Miris, Prevalensi Perokok Anak di Indonesia Meningkat

Ilustrasi merokok.
Sumber :
  • Pixabay/karosieben

VIVA – Angka perokok di Indonesia sangat mengkhawatirkan. Diketahui, Indonesia masuk di urutan ketiga perokok tertinggi di dunia, yaitu sebesar 90 juta perokok aktif dan memproduksi rokok rata-rata sebanyak 338 miliar batang setiap tahun.

Menurut  data Tobbaco Control Support Center pada 2015, konsumsi rokok rata-rata per orang per hari pada 2013, yaitu 12,3 batang atau 369 batang per bulan, atau 12-13 batang per hari per orang.

Tingginya jumlah perokok di Indonesia disebabkan akses rokok yang mudah. Hampir semua warung dan toko menjual rokok dengan harga murah dan batangan, termasuk di sekitar sekolah. Sehingga siapa pun, termasuk anak-anak dapat membeli rokok di mana saja dengan uang sakunya.

Apabila kondisi ini terus dibiarkan, maka prevalensi perokok di Indonesia akan terus meningkat. Pada 2018, prevalensi perokok anak sudah mencapai 9,1 persen. Jumlah ini jauh melebihi target RPJMN 2019 untuk menurunkan perokok anak hingga batas 5,4 persen.

Lisda Sundari, Ketua Lentera Anak, menyatakan sangat prihatin dengan peningkatan prevalensi perokok anak yang mencapai 9,1 persen.

“Peningkatan prevalensi perokok anak adalah bukti dari lemahnya pengendalian tembakau di tanah air. Indonesia, selain tidak memiliki regulasi pengendalian tembakau yang komprehensif, juga sangat lemah dalam pengawasan regulasi tersebut,” ujarnya melalui rilis yang diterima VIVA, Rabu 13 November 2019.

Lisda menegaskan, negara tidak boleh membiarkan kondisi ini terus terjadi. Negara wajib hadir dengan membuat regulasi yang komprehensif, untuk menekan prevalensi perokok anak yang terus meningkat.

Karena itu, Lentera Anak mendesak pemerintah untuk mengutamakan perlindungan anak dengan memperkuat kebijakan pengendalian tembakau komprehensif.

Regulasi ini harus mencakup pembatasan akses anak mendapatkan rokok, menaikkan harga rokok semahal-mahalnya agar rokok tidak terjangkau bagi kantong anak, dan menerapkan Kawasan Tanpa Rokok dengan tegas.

“Agar rokok tidak terjangkau kantong anak, cukai tembakau harus dinaikkan setinggi-tingginya. Sejauh ini kenaikan cukai belum signifikan dalam menaikan harga rokok,” kata Lisda.

Lentera Anak juga mendukung kebijakan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI untuk melakukan revisi terhadap Peraturan Pemerintah No. 109 tahun 2012 (PP 109/2012), tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan.

Lebih lanjut, menurut Lisda, revisi terhadap PP 109/2012, merupakan hal yang mendesak dilakukan untuk melindungi masyarakat dari dampak negatif konsumsi produk tembakau pada kesehatan, dan menurunkan  prevalensi perokok anak di Indonesia.

Kemenkes RI berencana untuk memperluas ukuran gambar peringatan kesehatan (pictoral health warning/(PHW) dari 40 menjadi 90 persen.

“Perluasan PHW menjadi 90 persen sangat penting dalam memenuhi hak masyarakat mendapatkan informasi yang benar dan mengurangi potensi munculnya bungkus rokok dengan desain-desain yang bersifat promotif,” kata dia.