Hampir Punah, Batik Tanah Liek Kini Kembali Bergairah

Batik
Sumber :
  • VIVA.co.id/rintan puspitasari

VIVA – Beberapa ciri yang bisa membedakan asal batik adalah motif dan warna. Setiap daerah memiliki kekhasan batik mereka masing-masing dengan tentu saja setiap corak memiliki makna di dalamnya.

Tak begitu akrab di telinga, nama batik Tanah Liek kembali mendapat perhatian di Gelar Batik Nusantara yang diselenggarakan oleh Yayasan Batik Indonesia mulai 8 hingga 12 Mei 2019. 

Setelah hampir punah, pengalaman pribadi serta semangat seorang Wirda Hanim telah membawa batik Tanah Liek kembali bersaing dengan batik dari daerah lainnya. 

"Tahun 1995 kami melihat acara adat di kampung, di mana kain yang dipakai sudah kusam, sobek, saking tuanya. Di situ saya bertanya dan menjawab sendiri, berarti kain ini sudah tidak diproduksi. Di situ lah timbul niat saya untuk melestarikan kain tersebut," ujar Wirda di Jakarta Convention Center, Senayan, Jakarta Selatan, Kamis, 9 Mei 2019. 

Pemilik merek batik Tanah Liek ini mengaku tak memiliki keahlian di bidang batik, namun keinginannya untuk melestarikan batik telah membawanya keliling ke daerah perajin batik yang ada di Jawa untuk menemukan pewarnaan yang tepat.

Sayang usaha, serta uang yang dikeluarkan dari kantongnya pribadi tersebut tak membuahkan hasil. Hingga akhirnya Wirda kembali ke Sumatera dan melakukan percobaan pewarnaan untuk mendapat warna khas batik ini. 

"Saya eksperimen-eksperimen, dengan adonan pewarna, setelah itu saya mendapatkan warnanya agak cokelat. Kurang puas dengan warnanya, saya ke Solo, tapi mereka dari bahan kimia, Pekalongan juga,” kata dia.

“(Akhirnya) saya bertanya ke kampung saya, katanya warna liek dasarnya warna tanah, motifnya tumbuh-tumbuhan, dari gambir, pinang, macam-macam katanya. Di situ lah saya mengembangkan batik dengan cara yang sangat susah, memakan waktu panjang dan uang yang sangat banyak," tuturnya. 

Wirda menceritakan mengapa untuk mendapat warna tanah ini cukup sulit, karena tanah memiliki warna yang berbeda-beda, dan untuk mendapat warna yang diinginkan perlu beberapa kali pencelupan. "Satu lembar bisa sebulan setengah, sampai dua bulan," kisahnya. 

Sempat menghilangnya generasi penerus batik Tanah Liek ini, menurut Wirda, karena tidak adanya proses regenerasi dari perajin batik sebelumnya. Hingga akhirnya setelah hampir ratusan tahun batik tersebut sudah hampir punah saat ditemukan oleh Wirda. 

"Saking cinta, enggak tahu ya saya bersemangat, padahal saya enggak punya uang banyak. Saya pakai uang pinjaman sebanyak Rp20 juta, itu pun hancur, saya hampir berpikir untuk berhenti, tapi saya pikir lagi, ya sudah saya coba lagi bagaimana hasilnya nanti sampai saya puas," kata Wirda.

Harga batik Tanah Liek berkisar Rp300 ribu hingga Rp6 juta.