Rutin 'Ceramah' Jadi Kunci Kenali Gejala Hipertensi Jas Putih

Alat periksa tekanan darah
Sumber :
  • Viva.co.id/Bimo Aria

VIVA – Rini kaget bukan main saat dokter menyebut tekanan darahnya mencapai 140/90 mmHg. Ia heran mengapa tekanan darahnya bisa meroket drastis. Padahal, tiap kali ia memeriksakan darahnya di Posyandu lansia tekanan darahnya hanya berkisar pada 100/70 mmHg. Alias masih normal.

Keheranan perempuan bernama lengkap Rini Rahayu ini sebetulnya bukanlah yang pertama. Tiap kali ia ke dokter, tekanan darahnya nyaris selalu lebih tinggi dibanding saat ia memeriksakanya di Posyandu. Tiap masuk ke ruangan, dadanya kembang kempis. Napasnya terus begemuruh ketika dokter bersiap dengan alat periksanya.

“Saya tuh memang sedikit takut kalau misal periksa ke dokter. Takut malah justru ketahuan punya penyakit yang enggak-enggak,” ungkap Ibu dua anak ini kepada VIVA.

Belakangan, ia baru tahu bahwa apa yang dialaminya lebih dikenal dengan White Coat Hypertension. Ia makin bingung dengan istilah tersebut.

“Kalau hipertensi saya tahu. Tapi kalau White Coat Hypertension benar-benar baru dengar,” kata dia.

Istilah White Coat Hypertension atau hipertensi jas  putih sebetulnya bukanlah hal yang baru di dunia medis.

Seorang profesor kedokteran di College of Physicians and Surgeons, Pusat Medis Universitas Columbia di New York City, Thomas G. Pickering menggunakan istilah tersebut untuk menggambarkan kondisi saat pembacaan tekanan darah pasien lebih tinggi, ketika diambil di fasilitas kesehatan dibandingkan ketika diambil di tempat lain, seperti di rumah.  Kondisi itu merupakan respons stres yang dipengaruhi oleh tenaga medis.

Kondisi ini lebih sering terjadi pada wanita, orang dewasa tua, bukan perokok, wanita hamil dan orang yang baru didiagnosis dengan hipertensi ringan lewat pemeriksaan tekanan darah di fasilitas kesehatan. 

Kabar buruknya, mereka yang mengalami hipertensi jas putih memiliki peningkatan risiko untuk menderita tekanan darah tinggi yang menetap. Jumlah kejadian tekanan darah tinggi menetap pada pengidap hipertensi jas putih lebih tinggi dibandingkan orang dengan tekanan darah normal, yakni 46,9 persen berbanding 22,3 persen.

Sebuah penelitian yang diterbitkan di Journal of American College of Cardiology menemukan bahwa orang yang menderita hipertensi jas putih juga lebih mungkin mengalami penyakit kardiovaskular. 

Studi lainnya yang dipimpin oleh para peneliti dari Penn Medicine, yang diterbitkan dalam Annals of Internal Medicine, mengungkapkan bahwa pasien dengan hipertensi jas putih yang tidak diobati, bukan hanya memiliki risiko tinggi penyakit jantung, tetapi mereka dua kali lebih mungkin meninggal akibat penyakit jantung daripada orang-orang. dengan tekanan darah normal.

"Studi menunjukkan bahwa sekitar satu dari lima orang dewasa mungkin memiliki hipertensi jas putih. Temuan kami menggarisbawahi pentingnya identifikasi orang dengan kondisi ini," kata asisten profesor di divisi Renal-Elektrolit dan Hipertensi dan sarjana senior di Pusat Epidemiologi Klinik dan Biostatistik Jordana B. Cohen, MD, MSCE, yang merupakan pemimpin penulis studi itu.

Sayangnya, mendeteksi hipertensi juga tidak selalu mudah. Hipertensi atau tekanan darah tinggi sendiri terkadang masih sulit untuk dikenali. 

Dalam beberapa kasus ia tidak memiliki tanda-tanda atau gejala. Setiap tahun jumlah orang dengan hipertensi juga terus meningkat. Tak terkecuali pada milienial. 

Riset Kesehatan Dasar (riskesdas) 2018 menyatakan, prevalensi hipertensi adalah 34,1 persen dari populasi usia dewasa. Penyakit ini menjadi juga penyebab kesakitan (morbidity) dan kematian (mortality) terbanyak dunia. 

