Duka dari Lombok

Warga berada di rumahnya yang roboh akibat gempa di Desa Sembalun Bumbung, Kecamatan Sembalun, Selong, Lombok Timur, NTB, Minggu (29/7/2018).
Sumber :
  • ANTARA/Ahmad Subaidi

VIVA –  Minggu subuh, 29 Juli 2018, ketika sebagian warga masih lelap dalam tidur, guncangan keras membuat warga Lombok terbangun kaget. Mereka berhamburan dan berlarian ke luar rumah mencoba menyelamatkan diri. Suasana yang hening pecah seketika. Pekik ketakutan terdengar berbaur dengan teriakan "Allahu Akbar." Pagi itu, Lombok yang tenang berubah jadi penuh tangisan. 

Gempa dengan kekuatan 6,4 Skala Richter melanda wilayah Lombok, Bali, dan Sumbawa pada pukul 05.47 WIB. Gempa tersebut menimbulkan korban jiwa dan kerusakan bangunan. Menurut laporan Badan Nasional Penanggulangan Bencana, hingga pukul 14.00 WIB, korban jiwa sudah mencapai 14 orang, 162 orang terluka, dan lebih dari 1.000 rumah rusak dengan 41 diantaranya rusak berat. 

Salah seorang korban tewas adalah warga negara Malaysia. Menurut keterangan dari Kapolres Lombok Timur AKBP M Eka Fathurrahman, WN Malaysia tersebut adalah seorang wisatawan. Ia baru turun dari gunung Rinjani bersama 18 rekannya pada malam hari dan beristirahat di rumah warga. Lima diantara mereka juga terluka. "Jadi korban baru turun dari Rinjani, dan beristirarat di rumah penduduk setempat ketika terjadi gempa. Ia mendaki bersama 18 temannya, dan lima diantaranya juga terluka," ujar AKBP Eka. 

Pihak BPBD terus meminta warga tak berada di dalam rumah karena gempa susulan masih terasa. Bahkan salah satu gempa susulan masih terasa kuat, yaitu 5,7 Skala Richter. "Saat ini seluruh warga kami imbau untuk tetap berada di luar rumah, mereka kami tempati di tenda-tenda darurat. Situasi masih tidak stabil karena masih terus terjadi gempa susulan," ujar AKBP M Eka saat diwawancara tvOne, Minggu siang, 29 Juli 2018.

Dua kabupaten yang terdampak gempa adalah Lombok Timur dan Lombok Utara. Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB, Sutopo Purwo Nugroho mengatakan Lombok Timur terdampak gempa paling parah. "Dampak terparah dari gempa terdapat di Kabupaten Lombok Timur. Sebanyak 11 orang meninggal, 67 orang luka berat dan ratusan jiwa luka sedang dan luka ringan. Kerusakan rumah mencapai lebih dari 1.000 unit rumah baik rusak berat, rusak sedang, dan rusak ringan. Pendataan masih dilakukan," katanya.

Sementara untuk di Kabupaten Lombok Utara, terdapat empat orang meninggal dunia dan 38 jiwa luka berat. "Data sementara kerusakan rumah terdapat 41 unit rusak berat, 74 unit rusak sedang dan sisanya rusak ringan," katanya. Sutopo menambahkan, sekitar 6.237 KK menjadi korban gempa. 

Selain Kabupaten Lombok Timur dan Lombok Utara, beberapa laporan kerusakan rumah juga terdapat di Kabupaten Lombok Barat, Kabupaten Sumbawa Barat, dan Kota Mataram. Pendataan masih dilakukan oleh BPBD.

Ratusan Gempa Susulan

Meski gempa terasa kuat, namun pusat gempa berada di darat sehingga gempa tersebut tak berpotensi tsunami. Kepala Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Pusat, Dwikorita Karnawati menjelaskan dalam rilisnya, gempa yang terjadi di Lombok merupakan jenis gempa bumi dangkal.

Penyebabnya adalah akibat aktivitas Sesar Naik Flores (Flores Back Arc Thrust). Gempa bumi ini dipicu deformasi batuan dengan mekanisme pergerakan naik (thrust fault). "Gempa bumi ini tidak berpotensi tsunami," jelas Dwikorita dalam rilis BMKG, Minggu, 29 Juli 2018.

