Pergantian Pelatih, Awal Keterpurukan Chile?

Pelatih Timnas Chile, Juan Antonio Pizzi
Sumber :
  • REUTERS/Ivan Alvarado

VIVA.co.id – Kekalahan Chile atas Argentina pada laga Copa America Centenario di Stadion Santa Clara, California, Amerika Serikat pada Selasa 7 Juni 2016 menjadi pukulan telak. Skuad asuhan Juan Antonio Pizzi menyerah 1-2 atas lawan yang pernah mereka kalahkan di final Copa America setahun lalu.

Catatan buruk ini menambah daftar kekalahan Chile ketika diasuh oleh Pizzi. Dari enam pertandingan yang telah dilakoni, mereka hanya sekali meraup kemenangan, dan sisanya selalu kalah.

Satu-satunya kemenangan direbut La Roja ketika bertandang ke Venezuela di ajang kualifikasi Piala Dunia zona Conmebol akhir Maret 2016 lalu. Saat itu, Alexis Sanchez dan kawan-kawan tampil digdaya dengan kemenangan 4-1.

Butuh tiga pertandingan bagi Pizzi untuk membawa Chile merebut kemenangan. Sebab, di dua pertandingan awal menggantikan Jorge Sampaoli, dia harus merasakan kekalahan dari Uruguay dan Argentina.

Dan setelah meraih kemenangan di pertandingan ketiga, Pizzi kembali membuat penggemar Chile kecewa. Dalam pertandingan persahabatan melawan Jamaika dan Meksiko, dia kembali tak mampu memberikan kemenangan.

Sebelum pertandingan melawan Argentina pagi kemarin, pria berusia 47 tahun tersebut sempat sesumbar memiliki resep khusus untuk meredam agresivitas lawan. Apalagi, Albiceleste bermain tanpa megabintang mereka, Lionel Messi.

"Saya pikir yang paling penting bagi kita adalah membuat tim ini senang dengan bermain sesuai intensitas yang dimiliki. Mengakui poin kunci dari tim lawan, tetapi tak memaksakan apa yang nyaman bagi kita. Kami ingin setiap individu juga bermain demi memberi perbedaan kepada tim,” ujarnya dilansir ESPN.

Namun sayang, apa yang diharapkan oleh pria yang lahir di Argentina tersebut tidak kesampaian. Anak asuhnya mesti tertinggal dua gol lebih dulu dari lawannya, sampai akhirnya bisa mencetak satu gol di penghujung pertandingan.

Janji Pizzi

Bukan pekerjaan mudah bagi Pizzi mengambil alih bangku pelatih dari Sampaoli. Pendahulunya itu telah terbukti mampu membawa aura positif ke dalam tim, meski suasana di luar, terutama politik pemerintahan memberi dampak cukup besar.

Bahkan ketika ditanya mengenai masa depannya di Timnas usai mengantarkan juara Copa America lalu, Sampaoli menyebut semua tergantung dengan hasil pemilihan Presiden. Dia beralasan, tak mungkin berjalan jika program yang dirancangnya tak disetujui Presiden baru.

"Masa depan saya tergantung dari pemilihan presiden baru pada 4 Januari 2015 mendatang. Semuanya tergantung pada presiden baru nanti, apakah dia menyukai proyek kami atau tidak," kata Sampaoli, dilansir AS.

Kesulitan mengambil alih kekuasaan di  La Roja diakui oleh Pizzi. Dia mengaku menemui rintangan besar dalam membawa Chile kembali berjaya seperti tahun lalu. “Saya tahu mengambil pekerjaan di Chile ini akan sulit,” ujar Pizzi seperti dilansir FourFourTwo.

Meski begitu, Pizzi tak ingin menyerah begitu saja. Dia menegaskan, para pemainnya akan bangkit di sisa laga Copa America Centenario, dan akan membuktikan diri sebagai juara bertahan.

"Ada harapan yang sangat besar pada bagian dari merebut kemajuan. Kami tahu akan ada pertandingan yang sangat sulit, dan kita harus berpikir kami unggul dibanding yang lain. Kami harus membuktikannya," tegasnya.

Pizzi hanya berharap, di pertandingan selanjutnya, para pemain Chile bisa lebih maksimal dalam menuntaskan peluang yang ada. Kelemahan itu yang dilihatnya menghinggapi sehingga tak kunjung mampu membobol gawang Argentina.

“"Kami melakukan banyak kesalahan dengan pemain yang biasanya akurat di daerah penyerangan. Kami mengalami kesulitan dan harus membayar mahal untuk itu," harapnya.

Di sisa pertadingan, La Roja akan ditantang dua tim yang tak kalah bagusnya. Pada Sabtu 11 Juni 2016 mendatang, giliran Bolivia yang akan memberi rintangan kepada mereka. Selang empat hari kemudian, Panama akan menjajal kekuatan Chile yang sedang dalam kondisi tak bagus.