Kisah di Balik Tenun Kamooru, Kerajinan Khas Desa Masalili

Karya Wignyo Rahadi
Sumber :
  • Dokumentasi Wignyo Rahadi

VIVA – Menenun telah menjadi kegiatan turun-temurun di Desa Masalili, Kabupaten Muna, Sulawesi Tenggara (Sultra). Sampai saat ini, Desa Masalili menjadi sentra produksi kain tenun tradisional khas Muna.

Hampir setiap rumah di Desa Masalili menghasilkan kain sarung tenun yang dikenal dengan istilah Kamooru. Masyarakat Muna mempercayai bahwa untuk menenun Kamooru harus dengan jiwa yang bersih dan tenang. Jika tidak, penenun akan kesulitan merangkai motif yang memang cukup rumit dan sarat makna filosofis.

Tenun asal Masalili identik dengan motif garis-garis dan warna terang seperti kuning, oranye, dan hijau. Dengan didukung oleh Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Tenggara, desainer Wignyo Rahadi melakukan pengembangan terhadap kerajinan tenun di Desa Masalili, Kabupaten Muna, Provinsi Sulawesi Tenggara.

Tenun hasil pengembangan tersebut diaplikasikan oleh Wignyo dalam rangkaian koleksi bertema Kamooru. Ragam motif tenun yang digunakan adalah motif Kaholeno Ghunteli dan Panino Toghe, yaitu motif tenun yang biasa dipakai masyarakat umum untuk aktivitas keseharian, motif Bhia Bhia yang kerap dipakai perempuan yang belum menikah, motif Dhalima yang umumnya dipakai kalangan bangsawan untuk upacara adat perkawinan.

Koleksi Kamooru dikembangkan dari inspirasi gaya busana Retro dengan menonjolkan permainan cutting yang bervolume, seperti model lengan setali, celana harem, rok draperi, dan dress aksen tumpuk, dilengkapi hijab model capuchon.


Tenun Masalili dengan dominasi turunan warna hijau dipilih dengan kombinasi tenun lurik dan tenun ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin) corak sobi dan bintik yang menjadi ciri khas tenun ATBM produksi Tenun Gaya, brand yang dibuat oleh desainer Wignyo Rahadi. Sentuhan ornamen tumpuk, draperi, dan asimetris turut menjadi daya pikat koleksi dari olahan tenun dari Masalili.

Seperti diketahui, Wignyo Rahadi merupakan desainer yang telah mendirikan usaha tenun dengan brand Tenun Gaya pada tahun 2000, konsisten mengembangkan desain dan teknik kerajinan tenun ATBM yang mengangkat inspirasi dari motif kain dan kerajinan tradisional dengan sentuhan modern agar dapat diterima oleh lintas generasi.

Lewat rilis yang diterima VIVA dijelaskan, lewat inovasi tanpa henti yang dilakukannya telah menciptakan motif tenun ATBM dengan ciri khas etnik kontemporer. Wignyo kerap bekerja sama dengan berbagai pihak, mulai dari instansi pemerintah, korporasi swasta, maupun asosiasi atau lembaga swadaya masyarakat, dalam memberdayakan keterampilan terkait tenun dan desain para perajin di sejumlah daerah.

Komitmen Wignyo dalam membina para perajin tenun di berbagai daerah mendapat penghargaan dari pemerintah berupa Upakarti kategori Jasa Pengabdian pada bidang usaha pengembangan industri tenun tahun 2014.

Selain itu, dedikasinya dalam merevitalisasi kerajinan tenun pun telah menuai berbagai apresiasi dari tingkat nasional hingga internasional, di antaranya penghargaan Pemenang Lomba Selendang Indonesia 2019 dan 2018 oleh Adiwastra Nusantara Kategori Selendang Tenun Katun, Dekranas Award 2017 Karya Kriya Terbaik Kategori Tekstil, World Craft Council Award of Excellence for Handicrafts: South-East Asia Programme 2014, UNESCO Award of Excellence for Handicrafts: South-East Asia Programme 2012, dan lainnya.

Wignyo turut aktif di sejumlah asosiasi, antara lain sebagai Pengurus Dewan Kerajinan Nasional (Dekranas) periode 2014-2019 bidang daya saing produk dan sebagai National Vice Chairman Indonesian Fashion Chamber di bidang Institution Relations periode 2015-2019. (rna)