Gojek dan Grab Jadi Penentu Inflasi, Jangan Asal Naikkan Tarif Ojol

Demo driver ojek online.
Sumber :
  • VIVA/Muhamad Solihin

VIVA – Peneliti The Indonesian Institute, Muhamad Rifki Fadilah, meminta pemerintah untuk tidak menaikkan tarif ojek online (ojol) karena berpotensi menyumbangkan inflasi terbesar. Hal ini berdasarkan keputusan Badan Pusat Statistik (BPS) memasukkan Gojek dan Grab sebagai komponen baru penentu tingkat inflasi di Indonesia.

Menurutnya, alasan kedua aplikasi transportasi online itu dimasukkan ke dalam komponen baru indeks harga konsumen (consumer price index/CPI) lantaran pertumbuhannya yang signifikan.

"Kalau Gojek dan Grab jadi penentu inflasi, maka dengan adanya kenaikan tarif ojol otomatis jangka panjangnya akan mendongkrak kenaikan angka inflasi," kata dia kepada VIVA, Jumat, 7 Februari 2020.

Rifki menilai bahwa saat ini persoalannya adalah tarif ojol dituntut naik setiap tiga bulan. Artinya, pada periode itu pula transportasi online akan terus menyumbang inflasi. Ke depannya, ia justru khawatir pemerintah akan mengintervensi melalui pemberian subsidi.

"Saya sih berharapnya jangan (naik tarif ojek online). Sebab, nanti malah jadi penyumbang inflasi terbesar. Saya juga takut kalau pemerintah harus intervensi lagi untuk mensubsidi mereka," tuturnya.

Ia melanjutkan, apabila terus menyumbangkan inflasi maka penumpang atau konsumen akan dirugikan karena semakin tergerusnya daya beli. Dampaknya juga kurang baik untuk negara karena jika inflasinya tinggi akan mengganggu stabilitas ekonomi maupun politik.

Selain Gojek dan Grab, BPS juga memasukkan sejumlah komoditas baru lainnya seperti aksesoris ponsel, powerbank, dan jasa penitipan anak. Bukan itu saja, BPS menambah 8 kota baru dalam perhitungan inflasi mulai tahun ini.

Hingga kini ada 90 pemerintah daerah (pemda) yang masuk dalam perhitungan inflasi yang terdiri dari 34 ibu kota provinsi dan 56 kabupaten/kota.

Sebelumnya, Kementerian Perhubungan menyatakan bahwa dalam pembahasan kenaikan tarif ojek online, hanya zona Jabodetabek saja yang akan mengalami kenaikan.

Sedangkan daerah lainnya tidak akan dinaikkan. Menurut Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan Budi Setiyadi, tarif ojol di daerah lain masih layak dan belum perlu dinaikkan.

"Nampaknya yang butuh kenaikan hanya Jabodetabek. Untuk daerah enggak. Tarif mereka nampaknya masih feasible," ungkapnya.