Saat Jokowi dan Prabowo 'Terganjal' Cawapres

Jokowi saat bersama Prabowo di Hambalang beberapa waktu silam. Keduanya diperkirakan kembali bersaing untuk Pemilu 2019.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari

VIVA - Sebuah tenda besar warna putih sudah terpasang di halaman kantor Komisi Pemilihan Umum, Menteng, Jakarta Pusat. Di dalam tenda itu sudah berjejer rapi kursi-kursi yang disediakan untuk para tamu yang nanti hadir di sana.

Sementara di depan kursi-kursi itu tampak panggung kecil dengan backdrop bertuliskan "Pendaftaran bakal pasangan calon presiden dan wakil presiden pemilihan umum tahun 2019".

Tulisan "Selamat Datang" juga terlihat di pintu masuk ke Gedung KPU. Tepat di lantai 2, kursi warna putih juga telah disiapkan dengan rapi. Di sana, backdrop serupa juga terlihat. Tapi kali ini terasa lebih indah dari sebelumnya karena dihiasi warna bendera negara, merah putih, serta bunga-bunga di sekitar panggung.

Sejak Sabtu, 4 Agustus 2019, KPU memang membuka pendaftaran capres-cawapres. Rencananya, waktu pendaftaran itu ditutup pada Jumat tengah malam, 10 Agustus 2018.

Namun, dari hari pertama sampai hari keempat, Selasa, 7 Agustus 2018, belum ada bakal capres-cawapres yang mendaftar. Jadilah kantor penyelenggara pemilu itu masih relatif kosong dan sepi. Hanya para petugas KPU, dan sejumlah wartawan baik televisi maupun media online yang terlihat beraktivitas di sana.

Meskipun demikian, bukan berarti situasi di luar tempat pendaftaran itu sepi-sepi saja. Pergerakan partai-partai yang akan berkontestasi pada Pemilu 2019, yang digelar serentak antara pemilihan legislatif dan presiden, sangat dinamis.

Sampai saat ini, publik disajikan dua sosok atau figur yang bakal bertarung di Pilpres 2019 yaitu Joko Widodo dan Prabowo Subianto. Dua tokoh yang pernah adu kuat di ajang yang sama empat tahun lalu ini kembali disokong oleh partai-partai politik pendukung.

Di kubu Jokowi, sejauh ini, ada sembilan partai. Enam partai yang memiliki kursi di DPR, yakni PDIP, Golkar, Nasdem, Hanura, PKB, dan PPP. Sedangkan tiga partai lainnya, adalah partai di luar parlemen yakni PSI, Perindo dan PKPI.

Sementara itu, empat partai politik diklaim akan membangun koalisi dan mengusung Prabowo. Mereka adalah Gerindra, PKS, PAN, dan Demokrat.

Sejumlah pertemuan sudah mereka gelar. Jokowi sudah mengumpulkan para ketua umum dan sekjen partai pendukungnya. Prabowo pun berkali-kali bertemu petinggi tiga partai calon sekutunya tersebut, dari SBY, Salim Segaf Aljufri, dan Zulkifli Hasan.

Tapi, tetap saja, mereka belum juga bergerak ke KPU, untuk mendaftarkan diri sebagai capres. Tampaknya, keduanya memiliki masalah yang sama. Sama-sama belum memiliki cawapres.

Begitulah fakta yang sampai hari ini bisa dilihat oleh masyarakat. Baik Jokowi maupun Prabowo masih berusaha keras menentukan cawapres yang akan mendampingi mereka tanpa merusak soliditas partai koalisi mereka masing-masing.

Politik Menit Terakhir

Pengamat politik dari Universitas Al Azhar Indonesia, Ujang Komarudin, mengibaratkan situasi ini seperti sebuah permainan sepak bola. Dua kubu dalam posisi saling menunggu untuk mengetahui kekuatan lawan.

"Ibarat bermain bola. Ini seperti Derby (pertarungan antara dua tim besar). Ketika mereka menyusun formasi tim masing-masing, biasanya melihat strategi yang dilakukan lawan," kata Ujang saat dihubungi VIVA, Selasa, 7 Agustus 2018.

Direktur Eksekutif Indonesia Politican Review itu berpendapat penentuan cawapres Jokowi masih menunggu siapa yang akan digandeng Prabowo menjadi cawapresnya. Menurutnya, biasanya strategi akan dilakukan di masa akhir pendaftaran.

"Begitu juga dengan pendaftaran pasangan capres dan cawapres, akan dilakukan di injury time," kata dia.

Sementara itu, Adi Prayitno dari Universitas Syarief Hidayatullah menegaskan bahwa situasi yang terjadi sekarang ini adalah fenomena politik last minutes. Sebabnya karena para pihak yang akan bertarung ingin mengintip strategi lawan, tak percaya diri, atau belum dapat cawapres.

