Drive Gojek Jutaan, Engineer Hanya 12 Orang

CEO Gojek, Nadiem Makarim (kiri).
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga

VIVA – Jumlah pengemudi atau driver yang bergabung di aplikasi transportasi online Gojek mencapai lebih dari satu juta orang, hingga kini. Perlu diketahui bahwa meski punya driver banyak, namun pesaing Grab di Asia Tenggara itu hanya memiliki 12 engineer.

Seperti dikutip dari situs Techinasia, Selasa, 2 Juli 2019, kehadiran Gojek pertama kali sembilan tahun silam ini bermula dari call center.

Saat itu ketika pelanggan akan menghubungi nomor Gojek, maka akan tersambung ke call center, yang kemudian mengalokasikan driver setelah melihat daftar mereka di lembaran Microsoft Excel.

Nadiem Makarim, pendiri Gojek, adalah orang pertama yang menguji aplikasi miliknya sendiri. Segera setelah pesanan tiruan dibuat, dan Nadiem mendapat pemberitahuan pertama, maka aplikasi tersebut resmi terbuka untuk publik.

Empat tahun kemudian, Gojek sudah memiliki 200 driver tapi baru ada tiga orang tim teknik. Ketika itu aplikasinya pun hanya melayani komunikasi hingga mempertemukan driver dengan pengguna.

Basis kode, yang menjadi kunci 'mak comblang' driver dan pengguna, akhirnya harus dikerjakan ulang selama dua hari agar sesuai dengan skala. Alhasil, basis kode Gojek sukses menangani hingga 700 pesanan setiap harinya.

Meski begitu semuanya dikerjakan manual. Nadiem lalu berpikir keras bagaimana ke depannya seluruh proses dikerjakan secara otomatis. Pada awal 2015, Gojek melebarkan sayap bisnis. Tidak hanya layanan transportasi online saja, tetapi pengiriman makanan dan minuman (Go-Food) dan paket atau dokumen (Go-Send).

Sebagai 'pemadam kebakaran'

Kendati Gojek sudah punya tiga produk dari infrastruktur dasar yang sama, namun ketiganya tidak saling terkait. Aplikasi mobile Gojek juga dinilai tidak siap menerima segala jenis adopsi dan bisnis yang mulai dirasakan perkembangannya.

Nadiem dan tim bergerak cepat. Rekayasa teknologi dilakukan hanya dengan 10 hingga 15 baris kode. Setidaknya, hal ini dapat memecahkan masalah sementara untuk sekumpulan kecil data.

Tapi masalah belum sampai di situ. Jumlah driver makin meningkat namun aplikasinya lemot (downtime). Hal ini dikarenakan banjirnya pesanan. Mereka lalu merekrut perusahaan konsultan terbaik India, Code Monk.

Tugas mereka adalah membuat bahasa pemrograman yang memastikan bahwa tidak ada lagi downtime. Awalnya Gojek memakai Java, bahasa pemrograman yang dapat dijalankan di berbagai platform, mulai PC sampai perangkat mobile.

Nama Java sendiri dipilih karena salah seorang pendiri Java, James Gosling, sangat menyukai kopi murni yang langsung digiling dari mesin giling (kopi tubruk) di mana kopi jenis ini berasal dari pulau Jawa di Indonesia.

Selain itu, Gojek juga merekrut Niranjan Paranjape, co-founder C42 Engineering, yang kini menjabat chief tecnology officer. Ia mengaku melihat sendiri bagaimana sistem Gojek terus-terusan mengalami crash karena banyaknya permintaan yang masuk.

“Jumlah order yang masuk jauh dari yang bisa ditangani oleh sistem Gojek pada saat itu. Setiap hari, pada jam sibuk, sistem pasti down. Kami pun terbiasa menjadi 'pemadam kebakaran',” kenangnya.

Niranjan lalu memasang hard drive dan memeriksa kodenya. Segera setelah ia membuka dokumen atau file readme, baris pertamanya adalah mvn install-DskipTests. Kode ini, diakui Niranjan, belum pernah diuji. Dengan kata lain, kode ini hidup tanpa pernah melewati pemeriksaan kualitas tunggal.

Basis kode lama disebut Stan Marsh. Untuk yang belum tahu, Stan Marsh adalah karakter dari serial animasi di televisi, South Park. Stan Marsh adalah kode warisan ketika Gojek akan dibangun. Karena tidak ada uji kualitas atau test harness, maka sulit untuk memahami bagian mana dari aplikasi yang berfungsi dan tidak.

Tumbuh melesat

Lalu, menurut Niranjan, sistem Gojek beralih ke bahasa pemrograman Go (Golang), sebuah bahasa yang dibuat di Google pada 2009. Ia pun tidak terbiasa dengan bahasa tersebut.

“Kami akhirnya tetap menulis ulang sistem alokasi tersebut dengan Golang, selama tiga malam berturut-turut. Dan, akhirnya sistem tersebut bisa langsung menerima beban 10 kali lipat lebih besar,” ungkap Niranjan.

Setelah dirinya dan tim berhasil membuat pengembangan sistem, Gojek kembali ke jalur dan tumbuhnya sangat pesat. Mereka pun mulai kekurangan driver. Perekrutan dilakukan secara cepat dan masif.

Perjuangan tim engineer membuahkan hasil positif. Pada Juni 2016, Gojek berhasil melayani hingga 900 kali lipat, atau melewati angka 450 ribu perjalanan per hari. Secara total, aplikasi Gojek menerima lebih dari 20 juta pemesanan setiap bulannya.

"Setelah kami memperbaiki kesalahan, bukan berarti tidak membuat kesalahan lagi. Kami gagal tapi mampu memperbaiki dan membangunnya dengan cepat. Mentalitas kami sudah tertanam dalam mengelola lebih banyak masalah," ungkap Niranjan.

Tak lama setelah itu, Gojek mendapat kucuran dana US$550 juta atau sekitar Rp7,4 triliun, yang membawa mereka akhirnya menjadi startup unicorn (sebutan untuk startup yang mempunyai valuasi di atas US$1 miliar atau sekitar Rp14 triliun).

"Jangan melempar orang ke masalah. Memiliki lebih banyak orang bukan berarti pekerjaan Anda lebih baik. Memiliki lebih banyak orang pun bukan berarti memiliki basis kode yang lebih baik juga," papar dia, seakan memberi wejangan.