Tarif Ojek Online Naik: Konsumen Kabur, Driver Tekor

Demo driver ojek online.
Sumber :
  • VIVA/Muhamad Solihin

VIVA – Peneliti The Indonesian Institute M. Rifki Fadilah mengatakan bahwa rencana kenaikan tarif ojek online (ojol) tidak bisa dilakukan seenaknya dan mendadak. Ia meminta pemerintah untuk memperhatikan nasib konsumen apakah bersedia atau tidak untuk membayar (willingness to pay).

“Kenaikan tarif ojol ini tidak bisa langsung naik. Mendadak pula. Ini akan justru memberatkan konsumen dan bumerang bagi driver,” kata dia di Jakarta, Selasa, 21 Januari 2020.

Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi mengatakan, dalam waktu dua minggu hingga satu bulan ke depan, akan ada penyesuaian tarif ojek online. Artinya, tarif ojol akan naik paling cepat pada awal Februari 2020.

Menurutnya, ada beberapa faktor dalam penghitungan tarif transportasi online. Salah satu faktor yang menyebabkan kemungkinan kenaikan harga adalah adanya hitungan asuransi, yaitu BPJS Kesehatan.

Seperti diketahui, mulai 1 Januari 2020, iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan resmi naik sebesar 100 persen. Berdasarkan Pasal 34 Perpres Nomor 75 Tahun 2019, berikut rincian kenaikan iuran BPJS Kesehatan:

Kelas III dari Rp25.500 per bulan menjadi Rp42.000, Kelas II dari Rp51.000 menjadi Rp110.000, dan Kelas I dari Rp80.000 menjadi Rp160.000.

Menhub Budi Karya Sumadi mengklaim akan menyesuaikan daya beli masyarakat. Sehingga, masyarakat tak terbebani oleh tarif ojol yang disesuaikan nanti.

"Saya sudah sampaikan kepada mereka bahwa kenaikan pasti disesuaikan dengan willingness to pay. Saya akan melibatkan YLKI (Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia)," aku dia.

Di mata Rifki, kenaikkan tarif ojol memerlukan studi yang mendalam karena kenaikan tarif yang sebelumnya saja belum dilakukan evaluasi.

“Tarif yang kemarin naik saja belum dievaluasi, sekarang mau dinaikkan lagi. Harusnya pemerintah evaluasi dulu sebelum memberlakukan tarif baru,” tegasnya.

Ia juga mengingatkan jangan sampai kenaikan tarif ini justru membuat masyarakat menjadi enggan menggunakan ojek online dan beralih ke moda transportasi lain sehingga memunculkan istilah kekurangan dan kelebihan permintaan (shortage demand and excess supply).

"Jika sudah seperti ini maka akan berdampak juga kepada menurunnya pendapatan driver. Konsumen kabur. Ini yang saya maksud dari bumerang untuk driver ojol," jelas Rifki.