Modifikasi Cuaca 'Kalah' dengan Musim Kemarau, Kenapa?

Alat Untuk Modifikasi Cuaca di Bandara Halim Perdanakusuma
Sumber :
  • VIVAnews/Ikhwan Yanuar

VIVA – Presiden Joko Widodo dalam akun Instagram menyinggung Indonesia telah memasuki musim kemarau, puncaknya akan terjadi pada Agustus-September mendatang. Untuk itu, ia meminta jajaran pemerintah untuk mengantisipasi dan mengambil langkah mitigasi.

Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Hammam Riza mengatakan, mengatasi masalah ini dengan teknologi modifikasi cuaca, akan cukup sulit dilakukan. Alasannya, beberapa wilayah sudah memasuki puncak musim kemarau, sehingga sulit mendeteksi awan.

"Wilayah Pulau Jawa, Bali, hingga Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur sudah memasuki puncak musim kemarau. Praktis, kemunculan awan memang sangat jarang. Cukup sulit melakukan modifikasi cuaca," ujarnya dalam keterangan resmi, Selasa 16 Juli 2019.

Namun Hammam mengatakan, BPPT tetap akan mencoba cara tersebut, meskipun kemungkinan berhasilnya rendah. Selama musim kemarau ada kalanya dinamika atmosfer memungkinkan terbentuknya awan. Sebenarnya waktu yang tepat untuk melakukan modifikasi cuaca adalah saat masa transisi, April-Mei.

"Secara administratif, mekanisme yang tepat untuk menerapkannya dibarengi dengan penetapan status siaga darurat bencana kekeringan. Sehingga terbuka peluang bagi BPPT untuk bertindak atas asas pemanfaatan peluang hujan, sekecil apa pun ada potensinya," katanya. 

Pemerintah daerah yang ingin menerapkan mekanisme itu, dapat menerbitkan pernyataan siaga darurat bencana kekeringan. Kemudian pemerintah pusat, melalui Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan Kementerian Pertanian dapat memitigasi.

Hal ini juga turut diposting pada akun Twitter @BPPT_RI. Dalam cuitan itu terdapat juga pernyataan Hammam, mengatakan BPPT akan membantu untuk menuai awan, sehingga hujan dapat turun.