Apa yang Harus Dilakukan Jika Lempar Jumrah Kurang dari Hitungan?

Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin melempar jumrah
Sumber :
  • VIVA/Beno Junianto

VIVA –  Setiap pelanggaran dalam prosesi ibadah haji wajib dikenakan denda atau sanksi berupa dam. Dam merupakan kewajiban menyembelih hewan, dalam hal ini seekor kambing. Saat ini jemaah haji yang berada di Mina masih menjalani rangkaian melempar jumrah.

Ada tiga jamarat yang menjadi obyek pelemparan batu kerikil, yakni Ula, Wustha dan Aqabah.

Nah, apa yang harus dilakukan jika melempar jumrah terlambat dari waktu yang seharusnya, atau kurang dari hitungan jumlah pelemparan?  Para ulama sedikit berbeda, tetapi prinsipnya tetap sama.

Mazhab Al-Hanafiyah
Mazhab ini menyebutkan, bila seseorang tidak melempar jumrah dari hari Nahr, yaitu 10 Dzulhijah, diwajibkan mengqadha lemparannya pada 11 Dzulhijah dan wajib menyembelih seekor kambing sebagai denda. Ini berlaku jika sama sekali tidak melempar jumrah walau sebutir kerikil pun. 

Apabila lewat tanggal 13 Dzulhijah belum sama sekali melempar jumrah satu butir pun, si jemaah haji tidak perlu melempar jumrah, cukup menyembelih dan membayar dam.

Namun jika ia sempat melempar jumrah, namun hitungannya kurang, entah satu butir atau beberapa butir, diwajibkan bersedekah sebesar 1/2 sha' untuk setiap butir yang tidak dilemparkannya.

Mazhab Al-Malikiyah
Bila seorang jemaah haji luput melempar jumrah sehingga dikerjakan di hari berikutnya, meski masih di hari tasyrik, 11, 12, 13 Dzulhijah, ia wajib membayar dan menyembelih seekor kambing. Pendapat ulama Al Malikiyah ini berbeda dengan mazhab lainnya yang belum mewajibkan bayar dam bila seorang jemaah mengqadha di hari tasyrik. 

Ketentuan ini juga berlaku bagi jemaah yang melempar jumrah namun kurang dari hitungan batunya. Misal dari tujuh kerikil, hanya enam yang bisa dilempar, maka ia wajib membayar dam. Kewajiban ini berlaku bagi mereka yang tidak mampu melempar sendiri dan meminta kesediaan orang lain untuk melempar. Meski tidak diwajibkan, tetap harus bayar dam.

Mazhab Asy-Syafi'iyah
Bila seorang jemaah terlewat melempar jumrah di hari Nahr, 10 Dzulhijah, menurut mazhab ini, belum diwajibkan atasnya membayar dam, asalkan keesokan harinya di tanggal 11, 12 atau 13 Dzulhijah dia menggantinya. Bayar dam baru dilakukan apabila kewajiban itu tidak dilaksanakan hingga lewat hari tasyrik.

Selain itu, di mazhab ini bila jumlah kerikil yang dilempar pada satu jumrah kurang dari tiga butir, dari seharusnya tujuh butir, telah diwajibkan bagi jemaah bersangkutan membayar dam.

Mazhab Al-Hanabilah
Pendapat ulama di mazhab ini sama persis dengan pendapat Mazhab Asy-Syafi'iyah. Perbedaannya di Maszab Al-Hanabilah, bila seorang jemaah meninggalkan kewajiban melempar jumrah aqabah pada 10 Dzulhijah, maka boleh dikerjakan keesokan harinya, tidak disebut mengqadha. Sedangkan Mazhab Asy-Syafi'iyah dianggap mengqadha. 

Selain itu jika jumlah butir kerikil yang dilempar tidak sampai tujuh butir tiap jumrahnya, maka tidak mengapa dan tidak wajib bayar dam. Sementara dalam Mazhab Asy-Syafi'iyah bila kurang dari tiga butir sudah wajib bayar dam.

Sumber: Ensiklopedia Fikih Indonesia 6: Haji dan Umrah