Pegawai Negeri di Bandung Wajib Naik Grab, Pemkot Dinilai Tak Netral

Ilustrasi pengemudi Grab
Sumber :
  • Instagram/@grabid

VIVA – Program angkutan bersama atau car-pooling Grab to Work yang diinisiasi Pemerintah Kota Bandung dan perusahaan ride hailing, Grab, menuai polemik. Pasalnya, program tersebut dianggap berpotensi melanggar UU Persaingan Usaha Sehat.

Pendiri Institute for Competition and Policy Analysis (ICPA), Syarkawi Rauf, mengatakan, "Secara umum, tujuan program car-pooling ini baik. Namun, program yang memberikan eksklusifitas kepada Grab tanpa melalui proses kompetisi (tender terbuka) berpotensi melanggar UU Persaingan Usaha Sehat," katanya sebagaimana dikutip dari keterangan tertulis pada VIVA di Jakarta, 15 Maret 2019.

Potensi pelanggaran tersebut terletak pada poin bahwa pemerintah kota Bandung diduga memberikan hak monopoli kepada satu operator. Kebijakan ini juga mendiskriminasi pemain moda transportasi lainnya, terutama operator moda transportasi konvensional seperti angkot yang merasakan dampak langsung dari kebijakan tersebut.

Menurut Rauf, pemerintah seharusnya bersikap netral dan tidak memihak pada salah satu operator tertentu. "Seharusnya, kebijakan pemerintah kota sejalan dengan asas demokrasi ekonomi dengan memperhatikan keseimbangan antara kepentingan pelaku usaha dan kepentingan umum," tegas Rauf.

Sebelumnya, program Grab to Work yang bertujuan mengurangi kemacetan, telah mulai diuji coba pada 11 Maret 2019 di lingkup Dinas Perhubungan Kota Bandung. Rencananya program ini akan diberlakukan secara masif pada April mendatang. Dalam masa uji coba, aparatur sipil negara (ASN) Dishub diwajibkan menggunakan Grab menuju kantor yang berada di kawasan Gedebage, Kota Bandung.

Menurut informasi, program ini awalnya digratiskan melalui program Corporate Social Responsibility (CSR) dari Grab yang diberikan kepada Dishub. Meski gratis, Pemkot memberlakukan denda sebesar Rp50 ribu bagi pegawai non struktural dan Rp100 ribu bagi pejabat struktural jika tidak ikut dalam program tersebut.

Terkait hal itu, Rauf menegaskan bahwa sebaiknya Pemkot Bandung mengkaji ulang kebijakan ini karena rentan terhadap pelanggaran undang-undang persaingan usaha yang sehat dan akan menjadi preseden yang tidak baik bagi pemerintah daerah lainnya di seluruh Indonesia.

“Kami mendukung upaya Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) untuk melakukan klarifikasi kepada pemerintah kota Bandung terkait dengan pelaksanaan uji coba program Grab to Work. Jika memang terdapat pelanggaran dalam kebijakan ini maka kami meminta KPPU untuk bertindak tegas dengan merekomendasikan menghapus kebijakan diskriminatif tersebut,” tegas Rauf, yang juga mantan Ketua Komisioner KPPU Periode 2015-2018 itu. (ann)