Dinilai yang Terbaik, Ini Kunci Sukses Penyelenggaraan Haji Indonesia

Tabung Haji Malaysia mengundang Misi Haji Indonesia di hotelnya
Sumber :
  • Bahauddin/MCH 2019

VIVA – Sejumlah negara belajar kepada Indonesia tentang penyelenggaraan ibadah haji di Arab Saudi. Belum lama ini, Direktur Jenderal Haji Turki, Remzi Bircan menyambangi kantor Misi Haji Indonesia di Mekah, untuk belajar cara mengelola jemaah haji di Tanah Suci.

Tak hanya Turki, Malaysia juga secara khusus mengundang delegasi Misi Haji Indonesia untuk berbagi pengalaman mengelola jemaah haji. Mengingat, jumlah jemaah haji Indonesia adalah yang terbesar di dunia. Namun, jumlah jemaah yang banyak dapat diorganisir dengan sangat baik.

Keberhasilan Indonesia dalam mengelola jemaah hajinya di Tanah Suci juga mendapat apresiasi dari pemerintah Arab Saudi. Di mata mereka, jemaah haji Indonesia adalah jemaah yang disiplin, tertib dan sangat ramah. 

Karena itu pula, Arab Saudi kerap menjadikan Indonesia pilot project untuk inovasi layanan bagi jemaah haji. Antara lain, biometrik, fast track (layanan cepat imigrasi) dan yang teranyar untuk kepulangan jemaah adalah Eyab (semacam layanan cepat imigrasi dan bagasi untuk kepulangan jemaah).

Beberapa indikator setidaknya menjadi kunci suksesnya penyelenggaraan ibadah haji Indonesia di Tanah Suci. Kepala Daker Mekah Subhan Cholid mengatakan Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi sejak awal fokus pada pengelolaan kegiatan dari awal hingga akhir, dan semuanya harus terjadwal. 

"Jadwal inilah yang dijadikan panduan kita untuk seluruh kegiatan pelayanan," kata Subhan Cholid di Mekah, Sabtu, 24 Agustus 2019.

Ketepatan dan konsistensi terhadap jadwal membuat penyelenggaraan ibadah haji Indonesia di Arab Saudi tergolong rapi. Karena itu, Subhan menekankan pentingnya semua kegiatan terjadwal, meskipun di tengah jalan terjadi perubahan yang sifatnya kasuistik. 

Namun, untuk menyesuaikan situasi di lapangan, jadwal menjadi acuan semua stakeholder untuk layanan jemaah. Sebab, jadwal ini tidak hanya dipedomani oleh PPIH, tapi juga oleh maktab, muassasah, Kementerian Haji dan Umrah Saudi, penyedia layanan, dan sebagainya.

"Contoh sederhana saja misalnya angkutan. Angkutan ini kapan dia harus menyiapkan kendaraannya, itu dasarnya adalah jadwal. Katering kapan dia harus masak, bungkus, mendistribusikan itu dasarnya adalah jadwal. Kemudian kegiatan bimbad kapan mereka akan melakukan pembimbingan itu dasarnya jadwal," papar Subhan.

Indikator kedua, yakni pengorganisasian dalam setiap penyelenggaraan haji, termasuk di setiap penerbangan yang terdiri dari kloter, rombongan, dan regu. Bahkan di Arab Saudi istilah kloter, rombongan, dan regu telah diserap sebagai bahasa yang dikenal oleh seluruh pengelola ibadah haji.

"Jadi kalau kita terjemahkan kloter malah mereka enggak tahu. Kalau kita panjangkan kemudian kita terjemahkan, stakeholder di Arab Saudi malah bingung apa itu. Tapi dengan kloter mereka paham. Di bawah kloter ada rombongan. Rombongan itu juga sudah diserap menjadi bahasa Arab. Di bawahnya lagi ada regu," ujarnya.

Pengorganisasian yang rapi itu juga membuat penyelenggaraan haji Indonesia terkoordinir dengan baik, misalnya maktab yang mengelola layanan jemaah haji tidak perlu berkomunikasi dengan 450 anggota jemaah haji. Cukup dengan satu ketua kloter atau ketua rombongan. 

"Satu kloter ada 10 rombongan, dia hanya akan berkomunikasi dengan 10 orang ketua rombongannya saja. Ini yang menjadi bagian dari penilaian dia," ungkap Subhan.

Selain itu, indikator dan rahasia sukses haji Indonesia adalah urusan teknis pemberangkatan jemaah, pengelolaan di lapangan, hingga cara bagaimana jemaah datang dalam satu kloter untuk menempati satu hotel. 

"Kemudian mereka juga berangkat, ini juga menjadi perhatian mereka. Jadi dinilai oleh mereka itulah yang menjadi salah satu indikator yang penilaian layanan jemaah haji Indonesia dinilai baik oleh mereka," katanya.

Bahkan saat memobilisasi 214.000 anggota jemaah Indonesia ketika puncak musim haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina, Indonesia justru lebih cepat dibanding negara yang jemaahnya jauh lebih sedikit. Maka wajar, jika setiap tahun ada negara-negara yang ingin belajar dari Indonesia dalam hal penyelenggaraan haji.

"Ada setiap tahun, ada yang berulang seperti Malaysia ini kita rutin tiap tahun ada pertemuan. Turki dirjen hajinya datang kemari. Tahun sebelumnya dari Pakistan, tahun sebelumnya dari India. Bahkan ada beberapa negara yang kirim surat ingin menimba ilmu dari Indonesia tentang pengelolaan ibadah haji dari Indonesia," terang Subhan.