Negara Pemilik Nuklir Jadi Incaran Hacker, Indonesia Selanjutnya

Ilustrasi hacker.
Sumber :
  • huffpost.com

VIVA – Kementerian Komunikasi dan Informatika mengakui jika kesehatan (healthcare) salah satu industri yang paling rentan menjadi incaran hacker.

Menurut Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kominfo, Semuel Abrijani Pangerapan, alasan diincarnya industri kesehatan karena sudah masuk ke ranah digital.

"Ada beragam serangan atau upaya penganderaan data (ransomware). Banyak yang ingin mendapat bagian dari kegiatan ekonomi yang dijalankan melalui jaringan digital," ungkap Semuel, beberapa waktu lalu.

Sementara itu, riset yang dilakukan perusahaan siber asal Rusia, Kaspersky, menyebutkan bahwa jumlah perangkat di industri kesehatan yang terkena serangan siber mengalami peningkatan.

Hal ini menjadi tren serangan yang cukup mengkhawatirkan dalam beberapa tahun terakhir.

Head of Global Research and Analysis Team Kaspersky, Yury Namestnikov mengatakan, negara yang tercatat memiliki serangan siber terbanyak adalah Pakistan 54 persen, disusul Mesir 53 persen, Meksiko 47 persen, Indonesia 46 persen, dan Spanyol 45 persen.

Sementara India, Bangladesh, Hong Kong dan Malaysia, menutup 15 negara dengan persentase tertinggi terkait perangkat kesehatan dan farmasi yang terinfeksi serangan siber.

Sebagai catatan, Pakistan dan India adalah negara yang juga memiliki senjata nuklir.

Stephan Neumeier.

Kelompok hacker yang telah melakukan pengintaian sektor industri kesehatan dan farmasi di antaranya Cloud Atlas dan Advanced Persistent Threat (APT) 10, atau dikenal sebagai MenuPass.

"Teknik dan perilaku serangan mereka juga membuktikan bahwa tujuan nyata para pelaku kejahatan siber ini adalah untuk memperoleh kekayaan intelektual yang berkaitan dengan formula medis terbaru dan hasil penelitian serta rencana bisnis para korban mereka," kata dia dalam acara Kaspersky Cyber Security Weekend, Yangon, Myanmar, Kamis, 5 September 2019.

Yury juga mengaku bahwa kelompok ini diprediksi akan menginfeksi server dan mengekstrak data dari perusahaan farmasi. Pada 2017, sebanyak 44 persen mesin atau perangkat di sektor kesehatan terinfeksi serangan, kemudian naik menjadi 48 persen di tahun lalu.

Artinya, bahwa 5 dari 10 perangkat fasilitas kesehatan dan farmasi menjadi target kejahatan siber secara global.

Pada kesempatan yang sama, Managing Director Asia Pacific and Japan Kaspersky, Stephan Neumeier, mengingatkan serangan siber terhadap rumah sakit dan farmasi sudah masuk ke wilayah Asia Pasifik dari sebelumnya di negara-negara Barat.

Ia memproyeksikan bahwa industri kesehatan di kawasan ini dapat menimbulkan kerugian ekonomi hingga US$23,3 juta (Rp322 miliar) dari insiden keamanan siber.

"Singapura, yang sudah terhubung dan dianggap sebagai pusat bisnis dan teknologi di Asia, telah mengalami empat pelanggaran data medis tentang organisasi layanan kesehatan hanya dalam satu tahun saja," jelas Stephan.