IDI Ungkap Penyebab Banyak Dokter Umum Digaji Sangat Rendah

Ilustrasi dokter.
Sumber :
  • www.pixabay.com/jennycepeda

VIVA – Permasalahan gaji dokter yang dinilai sangat kecil kini tengah menjadi perbincangan. Sebuah survei yang dikeluarkan Junior Doctor Network (JDN) Indonesia pada 1-30 Agustus 2018 menyebutkan bahwa gaji dokter umum di tempat kerja utama Indonesia yang masih di bawah Rp3 juta per bulan mencapai 26,24 persen.

Bahkan dari data yang sama, tercatat sebanyak 8,89 persen dokter masih bergaji di bawah Rp1,5 juta per bulan. Soal itu, Ikatan Dokter Indonesia (IDI) buka suara.

Ketua Umum IDI dr. Daeng M. Faqih, SH, MH membenarkan bahwa masih banyak dokter umum di sejumlah daerah dengan gaji sangat rendah. Menurutnya, rendahnya gaji dokter umum ini disebabkan kekosongan standar kompensasi atau reward bagi dokter.

"Gaji pokok plus jatah pembagian kapitasi BPJS, kalau hanya itu ya enggak seberapa," katanya saat berbincang dengan VIVA, Senin, 21 Januari 2019.

Permasalahan gaji rendah dokter umum, lanjut Daeng, sudah terjadi sejak lama. Namun, sebelum era Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), dokter umum masih terhibur dengan adanya praktik sore. Tapi, dengan jumlah peserta JKN yang hampir meliputi seluruh penduduk Indonesia, praktik sore atau pribadi sudah jarang ditemui lagi.

Daeng mencontohkan, untuk dokter Golongan III biasanya hanya mendapat gaji pokok dari rumah sakit ditambah dengan pembagian BPJS yang besarnya hanya Rp500 ribu atau Rp1 juta. Kalau pun ada yang mendapat di atas Rp1 juta, jumlahnya pun sangat sedikit.

"Kami hanya berdoa semoga daerah setempat berbaik hati memberi insentif. Kalau kasih insentif, itu masih bagus. Kalau tidak dikasih, ya seperti itu dapatnya," imbuh Daeng.

Langkah advokasi sudah dilakukan oleh IDI bersama Kementerian Kesehatan RI agar Kementerian Keuangan bisa meloloskan standar gaji untuk para dokter umum. Standar ini juga diharapkan bisa diterapkan untuk tenaga kesehatan lainnya, seperti perawat dan bidan.

Menurut rekomendasi IDI, seharusnya gaji dokter umum saat ini mencapai Rp15-17 juta per bulan.

"Ini yang kami perjuangkan. Minimal ada standar terlebih dahulu. Kalau ada standar untuk dokter, perawat dan bidan, swasta juga akan mengikuti," kata Daeng.(nsa)