Perkembangan Seks Terhambat, Waspada Thalasemia

Ilustrasi thalasemia.
Sumber :
  • Freewallpaper

VIVA – Talasemia merupakan penyakit kelainan darah yang terjadi secara genetik atau diakibatkan oleh keturunan. Talasemia datang bukan tanpa gejala, biasanya ditandai dengan beberapa tanda salah satunya perkembangan seks sekunder yang terhambat pada anak.

Dokter Spesialis Anak, RSCM dr. Teny Tjitra Sari, Sp.A. (K) mengatakan seseorang perlu dicurigai talasemia jika menunjukkan tanda dan gejala seperti pucat kronik, kuning, perubahan bentuk wajah, perut membesar, dan kulit semakin menghitam. Selain itu, tinggi badan tidak seperti teman sebaya, dan pertumbuhan seks sekunder yang terhambat.

"Selain itu, biasanya didapatkan riwayat transfusi rutin pada anggota keluarga besar," ujarnya saat seminar Hari Talasemia Sedunia, di Gedung Kemenkes, Jakarta, Senin 20 Mei 2019.

Adapun tanda-tanda seks sekunder pada remaja laki-laki antara lain terjadi perubahan suara, tumbuhnya jakun, penis dan buah zakar bertambah besar, terjadinya ereksi dan ejakulasi, badan berotot, tumbuhnya kumis, cambang dan rambut di sekitar kemaluan dan ketiak.

Pada remaja putri ditandai dengan payudara membesar, pinggul melebar, dan tumbuhnya rambut di ketiak dan sekitar kemaluan. Perubahan fisik juga dapat dilihat dari perubahan kejiwaan. Secara emosi, remaja lebih sensitif seperti mudah menangis, cemas, frustasi, dan tertawa. Kemudian secra intelegensia, remaja mampu berpikir abstrak, dan senang memberikan kritik.

Berdasarkan gejalanya, talasemia terbagi menjadi talasemia mayor, talasemia intermedia, dan talasemia minor atau karier atau pembawa sifat. Pasien dengan talasemia mayor membutuhkan transfusi rutin seumur hidupnya, biasanya setiap empat minggu sekali. 

Pasien dengan talasemia intermedia juga membutuhkan transfusi, tetapi tidak sesering thalassemia mayor. Sementara itu, pasien dengan talasemia minor umumnya tidak menunjukkan gejala dan tidak membutuhkan transfusi.

Pengobatan suportif yang diberikan pada pasien talasemi, tambah Teny, bertujuan untuk mengatasi gejala-gejala yang muncul. Transfusi rutin seumur hidup, pemberian kelasi besi, dan dukungan psikososial merupakan tatalaksana utama untuk pasien thalasemia.

"Sampai saat ini, pengobatan talasemia di Indonesia masih bersifat suportif, belum sampai pada tingkat penyembuhan," katanya.(ldp)