Tarif Ojol Naik, Potensi Pendapatan Driver Bisa Turun

Gojek dan Grab.
Sumber :
  • The Economist

VIVA – Kementerian Perhubungan saat ini tengah melakukan uji coba tarif ojek online di 100 kota. Uji coba ini sudah dilakukan sejak awal Juni 2019, yang melibatkan Grab dan Gojek. Bagi pengemudi, kenaikan tarif memang berpotensi meningkatkan pendapatan, tapi juga ada potensi menurunkan minat pengguna.

Hasil studi yang dilakukan oleh Research Institute of Socio-Economic Development atau RISED menyebut, bahwa konsumen yang menolak kenaikan tarif merupakan kelompok masyarakat yang sangat sensitif terhadap kenaikan harga, mayoritas pendapatannya menengah ke bawah.

Peneliti Bidang Ekonomi The Indonesian Institute, Rifki Fadilah mengatakan, bahwa peraturan yang dibuat oleh Kementerian Perhubungan ini seharusnya tidak hanya menguntungkan satu sisi saja, sementara sisi lain malah tergerus.

"Ibaratnya kita kasih tarif mahal, tapi orderan menurun. Pertanyaannya apakah tarif baru sudah sesuai dengan segmentasi pasar. Regulasi tidak memberi jaminan pendapatan driver jadi naik," katanya di bilangan Menteng, Jakarta, Selasa, 6 Agustus 2019.

Studi juga menyebutkan bahwa ada 75 persen penurunan order di lima kota besar, seperti Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Makassar dan Surabaya. Menurut Rifki ada pergeseran keseimbangan konsumen. Mereka sudah nyaman dengan tarif lama, beberapa merasa tarif baru menjadi sedikit mahal.

"Konsumen butuh waktu. Tapi ada juga yang berpindah ke moda transportasi lain yang harganya lebih terjangkau. Naiknya tarif juga ikut memengaruhi UKM karena produktivitas mereka disokong oleh ojek online," ujarnya.

Peraturan tarif ojek online terdaftar di regulasi Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 348 Tahun 2019, Tentang Pedoman Perhitungan Biaya Jasa Penggunaan Sepeda Motor yang Digunakan untuk Kepentingan Masyarakat yang Dilakukan dengan Aplikasi. [mus]