Kisah Pilu, Ketika Buah Hati Terlahir dengan Kelamin Ganda

- BBC
Sumber :
  • bbc

Ketika dokter membubuhkan tanda tanya dalam kolom jenis kelamin di dokumen kelahiran anaknya, Catherine mengajukan gugatan ke pengadilan tinggi Kenya. Ini mengubah cara pandang negeri itu tentang anak-anak interseks, atau anak tanpa kelamin yang jelas.

Catherine (bukan nama sebenarnya) melahirkan anaknya tahun 2009 di sebuah rumah sederhana di Nairobi, Kenya.

Saat anaknya berumur lima hari Catherine merasa ada yang salah di area genitalia. Berdasar rekomendasi sepupunya, ia pun membawa si bayi ke rumah sakit setempat.

Hari berikutnya Catherine dan suaminya pergi ke dokter yang segera merujuk mereka ke Rumah Sakit Nasional Kenyatta, rumah sakit terbesar di Kenya.

Diagnosa rumah sakit membuat pasangan itu terkejut. Si bayi dinyatakan sebagai terlahir dengan kondisi interseks. Ia memiliki alat kelamin laki-laki dan perempuan sekaligus. Di dokumen di kolom isian jenis kelamin, dokter membubuhkan tanda tanya.

"Sesudah kembali dari Kenyatta bersama laporan dokter, suamiku mulai menarik diri dariku," kata Catherine. Mereka mulai bertengkar.

Suaminya mulai menuduh Catherine, berkata bahwa tak ada di keluarganya yang punya riwayat demikian.

Lalu si suami menolak menghadiri konsultasi anaknya dengan dokter. Bagi Catherine, tampaknya ia akan ditinggalkan sendirian mengurus anaknya itu dan ia mulai ketakutan dengan kemungkinan itu.

"Saya merasa sendirian dan bingung. Satu hari saya membeli racun tikus, untuk membunuh diri saya dan si bayi. Saya campur racun itu ke makanan."


- BBC

Namun saat-saat terakhir ia mengurungkan niatnya dan lari ke gereja untuk bicara dengan pendeta. Si pendeta berkata Catherine tak sendirian dan anaknya bukan penyimpangan ataupun kutukan.

Catherine pun memutuskan. Sebulan umur bayinya, ia meninggalkan suaminya dan pindah ke rumah keluarga kakaknya. Beberapa pekan setelah melahirkan dan tak punya penghasilan, Catherine kemudian kembali bekerja.

Satu hal yang megkhawatirkannya adalah usulan bahwa anaknya harus menjalani pembedahan korektif.

"Dokter bilang kepada saya, hormon laki-laki anak saya lebih kuat daripada hormon perempuan dan kami seharusnya melakukan pembedaan untuk menjahit vaginanya dan memberi hormon laki-laki."

Ia sempat lama menolak ide itu, tapi sekitar setahun umur si bayi, Catherine memberi persetujuan, yang ia aggap yang terbaik si bayi. Namun ia kemudian menyesali keputusannya.

Masalah kedua adalah dengan akta kelahiran. Di Kenya, akta kelahiran harus mencantumkan jenis kelamin anak, tapi yang dimiliki oleh Catherine adalah formulir rumah sakit dengan tanda tanya di kolom jenis kelamin anaknya.

Ini artinya akta kelahiran tak bisa dibuat, maka berarti kartu identitas dan paspor juga tak bisa dibuat. Catherine sadar tanpa dokumen-dokumen ini anaknya tak bisa didaftarkan ke sekolah, dan saat dewasa nanti, tak bisa ikut memilih dalam pemilu.

Dari seorang rekan kerjanya, akhirnya Catherine bertemu dengan John Chigiti, seorang yang mungkin bisa menolongnya. Di tahun 2010, John Chigiti dikenal di Kenya sebagai pengacara yang mendampingi Richard Muasya, seorang interseks yang berkali-kali dilecehkan di penjara laki-laki.

Pengadilan menolak permohonan Muasya untuk dipindahkan ke penjara perempuan, tetapi dari sini Chigiti berhasil memperoleh reputasi sebagai pengacara yang simpatik terhadap interseks.

Kelahiran anak interseks di Kenya kerap dipandang sebagai kutukan atau pertanda buruk oleh keluarga. Banyak dari mereka yang dibunuh saat masih bayi.

Catherine ingin tiga hal terkait anaknya: kartu identitas agar anaknya bisa sekolah, hukum untuk mencegah pembedahan korektif anak interseks kecuali ada kebutuhan medis serta dukungan informasi dan psikologis bagi orangtua anak interseks.

Chigiti setuju untuk menjadi pengacara Catherine secara pro bono dengan bantuan sebuah lembaga swadaya masyarakat setempat. Mereka lalu mengajukan gugatan ke Pengadilan Tinggi Kenya sebelum akhir tahun 2010.

Untuk melindungi identitas si bayi, Catherine memanggilnya Bayi A, maka kasus ini kemudian dikenal sebagai Bayi A Vs. Jaksa Agung, Rumah Sakit Nasional Kenyatta dan Kantor Catatan Kelahiran dan Kematian.

Dalam sebuah keputusan penting di tahun 2014, pengadilan memutuskan agar pemerintah menerbitkan akta kelahiran untuk Bayi A yang saat itu berumur lima tahun.

Sebagai tambahan, pengadilan juga memerintahkan Jaksa Agung untuk membuat gugus tugas untuk mencari jalan guna menyediakan dukungan lebih baik bagi anak-anak interseks.

Gugus tugas ini memberi rekomendasi kepada Jaksa Agung pekan ini. Rekomendasinya termasuk menunda pembedahan sampai si anak bisa memilih sendiri jenis kelamin mereka. Mereka juga mengadakan survei tentang jumlah orang interseks di Kenya.

"Salah satu rekomendasi penting adalah memiliki `I-marker`, di mana tanda interseks bisa diletakkan di dalam dokumen publik," kata Mbage Ng`ang`a, Kepala Komisi Reformasi Hukum Kenya yang memimpin gugus tugas itu. "Selama ini negara hanya mengakui laki-laki dan perempuan dalam dokumentasi resmi."


- BBC

Sejumlah negara mengakui gender ketiga dan itu bisa didaftarkan ke dokumen resmi, sesudah identitas gender mereka menjadi jelas. Rencana gugus tugas ini berbeda, yaitu mengarah kepada jenis kelamin ketimbang gender, dan bisa mendaftarkan anak yang baru lahir sebagai `interseks`.

Mbage Ng`ang`a mengatakan anggota parlemen menunjukkan dukungan kuat untuk rekomendasi ini dan tahun 2019 akan membawa perubahan banyak bagi orang-orang interseks, dan ini berkat kasus Bayi A.

Kini Catherine bertahan hidup dengan membuat dan berjualan sabun. Keluarga dekatnya paham sejarah Bayi A dan mendukungnya.

Catherine membesarkan Bayi A - kini umurnya 10 tahun - sebagai laki-laki. Ia bertanya-tanya apakah itu keputusan yang tepat. Bayi A tampak tak nyaman sebagai laki-laki, katanya. Catherine khawatir anaknya akan jadi penyediri. Catherine punya pesan bagi orang tua: "jika anda punya anak interseks, biarkan mereka memutuskan sendiri ketika mereka sudah dewasa."

Ilustra s i oleh Rebecca Hendin