Khotbah Wukuf: Tiga Tema Pokok Haji

Naib Amirul Hajj Indonesia, KH Yahya Cholil Staquf
Sumber :
  • VIVA.co.id/Beno Junianto

VIVA – Jutaan jemaah haji dari penjuru dunia menjalankan wukuf di Arafah hari ini, Senin 20 Agustus 2018. Wukuf dilakukan dari saat tergelincir Matahari hingga terbenam Matahari. 

Wukuf di Arafah ini menjadi penanda puncak dari seluruh rangkaian ibadah haji. Pada 2018, atau 1439 Hijriah, jemaah Indonesia yang menjalankan ibadah haji tercatat 221 ribu orang.

Di Padang Arafah, jemaah haji Indonesia terbagi dalam 70 maktab. Dengan satu maktab ditempati sekitar 3.000 jemaah.

Dalam pesannya dalam khotbah wukuf di Padang Arafah, Senin, 20 Agustus 2018, Naib Amirul Hajj Indonesia, KH Yahya Cholil Staquf, mengatakan, ada tiga tema pokok dalam haji, yakni menahan
hawa nafsu (laa rafats), ‘iffah (menghindari ma’shiyat-laa fusuuq), dan kerukunan (laa jidaal). 

Sebagai sikap, Yahya menambahkan, ketiganya merupakan buah keputusan untuk memilih dengan penuh kesadaran moral dan nalar. Bukan semata-mata dorongan hasrat atau emosi. 

"Hawa nafsu mendorong kita untuk bertindak memenuhinya, tapi kita bisa memilih untuk menahan diri dan melawannya," tuturnya.

Yahya menjelaskan, terbukanya kesempatan untuk berbuat maksiat mendorong seseorang untuk melangkah dan memanfaatkan kesempatan itu. Tapi, seseorang bisa memilih untuk menjaga kehormatan dan meninggalkannya. 

Ucapan atau perbuatan yang tidak disukai dari sesama terhadap diri seseorang, mendorong untuk bertengkar dan membalas. "Tapi, kita bisa memilih untuk menahan diri, memaafkan
dan berdamai," ujarnya.

Namun, menurut dia, membuat keputusan untuk memilih yang lebih baik tidak selalu mudah. Seringkali teramat sulit, dibayang-bayangi kekhawatiran, bahkan menyakitkan.

Pendorong Kuat adalah Takwa 

Bagi orang beriman, Yahya melanjutkan, tidak ada pendorong yang lebih kuat untuk melakukannya selain takwa dan pahala Allah Subhaanahu Wa Ta’aalaa. Memilih yang lebih baik berarti lebih dekat kepada takwa dan wujud akhlak yang lebih mulia.

Segala laku fisik dalam peribadatan haji, Yahya menambahkan, baik syarat, rukun, wajib hingga sunnah, selain merupakan gambaran ketaatan mutlak kepada tuntutan agama, berfungsi sebagai kerangka lahiriah bagi kondisi mental yang perlu dibangun. 

Upaya itu agar lebih siap untuk --sekaligus ujian dalam-- melaksanakan ketiga tema pokok di atas. 

"Kita tahu bahwa kepentingan yang tumbuh atas dasar sandangan pembeda identitas, status, dan pangkat duniawi dapat menghalangi kejernihan moral dan nalar," tuturnya. 

Dengan berihram, seseorang diperintahkan untuk melucuti diri dari segala ciri pembeda dan mengenakan sandangan paling sederhana yang sama.

Semua tarbiyah Allah dalam peribadatan haji ini, Yahya mengatakan, tentunya diharapkan membekas dalam jiwa untuk seterusnya. 

Jika itu sungguh terjadi, seseorang akan tetap punya harapan bahwa umat Islam bukan hanya mampu menyelesaikan berbagai kemelut pertentangan di dalam dunia Islam. Tapi bahkan berpotensi menjadi kekuatan yang mendorong perdamaian bagi seluruh umat manusia.