Kasus Eksploitasi Seksual Anak Marak, Menteri Bintang Geram

Ilustrasi kekerasan pada anak / eksploitasi anak
Sumber :

VIVA – Kasus kekerasan dan eksploitasi pada anak masih menjadi salah satu masalah yang dihadapi Indonesia. Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Bintang Puspayoga geram dan prihatin atas peristiwa tersebut. 

Pasalnya, hampir 40 anak menjadi korban eksploitasi seksual hingga diperjualbelikan demi rupiah dengan tambahan berbagai perlakuan salah yang tidak manusiawi dari para pelaku. 

Bahkan berdasarkan data Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni PPA) per 15 Januari 2020 Periode Januari-Desember 2019, menunjukkan 9.948 kasus kekerasan terhadap anak dan 11.002 korban kekerasan terhadap Anak, dengan 7.286 korban anak perempuan dan 3.716 korban anak. 

"Saya menyayangkan peristiwa yang terjadi pada anak-anak kita. Tidak terbayang dalam benak saya, beban psikologis anak-anak karena dipaksa melakukan pekerjaan tersebut, ditambah dengan berbagai perlakuan yang tidak manusiawi yang harus diterima," ungkap Menteri Bintang.

Ia melanjutkan, bahwa pihaknya akan memastikan anak-anak korban mendapatkan pelayanan yang baik serta pelaku mendapatkan hukuman berat, maksimal sesuai perundang-undangan yang berlaku. Menteri Bintang menyatakan bahwa Pemerintah telah berupaya untuk hadir dalam memberikan pendampingan dan penanganan terhadap anak-anak korban.

"Berbagai terapi seperti terapi psikologis, psikososial dan realitas kognitif dan edukatif dari unit layanan perlindungan perempuan dan anak atau P2TP2A yang ada di daerah sudah diberikan secara intensif terhadap anak-anak korban," kata Bintang. 

Selain itu, dalam upaya menurunkan tingkat kekerasan terhadap anak maka Kemen PPPA telah menyusun Rancangan Peraturan Presiden (RPerpres) tentang peningkatan fungsi Kemen PPPA dalam memberikan pelayanan rujukan akhir tingkat nasional. 

Menteri Bintang juga menuturkan perkembangan dan kemudahan dan teknologi semakin membuka lebar risiko dan tantangan dalam memerangi kejahatan seksual dan perdagangan anak melalui media online. 

"Teknologi yang digunakan oleh oknum tidak bertanggung jawab sebagai media melakukan kejahatan semakin berkembang dan bervariatif sehingga berdampak pada kompleksitas penegakan hukum," kata dia. 

Hal ini tentunya menuntut respon dan tanggung jawab semua pihak untuk menyelesaikan isu ini bersama-sama. Oleh karena itu, diperlukan kerjasama semua pihak, baik pemerintah dalam hal ini Kementerian/Lembaga, Pemerintah Daerah, Aparat Penegak Hukum, Media, Industri Teknologi untuk bersama-sama memerangi eksploitasi seksual dan perdagangan anak melalui media online. 

"Selain itu, kita juga harus meningkatkan kepedulian masyarakat melalui literasi digital khususnya bagi orangtua dan anak untuk mampu menyadari dan melindungi diri dari resiko eksploitasi seksual secara online," ujar Bintang.