Aplikasi Belajar Online, Pintar di Genggaman Tangan

sorot sosial media - akses internet - smartphone
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Arif Firmansyah

VIVA – Hampir setengah jam Alfi Syahar, menatap layar gawai di tangannya. Matanya nyaris tak berkedip dan raut wajahnya terlihat sangat serius. Tak lama kemudian ia beralih dari gawai ke tumpukan buku pelajaran yang ada di hadapannya.

Dengan waktu Ujian Nasional (UN) yang semakin dekat, pelajar kelas 3 SMA itu seharusnya tidak terganggu oleh gawai. Tapi, selama beberapa hari terakhir, gawai sudah menjadi bagian dari proses belajarnya. Bukan untuk melepas stres dengan bermain game, melainkan di gawai itulah ia menonton video tutorial yang ada di aplikasi belajar.

"Iya belajarnya lebih enak, ada banyak soal yang jadi lebih mengerti setelah lihat video," ujarnya kepada VIVA di sela waktu belajarnya.

Belakangan aplikasi belajar semakin banyak bermunculan. Salah satu yang kini populer adalah Ruangguru dan Quipper. Bahkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI juga meluncurkan aplikasi serupa bernama Rumah Belajar.

Bagi Alfi, kehadiran aplikasi belajar menjadi solusi efektif memahami pelajaran lebih mendalam dari apa yang didapat di kelas. Apalagi aplikasi bisa diaksesnya di mana saja dan kapan saja.

Pendapat ini pun disetujui oleh psikolog dan pendidik Najeela Shihab. Alih-alih melihat materi pembelajaran dalam bentuk teks, video yang disertai animasi seperti yang dibuatnya dalam program Ini Budi, bisa sangat meningkatkan pemahaman siswa.

Keuntungan lainnya, teknologi melalui aplikasi atau fitur edukasi digital membuat belajar menjadi jauh lebih murah dibanding dengan membeli buku. "Teknologi jelas ada gunanya," kata wanita yang punya sapaan akrab Ela ini.

Di samping itu, aplikasi belajar juga punya kelebihan, di mana siswa bisa memilih materi belajar yang sesuai dengan minat dan tingkat kemampuannya. Dengan begitu, siswa pun jadi semakin termotivasi.

Tak heran jika Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, dan Pendidikan Masyarakat Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Harris Iskandar memprediksi, aplikasi belajar ini akan menjadi tren di masa mendatang.

"Sekarang memang sedang eranya e-commerce, setelah itu settle baru nanti gilirannya e-education atau e-training. Prediksi saya tidak akan lama lagi, satu-dua tahun e-education itu akan sangat mewabah," kata dia.

Tak Akan Gantikan Peran Guru

Menurut Ela, teknologi memang sudah harus ada di dalam pendidikan. Tapi, teknologi hanyalah salah satu alat bantu, bukan menjadi solusi tunggal permasalahan pendidikan.

Sebabnya, proses pendidikan itu kompleks. Untuk mencapai kompetensi siswa, dibutuhkan pendidikan karakter, siswa harus bisa memahami konteks pelajaran dan kebudayaan, dan memecahkan masalah langsung di lapangan. Begitu juga teknologi tak akan menggantikan peran guru dan interaksi yang terjadi di antara guru dan siswa.

"Keduanya saling melengkapi. Biarpun ada artificial intelligent, automatic piloting, peran manusia enggak akan bisa hilang untuk fungsi-fungsi yang kompleks dan luhur," ujar Ela.

Jika para guru bisa menjalankan perannya secara utuh, seperti menjalin hubungan yang personal dengan masing-masing anak, menumbuhkan potensi di tiap anak, dan menjadi teladan di kehidupan anak, mereka tidak perlu khawatir akan digantikan oleh teknologi.

Demikian juga dengan peran orangtua. Meski fitur edukasi digital membuat anak bisa mandiri belajar, keterlibatan orangtua tetap dibutuhkan. Apalagi interaksi anak dengan teknologi lebih sering di rumah daripada sekolah karena ada pembatasan internet atau larangan membawa gawai.

Karena itu, orangtua pun dituntut untuk terus memperbarui diri atau update, tahu mengenai teknologi digital, dan terlibat.

"Kebanyakan orangtua merasa anaknya lebih jago soal teknologi, jadi mereka cenderung merasa enggak perlu terlibat. Padahal masih perlu terlibat," imbuh Ela.