Go-Food dan Go-Pay Jadi Andalan Gojek Raup Keuntungan

Go-Jek Targetkan Profit Lewat Go-Food dan Go-Pay. (FOTO: Gojek Indonesia)
Sumber :
  • wartaekonomi

Gojek menargetkan untuk memperoleh keuntungan dari layanan antar makanan dan finansial. CEO Gojek, Nadiem Makarim, menyampaikan perusahaan tak memerlukan layanan roda empat untuk mencapai keuntungan bila nantinya melakukan IPO.

Menurutnya, layanan berbagi tumpangan (ride-hailing) menyumbang kurang dari seperempat total Gross Merchandise Value (GMV) Gojek. Layanan pengantaran makanan dan finansial (Go-Pay) menyumbang jauh lebih banyak dari itu.

“Kami membangun bisnis dengan asumsi layanan ride-hailing untuk mencapai titik impas (break-even point),” kata Nadiem, dilansir dari Nikkei Asian Review, Kamis (30/5/2019).

Titik impas adalah kondisi ketika biaya pengeluaran dan pendapatan seimbang, tak ada kerugian ataupun keuntungan. Nadiem menggambarkan situasi itu sebagai skenario basis dari bisnis perusahaan.

“Jadi, bahkan di kondisi itu kita bisa mencapai profitabilitias,” kata Nadiem, kemudian menambahkan, “ketika Gojek go public.”

Namun, pernyataan itu muncul di tengah skeptisisme yang berkembang atas model bisnis perusahaan ride-hailing setelah Uber melantai di bursa.

Saham mereka anjlok dalam debut perdana, pasca mengungkapkan kerugian besar, lalu menimbulkan pertanyaan atas valuasi tingginya.

Gojek dipandang sebagai bagian dari gelombang bisnis seperti Uber ketika meluncurkan aplikasi berbagi-tumpangan ojek pada Januari 2015.

Namun, melihat jalur bisnis yang mereka targetkan untuk memperoleh profit, perusahaan itu seolah ingin berkata: Gojek bukanlah Uber.

Nadiem bahkan menyampaikan, segala tentang Gojek berbeda dengan perusahaan-perusahaan ride-hailing lain.

Layanan ojek daring mereka jadi komponen paling penting karena itulah yang menarik pengguna untuk menggunakan aplikasi Gojek, serta menjadi sumber pendapatan tetap bagi 2 juta mitra pengemudi perusahaan.

Kini, perusahaan telah melakukan diversifikasi layanan ke berbagai sektor, termasuk pengiriman makanan dan pembayaran digital. Masing-masing layanan itu menghasilkan US$2 miliar (sekitar Rp28,8 triliun) dan US$6,3 miliar (sekitar Rp90,7 triliun) dalam transaksi tahunan, masih berdasarkan laporan Nikkei.

Layanan ride-hailing Gojek memang bergantung pada sepeda motor. Ojek jadi satu solusi untuk menembus kemacetan di kota padat seperti Jakarta dan wilayah lain yang serupa di Asia Tenggara.

Di sisi lain, dorongan lebih dalam terhadap bisnis di luar lini utama mencerminkan strategi Gojek untuk menumbuhkan loyalitas pengguna terhadap aplikasi mereka. Membuat perusahaan mendapat aliran pendapatan dari restoran dan toko yang ingin menarik para pengguna itu.

Sayangnya, Nadiem tak menyebutkan kapan tepatnya Gojek akan meraih profitabilitas, menunjukkan kalau itu masih jauh untuk dicapai.

Saat ini, Gojek masih fokus pada pertumbuhan bisnis untuk memperluas pangsa pasar. Seperti yang diketahui, Nadiem dan tim masih harus bersaing ketat dengan Grab yang juga memperluas layanan ke pengiriman makanan dan pembayaran.