Penampakan Aokigahara Jukai, Hutan Bunuh Diri di Jepang

Aokigahara Jukai atau Hutan Bunuh Diri di Jepang
Sumber :
  • istmewa

VIVA – Jepang terkenal dengan masyarakatnya yang gigih dalam bekerja. Karena hal inilah, tingkat stres di Jepang cukup tinggi. Tak heran makanya, jika banyak orang Jepang mudah depresi hingga memutuskan untuk bunuh diri. Tapi tahukah kamu, karena banyak orang Jepang yang melakukan bunuh diri, mereka punya tempat khusus untuk mengakhiri hidup?

Ya, di Jepang, ada sebuah hutan yang terkenal sebagai tempat bunuh diri paling populer. Terletak di kawasan kaki Gunung Fuji, hutan ini disebut dengan nama Aokigahara Jukai atau hutan bunuh diri.

Tempat ini sangat terkenal. Bahkan saat melakukan perjalanan ke Jepang bersama Smartfren International Roaming-- Japan Experience, VIVA berkesempatan melihat dari dekat bagaimana penampakan hutan tersebut.

Meski tidak masuk lebih jauh ke dalam hutan, kisah tentang Aokigahara Jukai dan bagaimana bunuh diri menjadi perilaku yang banyak dilakukan orang Jepang sempat diceritakan oleh pemandu wisata yang ikut bersama kami dalam perjalanan Japan Experience. Aokigahara disebut juga "hutan lautan pohon" dan "lautan pohon gunung Fuji". Disebut demikian karena jika angin meniup pepohonan di sana terlihat seperti keadaan ombak di laut. Usia hutan ini diperkirakan sekitar 1200 tahun. Hutan ini dikenal sebagai tempat bunuh diri populer di Jepang.

"Banyak orang bunuh diri karena kerja stres. Orang-orang di Jepang terlalu mandiri. Bahkan suami istri belum tentu tidur bareng. Para suami di Jepang, dia enggak mau istrinya pulang kerja lalu diganggu dengan ajakan bercinta, sehingga biasanya kasurnya terpisah," terang pemandu wisata dari Antavaya, Fora yang ikut dalam perjalanan bersama kami.

Enggak cuma itu, tabiat orang-orang di Jepang juga cukup unik. Saat berpacaran, mereka belum tentu bertemu dengan calon mertua dengan cepat. Biasanya pertemuan antar keluarga baru dilakukan setelah mereka benar-benar akan menikah. Sehingga, terkadang, baru tahu sifat asli pasangan dan keluarga setelah menikah. Dan tak jarang, hal ini membuat mereka stres. "Jadi seperti beli kucing dalam karung."

Bukan cuma itu, stres di Jepang tinggi bukan cuma karena pekerjaan. Anak sekolah di Jepang juga rentan mengalami stres. "Sekolah juga bikin stres. Biaya hidup di Jepang tinggi. Banyak juga orang Jepang yang enggak mau nikah, makanya banyak orang Jepang mudah depresi dan terpicu bunuh diri. Untuk mengusir sepi, biasanya mereka memelihara anjing," kata Fora.

Dan ada alasan khusus, mengapa hutan jadi tempat bunuh diri yang aman. Fora pun menjelaskan, banyak cerita orang Jepang mengungkap, jika bunuh diri dilakukan di tempat umum seperti rel kereta, akan sangat menganggu kenyamanan bahkan bisa mengganggu seluruh aktivitas umum. Karena dinilai mengganggu, mereka yang bunuh diri di rel kereta, maka keluarga yang ditinggalkan harus membayar denda sangat mahal. Untuk itulah, hutan bunuh diri jadi tempat yang pas untuk mengakhiri hidup bagi mereka yang tak sanggup menjalani kehidupan. Bunuh diri di hutan juga banyak dilakukan agar tak menyusahkan keluarga yang ditinggalkan.

"Dulu memang banyak yang bunuh diri di rel kereta. Tapi karena ganggu lalu lintas, keluarganya harus ganti rugi. Jadi mereka pilih masuk ke hutan dan gantung diri," lanjut Andy yang juga pemandu wisata dari Antavaya.

Kenapa banyak orang Jepang bunuh diri di hutan? "Di hutan ini, orang yang sudah masuk ke dalam bakalan susah untuk keluar, karena hutannya sangat luas."

Hutan yang sepi di kaki Gunung Fuji ini benar-benar gelap. Jika masuk ke hutan tersebut, banyak yang sulit untuk keluar lagi jika tidak membuat jejak penanda.

Berbeda dengan kawasan-kawasan hutan wisata lain yang sering dikunjungi orang-orang, di pintu masuk Aokigahara Jukai biasanya akan ditemui papan besar yang berisi nasihat-nasihat dan kalimat persuasif untuk membatalkan niat bunuh diri. Jepang, menurut data WHO, adalah salah satu di antara sepuluh negara yang warganya gemar memilih bunuh diri. Tradisi itu bahkan ada sejak era keshogunan.