Purnama dan Ikan Terdampar Tanda Gempa, BMKG: Tak Ada Bukti Empiriknya

Gempa bumi bermagnitudo 5,8 pada skala richter mengguncang Lombok
Sumber :
  • VIVA/Satri Zulfikar

VIVA – Dua gempa besar mengguncang dua lokasi bergantian. Pada Minggu, 14 Juli 2019, gempa bumi magnitudo 7,2 mengguncang Halmahera Selatan, Maluku Utara. Dua hari selepasnya, gempa bumi magnitudo 5,8 mengguncang Pulau Bali. Selain gempa, fenomena alam yang terjadi di Indonesia yaitu Gerhana Bulan Sebagian yang terjadi Rabu dini hari, 17 Juli 2019.

Belum lagi, sebelum gempa terdapat perilaku aneh dari ikan. Ribuan ikan yang terdampar di Pantai Batu Bolong, Canggu, Kabupaten Badung. Ikan-ikan itu terdampar di tepi pantai pada malam hari sebelum gempa terjadi.

Rentetan fenomena alam itu menimbulkan spekulasi dan rasa penasaran. Apakah benar gempa bersahut-sahutan, apakah fenomena gerhana menjadi penanda bakal munculnya bencana? 

Kepala Bidang Informasi Gempabumi dan Peringatan Dini Tsunami BMKG, Daryono, menegaskan tidak ada kaitan antara gempa di satu wilayah dengan wilayah lainnya. Meski gempa terjadi dalam waktu berdekatan.

"Jadi kalau ada gempa yang kejadiannya berdekatan lokasinya, atau hampir berdekatan waktunya, itu kebetulan saja. Bukan berarti saling merambat saling picu, tidak begitu. Jadi tidak ada sesuatu yang merambat ke sana kemari," terang Daryono.

Menurutnya, gempa tidak bisa diprediksi dengan tanda-tanda alam sebelumnya. Makanya informasi yang beredar tanda gempa adalah ikan terdampar maupun fenomena alam lainnya, tidak berdasar.

"Apa itu awan gempa, kemudian ikan lagi muncul, ikan paus mati terdampar itu sebagai persiapan (gempa). Terus itu purnama menyebabkan gempa, kalau saya melihat kayak itu sebagai sebuah spekulatif. Saya enggak pernah percaya seperti itu. Karena bukti empiriknya tak ada," jelasnya. 

Senada dengan Daryono, Kepala Badan Metereologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Wilayah III Denpasar, M Taufik Gunawan, mengatakan hampir tak ada kaitannya sama sekali antara terdamparnya ribuan ikan tersebut dengan gempa bumi yang mengguncang. 

“Saya kira itu fenomena alam yang tidak ada kaitannya sama sekali,” kata Taufik. 

Kendati begitu, Taufik mengakui jika puluhan tahun lalu, tepatnya pada tahun 1975, ketika gempa mengguncang China, tingkah laku ikan menunjukkan perilaku berbeda. Mereka meloncat-loncat keluar dari kolam. Penelitian terhadap perilaku ikan dan gempa bumi pun dilakukan.

Namun, hal itu hanya terjadi sekali dan pada gempa-gempa berikutnya ikan-ikan tak menunjukkan perilaku serupa. Oleh karenanya, Taufik memisahkan dua fenomena alam itu yang kebetulan terjadi secara berdekatan. “Fenomena tingkah laku ikan tidak bisa menunjukkan terjadinya suatu gempa,” katanya. (ase)