Pemprov DKI Teruskan Potong Kabel Optik Internet, YLKI Angkat Suara

Galian kabel gangguan telekomunikasi
Sumber :
  • VIVAnews/Tri Saputro

VIVA – Sepertinya pemerintah provinsi DKI Jakarta tak menghiraukan Surat somasi yang dilayangkan Asosiasi Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi (Apjatel) atau himbauan dari Ombudsman terkait penghentian sementara pemotongan kabel serat optik. Melalui Bina Marga DKI, mereka terus melakukan pemotongan kabel serat optik di Cikini, Bahkan sampai kabel udara di Kuningan.

Kini Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) pun turut bersuara. Mereka memberikan solusi pembuatan ducting, walau penghentian sementara tetap harus dilakukan demi menjaga hak-hak konsumen pengguna internet.

"Selain melanggar dan merugikan hak konsumen, pemotongan kabel telekomunikasi milik anggota APJATEL juga merupakan pelanggaran UU No 36 Tahun 1999 tentang telekomunikasi. Kami Minta Pemprov DKI menghentikan langkah tersebut dan segera berkoordinasi dengan operator telekomunikasi yang tergabung dalam APJATEL," ujar Ketua YLKI, Tulus Abadi, dalam keterangannya, Kamis, 19 September 2019.

YLKI melihat banyak kebijakan Pemprov DKI yang aneh dan melanggar regulasi serta berpotensi menggangu kepentingan konsumen. Seperti rencana mengizinkan PKL untuk berjualan di trotoar. 

"Trotoar itu untuk pejalan kaki bukan untuk PKL dan itu melanggar UU lalulintas,” papar Tulus.

Pengamat telekomunikasi dari ITB, Ian Joseph Matheus Edward menyayangkan eksekusi yang dilakukan oleh Dinas Bina Marga. Dia menyarankan, sebelum penertiban kabel udara fiber optik, seharusnya Pemprov DKI menyiapkan terlebih dahulu ducting atau saluran untuk kabel optik dan kabel lainnya. 

Ducting tersebut harus memiliki standard, yakni mampu menampung beberapa macam kabel dan sarana lain seperti hydrant, saluran PAM, kabel listrik. 

"Ducting tersebut juga harus ada di dua sisi jalan dan mudah untuk dibuka, terdapat jalur akses  ke arah persil.  Sehingga ketika ada ganguan atau ada operator ingin menambah kapasitas FO nya mereka tak harus menggali lagi,” kata Ian.

Jika Pemprov DKI membuat Ducting berada di tengah jalan maka melanggar pasal 12 UU RI No.38 Tahun 2004 Tentang Jalan yang menjelaskan bahwa setiap orang dilarang melakukan perbuatan yang mengakibatkan terganggunya fungsi jalan di dalam ruang manfaat jalan. Selain itu juga melanggar Peraturan Pemerintah No.34 Tahun 2006 Pasal 34 dan 35.

Seharusnya sebelum membuat Ducting Pemprov DKI juga harusnya dapat membaca pedoman teknis yang tertuang dalam Peraturan Menteri PUPR No.20/PRT/M/2010 Tentang Jalan. Dalam pasal 12 disebutkan bangunan dan jaringan utilitas pada jaringan jalan di dalam kawasan perkotaan dapat ditempatkan di dalam ruang manfaat jalan dengan ketentuan sarana utilitas bisa ditaruh di atas atau di bawah tanah yang di tanam pada kedalaman 1.5 meter dari permukaan jalan terendah pada daerah galian atau dari tanah dasar pada daerah timbunan. Ducting juga harus ditempatkan di luar bahu jalan atau trotoar dengan jarak paling sedikit 1 (satu) meter dari tepi luar bahu jalan atau trotoar. 

“Kalau Pemprov DKI tak sanggup, APJATEL pasti mau. Saya optimis APJATEL mau membangun ducting bersama tersebut jika komunikasi yang baik dijalin oleh Pemprov DKI. Apa lagi Pemprov DKI ingin membuat Jakarta sebagai smart city. Jakarta menjadi rapih dari kabel udara dan smart city yang menjadi cita-cita Gubernur DKI dapat terwujud," katanya.