Hingga malam hari, situasi tegang di Lombok masih terasa. Kekhawatiran akan terjadi gempa susulan yang lebih besar masih menghantui warga. Sebab gempa susulan masih terus terjadi. Meski kekuatannya makin melemah, namun jumlah gempanya tercatat mencapai ratusan.

Menurut Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika atau BMKG melalui akun twitternya @infoBMKG hingga pukul 22.00 WIB, tercatat sudah 213 kali gempa susulan. Namun gempa susulan tersebut semakin kecil dan hanya bisa terdeteksi oleh alat pendeteksi gempa. 

Kepala Bidang Informasi Gempa Bumi dan Peringatan Dini Tsunami BMKG, Daryono mengatakan gempa susulan tersebut terjadi karena gerakan akibat Patahan Naik Flores, di jalur utara Lombok, Bali, Sumbawa dan Flores.

"Gempa susulan ini sebenarnya bagus untuk stabilisasi batuan, karena patahan perlu upaya untuk pengembalian ke posisi semula. Tapi ada konsekuensi, yaitu jadi terasa guncangan," kata Daryono saat dihubungi VIVA, Minggu, 29 Juli 2018. 

Daryono mengatakan masyarakat tak perlu khawatir. Karena meski tercatat terjadi hingga ratusan kali, namun getaran akibat gempa susulan itu pada dasarnya mulai mengecil. Semakin malam kekuatan gempa semakin menjauh dari gempa awal yang memiliki kekuatan hingga 6,4 Skala Richter. "Dari ratusan gempa susulan itu kan yang terasa hanya lima kali, paling besar gempa susulan kekuatannya 5.7 SR," ujarnya. 

Daryono tak bisa memastikan, kapan gempa susulan tersebut akan berakhir, karena BMKG masih perlu mengumpulkan data untuk melakukan analisis. "Kita perlu data awal untuk melakukan prediksi. Mungkin besok (hari ini-red) kita informasikan (gempa) susulan berakhir kapan," ujar Daryono. 

Menurut Kepala Badan Meteorologi, Klimatalogi, dan Geofisika (BMKG), Dwikorita Karnawati melalui videokonferensi dari Stasiun Geofisika Mataram ke kantor BMKG Pusat di Jakarta memprediksi gempa susulan bisa terjadi hingga beberapa hari bahkan beberapa minggu ke depan. 

"Perlu kami sampaikan bahwa diperkirakan lama keseluruhan gempa-gempa ini akan berlangsung bisa selama beberapa hari hingga beberapa minggu. Kami akan terus mencatat, memantau, dan menghitung sehingga bisa memprediksi sampai kapan ini. Untuk sampai ini kita perkirakan beberapa hari dan beberapa minggu," kata Dwikorita melalui videokonferensi di kantor pusat BMKG di Jakarta pada Minggu malam, 29 Juli.

Pendaki Rinjani Terjebak

Dampak gempa yang paling mengkhawatirkan adalah bagi pendaki Gunung Rinjani. Lombok dan Gunung Rinjani termasuk destinasi wisata favorit. Wisatawan dalam dan luar negeri berdatangan untuk menikmati eksotisme alam di Lombok, termasuk mendaki Rinjani. 

Sejak gempa mengguncang, BPBD Lombok langsung mengabarkan penutupan jalur pendakian di Gunung Rinjani. Gempa yang kuat menyebabkan terjadinya longsor di gunung yang menjadi salah satu dari 'seven summit' Indonesia. Selain 18 WN Malaysia yang turun pada malam sebelum gempa, dan akhirnya satu diantara mereka meninggal dunia, ratusan pendaki Rinjani dari mancanegara sedang berada di gunung tersebut ketika musibah terjadi.

