Kemenkes dan BPJS Kesehatan Bahas Penyesuaian Iuran

Menteri Kesehatan Nila Moeloek (kiri) bersama Dirut BPJS Kesehatan Fachmi Idris (kanan) bersiap menyampaikan keterangan pers di kantor Kementerian Kesehatan, Jakarta
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto

VIVA – Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan melakukan audiensi dengan Menteri Kesehatan Nila F Moeloek pada Jumat, 14 Juni lalu. Audiensi tersebut terkait dengan bauran kebijakan untuk program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS).

"Saat bertemu menkes, kami memohon dukungan beberapa regulasi terkait bauran kebijakan untuk program JKN-KIS," ujar Kepala Humas BPJS Kesehatan, M. Iqbal Anas Ma'ruf, di Jakarta, Minggu 16 Juni 2019.

Beberapa bauran kebijakan yang mendorong efektivitas pembiayaan pelayanan kesehatan dan membutuhkan koordinasi dengan Kementerian Kesehatan seperti implementasi Kapitasi Berbasis Komitmen Pelayanan serta Norma Kapitasi, Pemanfaatan Dana SILPA, revisi kelas rumah sakit, program rujukan dan rujuk balik serta perubahan regulasi terkait pengaturan pelayanan kesehatan.

Menurut Iqbal sejumlah regulasi yang saat ini perlu dioptimalkan dan membutuhkan dukungan dari Kementerian Kesehatan adalah optimalisasi pencegahan fraud (Permenkes No. 36 Tahun 2015), Izin Praktik Dokter, (Pasal 31 Permenkes No. 2052 Tahun 2011), serta implementasi iuran biaya (cost sharing) berdasarkan regulasi Kementerian Kesehatan, implementasi tentang koordinasi manfaat untuk jaminan sosial terkait kecelakaan kerja, penyakit akibat kerja dan kecelakaan lalu lintas.

"Dalam diskusi yang berkembang terdapat usulan bahwa, selain kendali mutu kendali biaya, juga aspek iuran harus disesuaikan. Hal ini sedang dalam pembahasan di Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) sebagai pihak yang berwenang untuk mengajukan usulan penyesuaian iuran," jelas Iqbal.

Ia mengaku perlu dukungan regulasi dari stakeholder dalam mengimplementasikan strategi bauran kebijakan sebagai upaya sustainabilitas Program JKN-KIS sangat diperlukan. Strategi bauran kebijakan tersebut sebelumnya telah disepakati dalam rapat tingkat menteri (RTM).

"Terkait dengan bauran kebijakan yang telah ditetapkan dalam beberapa kali di RTM. Misalnya, Peraturan Presiden dan Peraturan Menteri, dan Peraturan BPJS Kesehatan, jadi bisa dikatakan highly regulated," ungkapnya.