Kisah Jemaah Haji Lombok, 28 Hari Tak Lepas Ihram

Syairi, jemaah asal Lombok yang melaksanakan haji ifrad
Sumber :
  • VIVA/Dedy Priatmojo

VIVA – Syairi baru tergugah dari tidurnya. Masih berpakaian ihram lengkap, berbaring di sudut kamar hotel di wilayah Syiyah Kota Mekah. Syairi tak sendirian. Sekamar sembilan orang lakunya sama. Mereka kompak rebahan di waktu pagi menjelang siang. Syairi sekamar bersama teman satu kampung, Desa Aik Prapa, Aikmal, Lombok Utara.

Tak ada aktivitas mencolok dari kamar yang berada di sudut bangunan. Kamarnya terpisah dari lift yang berada di tengah. Kamarnya cukup luas, tapi siang itu dengan pencahayaan yang redup, meski sudah siang. Mereka baru beristirahat sepulang salat malam dan subuhan di Masjidil Haram. 

Syairi dan sembilan temannya merupakan jemaah haji Kloter 1 Embarkasi Lombok yang berniat ifrad. Sejak tiba di Mekah, 15 Juli 2019 lalu, dari Madinah, Syairi dan teman-temannya tidak pernah melepas ihram sampai selesai proses ibadah haji.

Haji ifrad dimaknai orang yang berhaji dengan cara Ifrad, yakni orang yang berhaji dengan hanya berniat mengerjakan ibadah haji saja tanpa ibadah umrah. Bisa saja mereka melaksanakan umrah, tapi itu dilakukan setelah selesai berhaji.

Cara haji ifrad berarti memisahkan antara ritual ibadah haji dari umrah. Sehingga ibadah haji yang dikerjakan tidak tercampur dengan ibadah umrah. Yang melaksanakan haji ifrad ini tidak diharuskan membayar dam atau denda. 

Berniat haji Ifrad ini lebih berat untuk dikerjakan, itu kenapa dianggap sebagai yang lebih utama. Bayangkan saja, mereka yang berniat haji Ifrad tidak melepas ihramnya hingga prosesi ibadah haji selesai. 

Tak hanya itu, sejak berniat ihram untuk haji Ifrad, otomatis berlaku pula segala yang diharamkan selama berihram. Seperti mencukur rambut, memotong kuku, menikah, bersetubuh atau jima'. Mereka juga mesti menahan diri dari perbuatan sia-sia, berbohong dan berkelahi. 

Umumnya, mereka yang melaksanakan haji Ifrad itu tiba di Tanah Suci pada kloter-kloter akhir pemberangkatan. Sehingga waktu mereka mengenakan ihram tidak terlalu lama. Tapi bagi Syairi dan kawan-kawan, mereka nyaris satu bulan tak melepas ihram.

"Kalau dihitung semua 28 setengah hari (berpakaian ihram), sampai melontar Aqobah nanti, setelah melontar Aqobah kita tahalul terus kita tawaf ifadah hari itu juga pada 10 Zulhijah. Setelah selesai kita buka ihram, setelah tahalul pun kita bisa buka ihram dan kita pergi tawaf ifadahnya," kata Syairi saat ditemui Tim MCH Mekah di kamarnya.

Laku ibadah haji Syairi dan teman sedesanya ini merupakan wasiat turun temurun dari orang tua mereka ketika berhaji. Syairi bersama 18 orang jemaah haji asal Desa Aik Prapa Lombok Timur,  dipesankan ketika berhaji niatnya adalah haji Ifrad. 

"Kita dikasih di kampung sama orang tua, sejak dulu di kampung saya ambil haji Ifrad semua. Dia bilang kita mengikuti sunahnya Nabi Muhammad. Nabi kita dulu ifrad dulu," ujarnya.

Foto: Syairi, bersama 10 rekannya asal Lombok yang berniat haji Ifrad

Syairi dan teman sekampungnya sadar betul konsekuensi dari niat berhaji Ifrad bagi jemaah Kloter I Lombok ini. Ia bersama teman-temannya sesama haji Ifrad menjaga betul tingkah laku, perkataan sampai pada urusan mandi sangat hati-hati. Walau cuma bawa dua stel pakaian ihram, Syairi berusaha menjaga kesucian diri.

Tekad para jemaah haji Ifrad ini memang sudah bulat. Sejak mendaftar haji tahun 2010, Syairi dan teman sekampungnya sudah mempelajari laku haji Ifrad yang dipesankan orang tua. Mereka belajar syariatnya, menahan segala yang paling berat dalam laku haji Ifrad dan perbuatan yang bisa merusak ibadah haji. "Sejak daftar pun, tekad kita sudah beda dengan yang biasanya," terang Syairi.

Soal pergaulan di kamar hotel dengan jemaah lain, Syairi mengaku tidak ada yang berubah. Cuma caranya berpakaian saja yang tak biasa, pakai pakaian ihram. Di luar itu, mereka biasa bergaul, makan bersama juga berbaur dengan jemaah haji lainnya.

Bedanya, Syairi dan teman-temannya lebih banyak menghabiskan waktu beribadah, tawaf sunah di Masjidil Haram. Ada yang juga punya tirakat menjaga puasa. Sekalinya pulang ke hotel benar-benar digunakan untuk beristirahat. 

"Tiap hari kami ke Masjid Haram, tak tentu kadang selesai Ashar nanti selesai Isya pulang, kadang pukul 1 kesana, nanti Subuh pulang," ungkapnya.

Semua laku ibadah haji Ifrad dengan menjaga tingkah laku, jaga perkataan dan menghindari perbuatan sia-sia sudah menjadi tekad Syairi dan teman-teman sejak di Tanah Suci. Apalagi hari-hari menjelang wukuf di Arafah. 

"Mudah-mudahan Allah mengasih kita kesehatan, yang penting mendapat ridho dari Allah, dan supaya Allah mengasih kita menjadi haji mabrur," terang Syairi.