Menurut  Sutopo Purwo Nugroho, berdasarkan data dari Balai Taman nasional Gunung Rinjani (BTNGR) saat gempa terjadi diperkirakan ada 826 pendaki di gunung Rinjani. Sebanyak 617 orang pendaki adalah warga mancanegara. Namun dalam laporan perkembangannya, BNPB mengabarkan sejumlah 246 orang sudah berhasil dievakuasi sejak Minggu siang, 29 Juli 2018, sekitar pukul 13.00 WIB. 

“Sisanya menunggu evakuasi karena jalur Senaru dan Torean belum bisa dilalui. Kondisinya selamat,” kata kata Sutopo Purwo Nugroho dikutip dari akun Twitter-nya, @Sutopo_PN.

Kepala BNPB Willem Rampangilei, saat diwawancara tvOne mengatakan, proses evakuasi besar akan dilakukan pada Senin, 30 Juli 2018. Sebab pihaknya masih menunggu bantuan alat untuk membuka jalur Senaru dan Torean yang terputus akibat longsor. Minggu malam, ujar Willem, BNPB menggelar rapat koordinasi dengan sejumlah pihak untuk memutuskan pelaksanaan teknis evakuasi. 

Hingga Minggu malam diperkirakan sekitar 500 pendaki masih terjebak di gunung yang memiliki ketinggian 3.726 m tersebut.

Penanganan Bencana

Bencana tak pernah diprediksi kapan akan datang, namun badan yang ditunjuk untuk segera melakukan penanganan wajib siaga kapan saja. Gubernur Nusa Tenggara Barat Tuan Guru Bajang Zainul Majdi menetapkan masa tanggap darurat selama tiga hari. Ia mengucapkan bela sungkawa dan turut berdukacita atas musibah yang terjadi.

Kementerian Sosial, sebagai perwakilan pemerintah ternyata bergerak sigap. Hanya selang sekitar dua jam setelah bencana tim Kemensos segera terjun memberikan bantuan. Melalui rilis yang diterima VIVA, Kemensos mengabarkan telah menurunkan 60 personel Taruna Siaga Bencana (Tagana), Tim Layanan Dukungan Psikososial (LDP), serta menyalurkan berbagai bantuan logistik. Direktur Jenderal Perlindungan dan Jaminan Sosial Kementerian Sosial, Harry Hikmat mengatakan untuk pertolongan pertama, Kampung Siaga Bencana Desa Darakunci Kecamatan Sambalia Kabupaten Lombok Timur telah melakukan evakuasi bersama Tagana. 

"Bantuan logistik seperti matras, tenda, perlengkapan anak, perlengkapan lansia, makanan siap saji, dan lainnya dikirimkan bertahap. Dan dapur umum didirikan di titik pengungsian," ujarnya.

Kepala Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho mengatakan, pihaknya juga sudah bekerjasama dengan TNI, Polri, LSM dan masyarakat untuk menangani kondisi darurat.  Melalui akun resminya, Sutopo mengatakan kebutuhan mendesak saat ini adalah tenaga medis, tandu, peralatan kesehatan, perlengkapan untuk bayi dan anak, serta makanan siap saji. 

"BPBD dan beberapa instansi lain telah menyalurkan bantuan makanan, air mineral, tenda pengungsi, makanan lauk pauk, makanan tambahan gizi dan lainnya. Mobilisasi peralatan dan logistik terus dilakukan," ujarnya. Sutopo menambahkan, BNPB terus mendampingi BPBD dan mengirimkan bantuan yang diperlukan. Logistik dan peralatan yang ada di gudang BPBD disalurkan untuk membantu korban. 

Sebagai negara kepulauan yang terletak pada pertemuan empat lempeng tektonik yaitu lempeng Benua Asia, Benua Australia, lempeng Samudera Hindia dan Samudera Pasifik, maka negeri ini masuk dalam negeri yang rawan bencana. Gempa bumi, tsunami, dan gunung meletus menjadi bencana yang rutin terjadi. 

Sebesar apa pun bencana yang datang, jika pihak berwenang segera tanggap dan bertindak cepat, jumlah korban jiwa masih bisa ditekan, dan warga yang terdampak juga lebih mudah ditenangkan ketika kebutuhan dasar mereka bisa segera dipenuhi dalam situasi darurat.