oleh Koordinator Siber Dewan Keamanan Nasional AS, Michael Daniel yang membenarkan jika Rusia yang meretas sistem pemilu di setiap negara bagian.

"Rusia sebenarnya bisa merusak sistem pemilu kita dalam sekejap jika mau. Aktor siber Rusia berada dalam posisi untuk menghapus atau mengubah data dan hasil pemilu,” demikian laporan Komite Intelijen Senat AS.

Namun, dokumen ini mengatakan pemerintah AS masih tidak memiliki bukti kuat jika Rusia benar-benar merusak data pemilih. Selain itu juga tidak ada bukti bahwa hacker atau peretas bisa mengakses mesin e-voting untuk mempengaruhi hasil pemilu.

Peretas Rusia tampaknya menargetkan sistem pendaftaran pemilih dan basis data pemilihan. Tapi itu tidak berarti mesin pemungutan suara AS juga tidak rentan untuk diserang. "Perusahaan mesin pemungutan suara yang dipakai untuk pemilu AS juga menjadi target GRU Rusia," ungkap laporan tersebut.