Nenek Hawariyah Pamit 'Tidur' di Muzdalifah

Nenek Siti Hawariyah Utuh Hasan (92), jemaah tertua di Kalimantan Selatan
Sumber :

VIVA – Wajahnya pucat, tubuh renta yang tengah rebah di Muzdalifah mendadak dingin, digugah pun tak beri isyarat apa-apa. Kelopak matanya juga tak beri reaksi pada cahaya, detak nadinya terhenti. 

Nenek Hawariyah berpulang, di tengah jutaan manusia tengah bermunajat di hamparan gurun tandus Muzdalifah. Napak tilas perjalanan Rasulullah bermalam di Muzdalifah sebelum menuju Mina untuk menunaikan haji.

Tak ada isyarat apapun atas kepergian nenek 93 tahun itu. Kepada Husnawati, anak perempuannya yang ikut mendampingi ibadah haji, Nenek Hawariyah cuma pamit. "Guring". Bahasa Banjar yang artinya pamitan tidur.

Nenek Hawariyah merupakan jemaah haji Kloter 19 Embakarkasi Banjarmasin (BDJ). Usianya 93 tahun, tertua se-Embarkasi Banjarmasin. Ia mendaftar haji sejak 7 tahun lalu dan tahun ini berangkat bersama Husnawati, putri kandungnya.

Husnawati tentu sangat sedih dan kehilangan atas meninggalnya Hawariyah. Pergi berdua ke Tanah Suci, tapi kini mesti pulang sendirian ke Tanah Air.  Tapi sedikit yang melegakan hatinya, cita-cita Nenek Hawariyah untuk berhaji sudah terpenuhi.

"Dia kan menunggu 7 tahun, mungkin 7 tahun itu lah habis usianya, daftar haji ini nunggunya 7 tahun," kata Husnawati kepada tim MCH usai puncak haji di Mina, beberapa waktu lalu.

Husnawati bercerita, ibunya memang sempat diinfus saat tiba di Arafah karena badannya panas dan jantungnya berdetak kencang. Namun, kondisi kesehatannya berangsur membaik setelah ditangani dokter dan tim kesehatan. Nenek Hawariyah dikembalikan ke tendanya di Arafah dan ibadah seperti biasanya.

"Salat Magrib di tenda, minta makan,  terlihat sehat, senang, dia angkat-angkat tangannya. Orang-orang lihat mamak baikan," ujarnya.

Menjelang Isya, Husnawati membawa ibunya naik ke dalam bus, beserta rombongan, berangkat ke Muzdalifah untuk bermalam, sebelum menuju Mina menjelang pagi harinya. Tak lebih dari setengah jam, rombongan Kloter 19 BDJ tiba di Muzdalifah.

Husnawati senang karena melihat ibunya sehat kala itu. Nenek Hawariyah sempat beristirahat sejenak, lalu pamitan tidur kepada Husnawati. Dengan penuh kesabaran, Ia menemani ibunya tidur di padang tandus Muzdalifah.

"Paling baru 15 menit aja tidur, teman bangunkan, bilang 'coba lihat wajah emak, kok wajahnya dingin'.  Terus saya panggil dokter, udah hilang (kesadarannya)," ujar Husna sembari terisak mengenang ibunya.

Waktu itu Husnawati belum mengerti apa yang sebenarnya terjadi pada ibunya. Dokter mengabarkan kalau nadi Nenek Hawariyah sudah tidak teraba, kedua bola matanya tak bereaksi, jantungnya berhenti berdetak. Dokter menyatakan Nenek Hawariyah meninggal dunia

Tangis Husnawati pecah di Muzdalifah. Larut bersama heningnya malam di lembah yang berada antara Muhassir dan Maazim. Doa teman jemaah serombongan asal Banjarmasin mengiringi kepergian Nenek Hawariyah. Husnawati berusaha tabah mengikhlaskan kepergian ibunda tercinta.

"Semoga diterima amal ibadahnya, diterima di sisi-Nya, semua amalnya diterima. Moga-moga beliau husnul khotimah," harap Husnawati sembari terisak.

"Jadi mungkin usia beliau habis di Muzdalifah. Waktu di Arafah kan belum habis usianya, disempurnakan dulu hajinya," imbuhnya.

Di akhir cerita, Husnawati mengaku sempat tak sanggup hati menyampaikan berita duka ini kepada keluarga di Tanah Air. Ia meminta ketua rombongan yang menyampaikan kabar duka ini kepada keluarga besarnya di Banjarmasin.

"Saya enggak tega kasih tahu keluarga, enggak bisa ngomongnya, saya kasih yang lain aja yang ngomong, Pak Burhan, ketua rombongan yang ngomong, saya enggak bisa," ungkapnya.