Benarkah Teknik Merebus Air Tak Efektif Lagi Membunuh Bakteri?

Ilustrasi air putih.
Sumber :
  • Pixabay

VIVA – Data Journal of International Dental and Medical Research memperkirakan 1,1 miliar orang atau 21,6 persen dari sampel populasi berpenghasilan menengah ke bawah (middle-low) masih menggunakan teknik merebus air.

Metode pengolahan air konvensional ini mensyaratkan bahwa air harus dipanaskan pada suhu 60-100 derajat celsius untuk memastikan inaktivasi patogen mikrobiologis. Namun, teknik ini tidak secara efektif menghilangkan semua kontaminasi bahan kimia.

Jurnal itu juga menyebutkan filtrasi rumah tangga menjadi semakin populer karena lebih praktis dan efektif untuk memurnikan air yang sangat keruh dan lebih efektif menghilangkan patogen dibandingkan dengan metode ultraviolet, koagulasi, atau desinfeksi kimia.

Akan tetapi, penggunaan air minum dalam kemasan sebagai sumber alternatif air untuk dikonsumsi telah meningkat karena kenyamanan dan keterjangkauan.

Dengan air minum dalam kemasan bermerek yang relatif mahal untuk populasi berpenghasilan menengah ke bawah, air isi ulang telah menjadi pilihan alternatif karena harganya tiga kali lebih murah daripada air minum dalam kemasan bermerek.

Menurut Pendiri Nazara Water Filters, Lieselotte Heederik, banyak masyarakat masih berpikir merebus sampai mendidih adalah cara terbaik untuk membunuh bakteri dalam air. Tapi harus diingat merebus air sampai mendidih saja tidak cukup.

“Ketika air sumur sangat kotor, air perlu mendidih selama 3 menit terutama di kota-kota yang dataran tinggi seperti Bandung, Jawa Barat. Merebus air sampai mendidih juga menggunakan gas tabung yang semakin mahal," kata Lisa, sapaan Lieselotte, Rabu, 11 Desember 2019.

Untuk itu, Lisa membuat dan menjual filter air yang mengubah air sumur kotor, air keran/ PDAM, air hujan, dan air sungai menjadi air yang aman untuk diminum tanpa perlu direbus terlebih dahulu.

Lisa mengaku bahwa tim peneliti dari Universitas Padjadjaran Bandung juga mempelajari 55 rumah tangga yang menggunakan filter air Nazava untuk mengolah air sumur mereka. Sampel air dari filter air Nazava semuanya bebas dari bakteri e-coli.

"Kami satu-satunya filter air minum dari Indonesia yang disertifikasi oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Filter air Nazava telah diuji oleh ITB, UNPAD dan beberapa laboratorium dari Kementerian Kesehatan," ungkapnya.

Sedikit informasi, Nazava didirikan pada 2009 untuk memenuhi kebutuhan air minum bersih di Aceh. Empat tahun kemudian, Nazava memenangkan Tech Award untuk teknologi yang memberi manfaat bagi Kemanusiaan di California, Amerika Serikat (AS).

Sejak 2017, Nazava memproduksi semua bagian filter air inovatifnya di Indonesia, dan tahun berikutnya, mulai mengekspor secara besar-besaran ke semua pasar di Afrika dan Asia Tenggara.