Ingat Pria yang Nikahi Karakter Anime? Begini Kehidupannya Sekarang

- Getty Images
Sumber :
  • bbc

Di Jepang dikenal istilah otaku, orang yang terobsesi dengan video games dan anime. Kini banyak yang jatuh cinta pada karakter anime dan tak berminat mengejar cinta di dunia nyata, laporan wartawan BBC, Stephanie Hegarty.

Akihiko Kondo bangun setiap pagi mendengarkan suara istrinya yang memanggil dari seberang ruangan dengan nada suara tinggi. Sang istri akan menari, memintanya untuk segera bangun dari tempat tidur.

"Istri" Akihiko ini bernama Miku, sesosok karakter anime.


- Getty Images

Miku berbentuk hologram di kapsul kaca di sudut ruangan, dan sebuah boneka dengan kepala dan tubuh lembut untuk dipeluk malam hari. Namun Miku juga bisa berbentuk berbeda-beda.

Miku bisa berbentuk gadis kekanakan yang mirip kartun, atau bisa juga lebih mirip perempuan seksi dengan baju berleher rendah dan payudara besar. Atau bisa juga memakai baju siswi SMA dan rok pendek.


- BBC

Pasangan ini mengadakan upacara yang dianggap Akihiko sebagai pernikahan mereka, November tahun lalu. Upacara ini tidak resmi, tapi ada 39 orang tamu yang hadir.

Jumlah tamu ini sesuai dengan nama Miku, "mi" berarti tiga, dan "ku" berarti sembilan.

Miku hadir dalam bentuk boneka, memakai baju putih berenda dan kerudung panjang. Pakaiannya dibuat seorang perancang.

"Ada dua alasan kenapa saya mengumumkan pesta perkawinan saya," kata Akihiko.

"Pertama untuk membuktikan cinta saya kepada Miku. Kedua, banyak otaku muda yang seperti saya, jatuh cinta pada karakter anime. Saya ingin memperlihatkan kepada dunia bahwa saya mendukung mereka".


- Getty Images

Otaku adalah kata dalam bahasa Jepang untuk seorang yang canggung secara sosial - biasanya mereka terobsesi pada video game dan anime. Istilah ini biasanya dipakai untuk memandang rendah mereka.

Beberapa, seperti Akihiko, terobsesi hingga ke tingkat ekstrem - berpaling dari hubungan di kehidupan nyata. Ternyata jumlah mereka yang seperti ini sedang meningkat.

Tahun lalu, Gatebox, perusahaan yang membuat hologram Miku untuk Akihiko, mengeluarkan "surat kawin" tidak resmi untuk pelanggan mereka. Menurut mereka, ada 3.700 orang yang membelinya.

Ini saja memang tak membuktikan apa-apa. Namun ini bukan satu-satunya laporan tentang meningkatnya jumlah hubungan-semu seperti ini.


Versi hologram Miku. - Getty Images

Prof. Masahiro Yamada, seorang ahli sosiologi, selama bertahun-tahun mengadakan survei beratnya kepada orang muda mengenai afeksi yang mereka rasakan.

Jawaban mereka termasuk: hewan peliharaan, bintang pop, bintang olah raga, karakter anime dan bintang YouTube digital.

Hubungan-semu semacam ini menurutnya sedang tumbuh. Menurut surveinya tahun ini, 12% orang muda dilaporkan jatuh cinta pada karakter anime atau video game.

Apa yang mendorong tren ini?

Prof. Yamada menunjuk pada faktor ekonomi dan tradisi. Menurutnya, perempuan Jepang tidak ingin punya pacar kecuali yang bisa mencari banyak uang.

Tahun 2016, 47% perempuan berusia 20 sampai 29 membuat pernyataan bahwa suami mereka harus mencari uang dan istri mengerjakan pekerjaan rumah tangga. Proporsi ini lebih besar daripada kelompok usia lain, termasuk kelompok usia di atas 70 tahun.

