Demi Gojek, Sebaiknya Nadiem Makarim Jangan Dulu jadi Menteri

Nadiem Makarim datang ke Istana Kepresidenan Jakarta
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Wahyu Putro A/wsj.

VIVA – Keputusan Nadiem Makarim mundur dari Gojek lantaran masuk dalam kabinet Jokowi mendapat respons beragam. Sebagian menyambut positif langkah pendiri startup anak bangsa tersebut. Namun sebagian menyayangkan Nadiem yang meninggalkan Gojek saat sedang dalam berjuang menggenjot bisnisnya. 

Pakar manajemen bisnis, Yodhia Antariksa mengatakan secara bisnis Gojek belum menunjukkan arah profit yang jelas. Dari berbagai portofolio yang dimiliki Gojek, cuma Gofood saja yang sudah menghasilkan profit. Layanan Gojek lainnya, belum menunjukkan arah profit yang jelas.

Yodhia mengatakan misalnya Gopay masih 'bakar uang' masih mesti bersaing dengan layanan kompetitor yakni Ovo, sedangkan Goride belum menguntungkan. Dengan kondisi tersebut, Yodhia mengatakan, idealnya Nadiem sebaiknya fokus di Gojek dahulu.

"Boleh keluar sih menurut saya. Tapi kalau sudah settle. Kalau Erick Thohir bisnisnya kan sudah jalan sendiri kan. Gojek kan sedang titik kritis. Arah profitnya belum jelas. Itu kan Goride-nya masih blank. Dugaan saya masih berdarah-darah, Gopay masih bakar uang, masih jauh," ujar Yodhia yang merupakan lulusan Texas A&M University Amerika Serikat tersebut kepada VIVA.co.id, Senin 21 Oktober 2019.

Dalam kondisi seperti ini, Gojek masih perlu sosok founder yang mengawal jalannya bisnis perusahaan. Yodhia tahu Gojek telah menunjuk Presiden Gojek Grup, Andre Soelistyo dan co-founder Gojek, Kevin Aluwi menjalankan perusahaan sebagai Co-CEO. Namun keberadaan Nadiem tentu sangat penting sebagai pendiri dan ikon dari Gojek. 

"Dua orang itu ya, tapi Gojek bagaimana pun bisa akan menjadi lebih bagus. Cuma selama ini Nadiem kan yang menjadi motor. Jadi bagaimana pun memberikan karena turbulensinya sangat tinggi. Jadi CEO yang kuat strong, ibaratnya sepakbola adalah pemain pengganti. Mungkin kualitasnya tidak sekuat sebagusnya Nadiem," ujarnya. 

Dia menuturkan dalam menjalankan bisnis startup sekelas Gojek, bakal banyak keputusan strategis yang bakal diambil. Kalau soal menjalankan operasional day to day Gojek, dia yakin pengganti Nadiem bisa menjalankannya. Namun beda, jika hal yang penting adalah strategic thinking.

"Strategic thinking itu kan pekerjaan yang kelihatannya remeh tapi sangat krusial. Salah strategi bisa hancur perusahaannya. Itu kalau Nadiem nggak ada gimana nanti," tuturnya. 

Super Apps dan Digencet Grab

Yodhia menuturkan, sejumlah tantangan dihadapi Gojek selepas ditinggal Nadiem. 
Apalagi startup anak bangsa itu sudah berambisi menjadi super app. Ambisi ini berat sebab, ada Grab yang bakal menghadang dan dukungan pendanaan yang kuat.

"Itu kan nggak sederhana. Itu kan butuh apalagi Grab menyerang terus. ibaratnya masih sangat genting lho," tuturnya. 

Pesaing Gojek itu, menurut Yodhia, lebih fokus menggarap pasar. Dengan dukungan pendanaan yang gila-gilaan, serta sudah hadir di berbagai pasar di Asia tenggara, Grab mampu menjadi pesaing yang kuat bagi Gojek. 
 
"Grab masih bakar uang juga sih. Tapi kan CEO-nya masih fokus. Napasnya Grab masih panjang, CEO-nya konsen fokus, masih tetap pegang. Sedangkan Gojek high risk," tuturnya.
 
Dibanding Nadiem yang masuk kabinet, menurut Yodhia, lebih ideal jika yang dimasukkan ke kabinet adalah William Tanuwidjaja.   

"Saya merasa, masih mending Tokopedia, sudah lebih jelas arah profitnya. William kalau itu menteri lebih masuk akal, lebih jelas arahnya. Gojek jujur sama masih belum jelas polanya. Makanya saya nggak tahu Gojek bisa bertahan, Gojek nanti gonjang-ganjing," katanya.