Empat Remaja Putri yang Menginspirasi Dunia

Greta Thunberg, Emma Gonzalez, dan Malala Yousafzai, tiga aktivis muda yang dianggap membantu melakukan perubahan besar. - Getty Images
Sumber :
  • bbc

Generasi baru aktivis muda menjadi bukti bahwa banyak remaja yang peduli dengan isu-isu sosial, politik, dan lingkungan.

Tidak hanya peduli, mereka juga mengambil langkah nyata untuk melakukan perubahan dan tidak berlebihan jika mereka dianggap sebagai remaja yang menginspirasi dunia.

Berikut empat remaja putri yang dinilai layak menyandang predikat tersebut.

Greta Thunberg

Aktivis muda yang lahir di Swedia pada 2003 ini dikenal lantang bersuara, mengajak orang-orang untuk peduli dengan perubahan iklim.

Pada 2018 ia melahirkan gerakan mogok sekolah setelah ia menggelar aksi protes sendirian di tangga di kompleks gedung parlemen Swedia di Stockholm pada bulan Agustus.


Greta Thunberg (kanan) saat menggelar pertemuan membahas perubahan iklim bersama sejumlah anggota parlemen Inggris. - Getty Images

Sejak itu, lebih dari satu juta siswa bergabung ke gerakan yang ia pimpin, dengan cara meninggalkan ruang-ruang kelas untuk berunjuk rasa, meminta semua pihak untuk mengambil langkah nyata mengatasi masalah-masalah yang ditimbulkan oleh perubahan iklim.

"Para pemimpin kita bertindak seperti bocah. Karenanya, kita harus mengambil tanggung jawab, yang mestinya menjadi pekerjaan mereka," kata Thunberg dalam pertemuan puncak perubahan iklim yang digelar PBB pada 2018.

"Kita harus menyadari apa yang telah dilakukan oleh generasi terdahulu dan dampak buruk yang mereka timpakan ke kita. Mereka mewariskan kekotoran dan kita yang harus membersihkannya. Suara kita ini harus mereka dengarkan," kata Thunberg.

Ia beberapa hari lalu bergabung dengan aktivis lingkungan yang menggelar aksi dengan menutup titik-titik penting di pusat kota London. Ia juga menyampaikan pidato di depan para anggota parlemen Inggris.

Malala Yousafzai

Ketika ia berusia 11 tahun, Malala Yousafzai menulis dengan nama samaran tentang kehidupan sehari-hari di bawah kekuasaan Taliban dan tulisan-tulisan ini diunggah di internet.

Tulisan ini menarik perhatian banyak pihak yang membuatnya berani untuk menyuarakan pentingnya anak-anak perempuan diberi kesempatan untuk mengenyam pendidikan. Namun popularitas dan kampanye pendidikan yang ia gulirkan membuatnya menjadi sasaran.

Yousafzai ditembak saat berada di atas bus yang membawanya pulang dari sekolah. Peluru menghantam kepalanya.


Malala Yousafzai adalah penerima Hadiah Nobel Perdamaian paling muda dalam sejarah. - Getty Images

Upaya pembunuhan tak membuatnya surut mengampanyekan perlunya pendidikan bagi anak-anak perempuan. Fotonya dipasang di sampul majalah TIME dan pada 2014 ia tercatat sebagai penerima Hadiah Nobel Perdamaian paling muda dalam sejarah.

"Penghargaan ini bukan hanya untuk saya. Ini bagi anak-anak yang terlupakan, yang menuntut agar bisa mengenyam pendidikan," kata Yousafzai.

"Ini untuk anak-anak yang ketakutan, yang menginginkan perdamaian. Ini untuk anak-anak yang suaranya dirampas, yang menginginkan perubahan.

"Saya berdiri di sini memperjuangkan hak-hak mereka, berdiri di sini mewakili mereka agar suara mereka didengar," kata Yousafzai.

Emma Gonzalez

Pada Februari 2018, seorang laki-laki bersenjata menyerbu Marjory Stoneman Douglas High School di Parkland, Florida, Amerika Serikat, menyebabkan 17 orang meninggal dunia.

Alih-alih larut dalam kedukaan, para remaja yang selamat dari penembakan melakukan kampanye nasional dengan tujuan mengakhiri kekerasan bersenjata.

Emma Gonzalez, yang saat itu berusia 18 tahun, menjadi salah satu pemimpin gerakan dan ikut mendirikan kelompok yang mengampanyekan perlunya peraturan untuk membatasi senjata, Never Again MSD.

Sebulan kemudian, ia menyampaikan pidato yang sangat menyentuh dalam aksi di Washington, D.C. dengan menyebut nama-nama rekannya yang tewas dalam penembakan dan kemudian tidak mengeluarkan sepatah kata pun selama empat menit, waktu yang diperlukan bagi penyerang untuk menembak rekan-rekannya di Marjory Stoneman Douglas High School.


Emma Gonzalez menyampaikan pidato yang sangat menyentuh di Washington, D.C. setelah penembakan di sekolahnya yang menewaskan 17 siswa. - Getty Images

Setelah penembakan ini dan kampanye yang dilancarkan Gonzalez dan kawan-kawannya, para anggota parlemen di Florida meloloskan peraturan, yang isinya antara lain menaikkan usia minimum bagi yang ingin membeli senjata dari 18 menjadi 21 tahun.

Diputuskan pula jeda pengiriman tiga hari setelah senjata dibeli dari toko resmi. Jeda diperlukan agar ada waktu yang cukup untuk melakukan pengecekan latar belakang orang yang membeli senjata.

Amika George

George adalah figur sentral gerakan yang menyediakan produk-produk menstruasi untuk para remaja putri di Inggris.

Ia melakukan kampanye setelah satu lembaga sosial yang menyediakan produk menstruasi bagi anak-anak perempuan di Afrika mengalihkan distribusi produk ini ke Leeds, Inggris, karena di kota ini ada anak-anak yang tak bisa membeli pembalut.

Ia berusia 17 tahun ketika mendirikan #FreePeriods. Ini adalah gerakan yang berhasil menggalang dukungan tak kurang dari 2.000 orang, semuanya berpakaian merah, untuk berdemonstrasi di depan kantor perdana menteri di London, mendesak pemerintah membantu anak-anak perempuan yang tak bisa membeli produk menstruasi.

Gerakan ini membuahkan hasil. Pada Maret 2019, pemerintah mengumumkan dana untuk menyediakan produk menstruasi secara cuma-cuma di semua sekolah dan perguruan tinggi.

George mengatakan gerakan #FreePeriods membuktikan bagaimana suara kesal seorang remaja bisa mengubah keputusan politik melalui aktivisme. Ini mengatakan gerakannya banyak terbantu dengan kekuatan internet dalam menggalang dukungan.