Mengintip 'Bayi' Startup Siswa SMK, Jadi Tunanetra Bukan Hambatan

Ilustrasi startup.
Sumber :
  • Web In Travel

VIVA – Salah satu tantangan Indonesia dalam menghadapi era industri 4.0 adalah masih minimnya sumber daya manusia di bidang digital (digital talent). Hal ini diungkapkan Menteri Komunikasi dan Informatika, Rudiantara, pada Minggu, 17 Maret 2019.

Menurut Rudiantara, berdasarkan data World Bank, kebutuhan digital talent di Indonesia mencapai 600 ribu orang. Angka ini masih sangat jauh, di mana Indonesia baru memiliki 600 orang digital talent.

Untuk itu, melalui program Digital Talent 2019, pihak Kominfo mentargetkan akan mampu menghasilkan 20 ribu digital talent pada tahun ini.

"Sekarang baru ada 600 orang. Dan kalau makin banyak tempat pelatihan, tentunya dapat cepat juga kita memenuhi target. Sehingga bisa mewujudkan Indonesia sebagai kekuatan ekonomi digital se-Asean di tahun 2020," ujarnya.

Sementara itu, sejalan dengan upaya Kominfo dalam mempersiapkan generasi Indonesia memiliki keahlian di bidang teknologi digital, PermataBank melalui program CSR PermataHati, menginisiasi PermataYouthPreneur (PYP).

Program ini berbentuk pelatihan startup inspiratif bagi pelajar Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Di tahun ini, PYP telah diselenggarakan untuk kedua kalinya, dimana yang pertama sudah berlangsung pada tahun lalu.

PYP tahun ini menjaring sebanyak 130 peserta pilihan dari total 250 pendaftar yang berasal dari area Jabodetabek, Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah dan Sumatera.

Pada pembukaan PYP yang berlangsung pada Selasa, 19 Maret 2019, di Perbanas Institute, Jakarta Selatan, turut hadir siswa-siswi SMK yang telah siap mengembangkan ide bisnis startup mereka di bidang financial technology - sebagaimana sesuai dengan tema PYP tahun ini: "Inovasi Financial Technology Menuju Industri 4.0".

Salah satunya adalah tim dari kelas X SMK Cinta Kasih Tzu Chi, Jakarta, yaitu Roger, Rolando, dan Vincent. Mereka melahirkan ide startup uang digital, TriFinance, yang menghadirkan solusi kemudahan pembayaran dan transaksi uang sekolah.

"Berawal dari latar belakang masalah ada uang yang hilang. Padahal uang itu untuk membayar sekolah. Atau ada uang sekolah disalahgunakan, misalnya untuk jajan," kata Roger saat berbincang dengan VIVA di sela acara.

"Dengan TriFinance ini nantinya orangtua bisa melihat transaksi-transaksi yang dilakukan oleh anak, dan tidak perlu membawa uang secara langsung ke sekolah," tambahnya.

Tim TriFinance hanya salah satu contoh cikal bakal startup yang digagas pelajar SMK. Ada puluhan tim lain yang menjadi peserta PermataYouthPreneur dan telah mempresentasikan ide mereka dalam video singkat yang juga diunggah di YouTube.

Menariknya, tahun ini program PYP menggandeng siswa disabilitas tunanetra dari Sekolah Khusus Islam Terpadu, Yarpin, Tangerang Selatan. Keterbatasan fisik tak menghalangi Rotan, Nabil, dan Tion menginiasi lahirnya Be4us, yaitu aplikasi yang mencatat rincian donasi beserta laporan pertanggungjawaban.

"Dengan Be4us ini kamu mudah berdonasi tidak hanya lewat transfer secara manual, tapi bisa juga lewat minimarket dan dompet digital," kata Tion dalam video singkat tim Ronation di YouTube.

Selama dua bulan, hingga April nanti, tim TriFinance, Ronation, dan peserta lainnya, menerima pembelajaran seputar startup dan pengembangan soft skills dalam cakupan kurikulum PermataYouthPreneur. Dalam hal ini, PermataBank menggandeng sekolah pelatihan informasi digital Arkademy.

Diharapkan setelah program PYP ini, akan muncul digital talent sekaligus digitalpreneur yang berasal dari SMK. Sebagaimana dikatakan Kepala Subdit Penyelarasan Kejuruan dan Kerja Sama Industri PSMK, Kemdikbud, Saryadi Guyatno.

"Kami berharap melalui program PYP akan muncul digital talent sekaligus para digitalpreneur yang berasal dari SMK," katanya.

Nantinya, peserta terpilih akan mendapat kesempatan pengembangan diri mulai dari sekolah coding, magang, hingga inkubasi startup. (dhi)