Cari Uang Tambahan, Gen Z dan Milenial Harus Berfikir 'Out of the Box'

Mau Raih Pendapatan Pasif? Manfaatkan Fintech P2P Syariah Saja!. (FOTO: Unsplash/Rawpixel).
Sumber :
  • wartaekonomi

Pasar tenaga kerja Indonesia kian ramai dengan tambahan angkatan kerja di 2019. Menurut data Badan Pusat Statistik, jumlah angkatan kerja di Indonesia bertambah 2,24 juta orang pada Februari 2019, menjadi total 136,18 juta.

Artinya, ada 2,24 juta tenaga kerja baru yang memasuki lapangan kerja, yang disebut dengan istilah first jobbers atau pekerja pertama.

Tahun ini, pencetak generasi first jobbers bukan lagi dari generasi milenial, namun diramaikan dengan generasi Z yang lahir di periode 1995-2010 yang digadang-gadang akan siap turut berkontribusi menggerakan ekonomi nasional.

Mengintip survei Deloitte terhadap generasi milenial dan generasi Z dari 42 negara (termasuk Indonesia), ada lima hal yang menjadi ambisi hidup mereka.

Traveling, memiliki gaji besar, membeli rumah, melakukan perubahan sosial, dan terakhir berkeluarga. Prioritas untuk memenuhi ambisi tersebut terkadang saling tumpang tindih yang seringkali imbasnya mengganggu kesehatan finansial.

Dima Djani, CEO dan Pendiri Alami, mengungkapkan perlunya out-of-the-box mindset yang relevan dengan problem finansial yang dialami generasi muda saat ini, salah satunya memasukkan unsur pendapatan pasif dalam perencanaan keuangan.

Pendapatan pasif merupakan pendapatan yang dihasilkan tanpa mengharuskan individu bekerja secara aktif. Rata-rata karyawan Indonesia bekerja selama delapan jam sehari atau 40 jam per minggu.

Karena, menurut Dima, pendapatan pasif menjadi langkah strategis bagi first jobbers untuk mewujudkan ambisi-ambisi tersebut, selain dengan berinvestasi di instrumen keuangan ataupun menabung.

"Punya ambisi banyak itu baik, namun harus diimbangi dengan strategi untuk mencapainya. Selain menentukan prioritas keinginan, mencari sumber pendapatan selain gaji sangat mungkin dilakukan," kata Dima melalui keterangan tertulisnya, Senin (8/7/2019).

Untuk mencapai sederet ambisinya tersebut, menurut Dima, tidak harus punya usaha sampingan atau menyewakan properti seperti generasi terdahulu, karena pertama, modalnya besar, kedua, perlu komitmen waktu dan tenaga untuk melakukannya, dan ketiga, membutuhkan ongkos produksi dan pemeliharaan yang berkelanjutan.

"Saat ini peluang pendapatan pasif sangat banyak. Jika waktu dan modal kita terbatas, first jobbers bisa memeroleh pendapatan pasif dengan menjadi pendana (funders) bagi usaha orang lain," terangnya membocorkan.

Meskipun generasi muda atau first jobbers memiliki kemampuan finansial sebagai pendana, peluang ini kerap terhambat karena terbatasnya relasi mereka dengan bisnis yang potensial serta minimnya pemahaman akan skema pendanaan yang aman.

Kehadiran platform pembiayaan peer-to-peer (P2P) yang resmi terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan seperti Alami dapat memecah permasalahan tersebut dengan menghubungkan masyarakat pemodal terhadap usaha kecil dan menengah (UKM) yang ada di industri.

Tugas Alami adalah menyeleksi kelayakan UKM yang berhak memperoleh pendanaan agar meminimalisasi risiko sehingga mengupayakan keuntungan yang maksimal bagi para pendana.

Menurut Dima, prinsip syariah yang diterapkan Alami dalam menghimpun dan menyalurkan pembiayaan menjadi keunggulan bagi first jobbers yang relatif belum agresif dalam mengambil risiko.

“Prinsip syariah mengutamakan nilai-nilai kemaslahatan dan manfaat baik, serta mengusung unsur keamanan khususnya dalam menyaring bisnis-bisnis yang akan didanai. Alami melaksanakan credit scoring pada UKM melalui sistem credit engine yang merangkup sisi kualitatif dan kuantitatif demi memastikan operasional bisnis UKM tersebut sehat,” ungkapnya.

Selain itu, saat ini produk pembiayaan Alami merupakan invoice financing (anjak piutang/factoring). Secara karakteristik, produk ini memiliki risiko yang rendah karena mengacu pada invoice resmi yang dikeluarkan perusahaan blue chips.

"Sehingga kepastian penggunaan dana serta pembayarannya jelas," terang Dima. Berbicara mengenai keuntungan, pendana di Alami akan mendapat ujrah (imbal hasil) atas jasa yang mereka berikan kepada UKM.

Potensi ujrah yang dapat diraih rata-rata sebesar 14-16 persen untuk setiap tagihan, sesuai dengan profil risiko UKM dari hasil credit scoring.

Jika dibandingkan dengan return deposito sebesar 5-7 persen per tahun, imbal hasil sebagai pendana di Alami tentu lebih menarik.

Sementara dibandingkan dengan return instrumen reksa dana per tahun, potensi keuntungan keduanya bersifat kompetitif, namun pembiayaan peer-to-peer financing syariah akan lebih unggul dari segi kepastian mengingat return investasi reksa dana fluktuatif, dipengaruhi oleh kinerja pasar.

Tenor pembiayaan pada Alami dimulai dari satu hingga enam bulan, waktu yang relatif lebih singkat untuk menuai pendapatan dibandingkan dengan deposito dan reksa dana yang setidaknya membutuhkan satu tahun untuk memaksimalkan keuntungan.

Memiliki pendapatan pasif di era teknologi saat ini sangat mungkin dimulai oleh mereka yang berstatus first jobbers untuk memenuhi mimpi-mimpinya tanpa harus mengganggu tabungan simpanan atau dana darurat.

"Keterbatasan modal dan waktu seharusnya tidak menjadi alasan untuk mengatur strategi perencanaan keuangan dengan cermat karena kehadiran platform pembiayaan P2P syariah seperti Alami dirancang khusus untuk memberi kemudahan bagi yang ingin meningkatkan kekayaan yang halal dan berkah," tutup Dima.