Menkes Minta Orang Tua Perhatikan Kesehatan Mental Remaja

Ilustrasi remaja
Sumber :
  • Pixabay/ wokandapix

VIVA – Bagi masyarakat Indonesia, kesehatan mental masih sering dianggap hal yang sepele, terlebih pada remaja. Padahal, Indonesia akan melalui tahapan bonus demografi, di mana besarnya penduduk usia produktif akan meningkat pada tahun 2025-2035. Artinya remaja harus disiapkan kesehatannya tak hanya fisik, juga mental. 

Sekretaris Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat dr. Eni Gustina, MPH mengatakan untuk mengatasi masalah kesehatan mental harus diintervensi dengan memberikan remaja ruang berbicara yang lebih luas. Dalam keluarga misalnya, orang tua perlu banyak berkomunikasi dengan anak agar segala masalah yang sedang dihadapinya bisa dibicarakan kepada orang tua.

“Masalah kesehatan mental itu butuh intervensi dengan lets talk, silakan bicara. Dia punya masalah tapi tidak tahu mesti cerita ke mana, ke siapa. Jadi kita berikan konseling, mengajak orang-orang kalau dia ada masalah, dia bisa bicara ke temannya,” ungkap Eni dalam siaran persnya. 

Ia mengatakan, bahwa stres menjadi salah satu masalah kesehatan mental. Di samping itu,  orang tua juga terlalu sibuk bekerja sehingga tidak terlalu memikirkan kondisi anak.

“Banyak orang tua yang sibuk bekerja yang kadang komunikasi dengan pesan tulisan, kalau begitu kapan dia bisa berkonsultasi dengan orang tuanya,” kata dr. Eni.

Salah satu upaya pencegahan, Kemenkes bekerjasama dengan Kemendikbud dalam memberikan konseling kepada para murid di sekolah. Tahun ini guru-guru bimbingan konseling (BK) dilatih dalam hal peningkatan kemampuan konseling bagi siswa ajarnya.

Di samping itu, agar Indonesia mendapatkan bonus demografi, remaja Indonesia harus memiliki keterampilan Hidup sehat atau yang disebut dengan Pendidikan Keterampilan Hidup Sehat (PKHS). 

PKHS merupakan keterampilan dalam mengenali karakter diri sendiri, mampu berempati, mampu menentukan pilihan terbaik, menyelesaikan masalah secara konstruktif, berpikir kritis dan kreatif, mampu dan berani menyampaikan gagasan, memiliki kemampuan interpersonal yang baik, mampu mengendalikan emosi dan mengatasi stres.

“Jika kemampuan PKHS ini dimiliki setiap remaja maka mereka dapat memberikan keputusan yang tepat dalam tiap tindakan termasuk dalam menolak ajakan perilaku berisiko,” kata dr. Eni.