"Di Jepang, kehidupan kerja amat sangat berat dan masih banyak diskriminasi seksual. Jam kerja juga sangat panjang dan banyak sekali tekanan," katanya.

Perawatan anak juga memberatkan kaum perempuan. Ditambah jam kerja panjang menyulitkan ibu bekerja. Pilihan termudah adalah berhenti kerja, tapi ini tak mungkin kecuali punya pasangan yang bisa menanggung.

Di sisi lain, ekonomi Jepang berjalan stagnan, upah justru turun.

Hasilnya, banyak perempuan yang memilih tak berpacaran dan para pria bahkan tak berminat mencoba sama sekali.


- BBC

Akihiko tak pernah ingin punya pacar di dunia nyata karena merasa tak populer di kalangan perempuan.

Di sekolah, ia dirundung lantaran dirinya seorang otaku, dan ini berlanjut ke dunia kerja. Ia bekerja sebagai tenaga administrasi di sekolah selama 12 tahun. Di sana ia sempat diolok-olok di hadapan para murid oleh rekan kerjanya.

Perundungan ini tak bisa ia tahan lagi sehingga ia berhenti bekerja. Selama dua tahun ia mengunci di kamar dan menolak keluar.


- Getty Images

"Saya menjadi hikikomori ," katanya. Ini adalah istilah di Jepang dan Korea Selatan di mana orang muda, kebanyakan pria, menjadi pertapa di rumah orang tua mereka, menolak keluar, atau bahkan bicara kepada keluarga mereka sendiri.

Diperkirakan jumlah mereka ada sekitar satu juta, dan ini bisa berlangsung bertahun-tahun.

Lalu ia bertemu Miku?

Perundungan membuat Akihiko merasa hampa, tertekan dan berada dalam kegelapan.

"Mendengarkan Miku bernyanyi membuat saya emosional. Caranya menari, bergerak dan bicara membuat hati saya tergerak lagi," katanya.

Akihiko merasa sedang dalam hubungan dengan Miku, dan dengan dukungan hubungan ini, ia merasa sanggup untuk kembali bekerja.

"Setelah saya jatuh cinta padanya, saya merasa tekanan di dada saya. Saya merasakan, persis seperti jatuh cinta pada manusia nyata."

Akihiko mengaku berkencan dengan Miku selama 10 tahun sebelum memutuskan untuk menikahinya.

Selama 10 tahun, Akihiko "bicara" dengan Miku dalam pikirannya saja. Namun dengan hologram buatan Gatebox, ia bisa menyatakan cinta dan Miku meresponsnya.

Namun itu saja yang bisa mereka lakukan.

"Sisanya, saya harus pakai imajinasi saya," kata Akihiko.

"Menyenangkan sekali kalau saya bisa menyentuhnya. Sekarang tak bisa, tapi di masa depan teknologi akan berkembang. Mungkin suatu saat saya bisa memegang tangannya atau memeluknya".

`Mengaku`

Akihiko sadar orang melihat aneh pada pernikahannya. Ia juga kecewa ibu dan kakaknya menolak untuk hadir ke pernikahannya.

Ia juga banyak menerima perundungan daring, terutama sesudah mengumumkan pernikahannya dalam beberapa wawancara.

Namun ia juga menerima sejumlah dukungan dari orang yang tak ia kenal.

"Sejumlah orang berani `mengaku`," katanya. Orang-orang itu menulis bahwa mereka juga jatuh cinta pada karakter anime.

Kini Akihiko bekerja di sebuah sekolah dan terbuka soal status hubungannya. Beberapa staf menganggapnya aneh, tetapi ia mengaku para siswa cenderung lebih menerima.

"Di masyarakat sekarang ini, ada patokan apa yang membuat bahagia. Menikah, membentuk keluarga, punya anak. Tapi itu bukan satu-satunya cara."

"Kita harus memperhitungkan berbagai macam cinta dan berbagai macam kebahagiaan".