Hipertensi sendiri juga termasuk penyakit katastropik yang berkontribusi terhadap tingginya pengeluaran untuk rumah sakit, dokter dan obat-obatan, yang meningkat setiap tahun di Indonesia. BPJS Kesehatan mencatat bahwa pada 2014-2018 dana yang dihabiskan untuk penyakit katastropik mencapai Rp78,3 triliun.

Oleh karena itu cek tekanan darah rutin sangatlah disarankan. Untuk kasus hipertensi jas putih pemeriksaan Ambulatory Blood Pressure Monitoring (ABPM) sebenarnya telah menjadi standar untuk membedakannya dari hipertensi pada umumnya. 

Namun, tidak semua fasilitas kesehatan memiliki pemeriksaan ABPM. Pemeriksaan ini biasanya juga  membutuhkan biaya yang relatif mahal. Alternatif lain yang bisa dilakukan untuk mengenali hipertensi jas putih ialah dengan melakukan Cek Tekanan Darah di Rumah (Ceramah). Pemeriksaaan ini juga telah masuk dalam Konsensus Konsensus Penatalaksanaan Hipertensi 2019, yang disusun oleh Perhimpunan Hipertensi Indonesia (InaSH).

“Banyak studi menunjukkan, Ceramah memiliki nilai prognostik yang lebih baik dibandingkan hanya pemeriksaan tekanan darah di rumah sakit. Ceramah juga meningkatkan kepatuhan pasien dan mendeteksi keberadaan Masked Hypertension (hipertensi terselubung) dan Whitecoat Hypertension (hipertensi jas putih),” ungkap Anggota Dewan Pembina InaSH, Dr. dr. Yuda Turana, Sp.S, saat ditemui beberapa waktu lalu.

Kampanye Ceramah ini sebenarnya telah diluncurkan pada 2018. Menurut Managing Director, PT. OMRON Healthcare Indonesia Yoshiaki Nishiyabu, kampanye ini dilakukan mengingat cepatnya hipertensi meluas di kalangan masyarakat Indonesia. Oleh karena itu deteksi awal dan pemantauan secara berkelanjutan sangatlah penting.

“Jika tidak dirawat dan dipantau dengan baik, hipertensi dapat menyebabkan komplikasi kesehatan yang mengancam nyawa. Masyarakat dari semua kelompok umur perlu disadarkan atas bahaya hipertensi dan cara pencegahannya, termasuk pemeriksaan tekanan darah sendiri di rumah,” kata Yoshiaki Yoshiaki.

Yuda juga mengatakan bahwa Ceramah bisa menjadi kunci untuk memeriksa hipertensi jas putih karena menunjukkan hasil pengukuran tekanan darah secara periodik pada hari, pekan dan bulan yang berbeda. 

Selain itu pengukuran yang dilakukan di rumah membuat pasien merasa  familiar dan nyaman, dibandingkan di klinik atau fasilitas kesehatan yang bisa mengintimidasi. Sehingga bisa mencegah munculnya hipertensi terselubung dan hipertensi jas putih.

“Ceramah lebih nyaman bagi pasien yang butuh memantau dan mencatat pengukuran, serta menunjukkan peningkatan kepatuhan pasien terhadap terapi dan tingkat pengendalian hipertensi. Selain itu, dibandingkan pengukuran Ambulatory Blood Pressure yang hanya bertahan 24 jam, Ceramah bisa mengukur dan mendeteksi tren tekanan darah dari hari ke hari,” kata Yuda.

Di samping rutin untuk melakukan pemeriksaan tekanan darah, KGH, Ketua Umum InaSH, dr. Tunggul D. Situmorang, Sp.PD, juga sangat merekomendasikan untuk menjalani gaya hidup sehat, yakni dengan olah raga teratur, konsumsi nutrisi yang seimbang.

“Bisa dengan mengurangi asupan garam, gula, dan lemak, serta menjaga berat badan dan lingkar pinggang yang ideal, berhenti merokok, tidak minum alkohol dan menghindari stres. Dengan begitu bukan hanya tekanan darah yang bisa jadi lebih terkendali, tetapi juga faktor-faktor penyulit dan kondisi penyakit yang menyertainya (co-morbid conditions),” kata Tunggul.