"Ketiga hal ini paling dominan kenapa masing-masing kandidat belum jua ke KPU," kata Adi saat dihubungi VIVA, Selasa 7 Agustus 2018.

Kemudian, lanjut Adi, strategi mengunci partner koalisi agar tak lompat pagar. Sebab, jika cawapres yang dipilih tak sesuai kehendak partai koalisi partai bersangkutan bisa lompat pagar.

"Sebab itulah daftatnya di last minutes untuk menggembok partai yang sudah berkoalisi tak berubah pikiran," katanya.

Situasi Kubu Oposisi

Pada Minggu, 29 Juli 2018, sebuah forum bernama Ijtima Ulama yang digagas oleh Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Ulama (GNPF-U) mengeluarkan hasil rekomendasi mereka terkait Pilpres 2019. Mereka merekomendasikan Prabowo Subianto sebagai capres, dan Salim Segaf Aljufri atau Ustaz Abdul Somad sebagai cawapres.

Meskipun sudah ada dua nama yang diusulkan, tidak serta merta membuat Prabowo mudah dalam mengambil keputusan. Sebab, di luar dua nama itu, masih ada satu nama yang disebut-sebut sebagai putra mahkota dari Ketua Umum Partai Demokrat, sekaligus mantan Presiden, Susilo Bambang Yudhoyono, Agus Harimurti Yudhoyono alias AHY.

Alhasil, hingga kini, koalisi partai yang berada di luar kubu Jokowi belum juga menemukan kata sepakat soal cawapres. Meskipun mereka mengklaim urusan itu diserahkan kepada Prabowo.

Perkembangan terbaru, Sekretaris Jenderal Partai Gerindra Ahmad Muzani menyampaikan bahwa nama kandidat pendamping Prabowo sudah mengerucut dua nama. Muzani mengatakan kubunya terus melakukan pembicaraan dengan partai koalisi untuk membicarakan nama-nama tersebut.

"Mungkin kami akan mengambil keputusan untuk wapres di akhir," kata dia.

Tapi, Muzani tetap tidak bisa menyebutkan siapa dua nama itu apakah AHY dan satu dari hasil Ijtima Ulama. Dia hanya menegaskan dua nama sedang mereka seriusi, hitung, dan godok agar soliditas di antara empat partai yang sudah berkomitmen untuk bersama-sama mendukung Prabowo tetap dalam satu barisan.

Sementara itu, Partai Keadilan Sejahtera belum mengetahui siapa dua nama kandidat yang sudah dikantongi Prabowo itu. Pada Selasa, PKS menggelar sidang Majelis Syuro di kantor DPP untuk menentukan sikap soal cawapres.

Tapi sejauh ini, mereka dalam posisi memegang hasil Ijtima Ulama yang salah satunya merekomendasikan Ketua Majelis Syuro PKS, Salim Segaf Aljufri, sebagai cawapres.

"PKS menjadikan Ijtima Ulama sebagai rekomendasi yang diperjuangkan dalam proses komunikasi politik," kata Direktur Pencapresan PKS, Suhud Aliyudin.

Ketua DPP PAN, Yandri Susanto mengatakan, kunjungan Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan ke Istana menemui Presiden Joko Widodo untuk menyampaikan posisi PAN saat ini.

Di tengah situasi koalisi kubu oposisi yang belum juga menyepakati nama cawapres, muncul isu bahwa ada satu partai lagi yang akan bergabung dengan pihak Jokowi. Hal itu disampaikan oleh Sekretaris Kabinet Pramono Anung, Sekjen Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Hasto Kristiyanto.

Beberapa waktu setelah isu itu merebak, pada Selasa sore, 7 Agustus 2018, Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan terlihat menemui Jokowi di Istana Merdeka. Tetapi, ia datang melalui pintu lain, yang berada di sebelah Wisma Negara.

Sekitar 15.40 WIB, Zulkifli datang. Pintu Wisma Negara, memang kerap menjadi tempat masuk tamu-tamu yang tidak ingin dipublikasikan kedatangannya, atau ingin menghindar dari pemberitaan media. PAN sendiri akan memutuskan sikap pada Rakernas yang akan digelar pada Kamis, 9 Agustus 2018.

Ketua DPP PAN, Yandri Susanto, tidak membantah Zulkifli ke Istana dan menemui Jokowi. Tapi dia membantah bila itu indikasi partainya akan merapat ke Jokowi.

Justru sebaliknya, menurut Yandri, Zulkifli menemui Jokowi untuk menyampaikan posisi PAN saat ini. Meski PAN baru akan melaksanakan rapat kerja nasional (rakernas) pekan ini, ia yakin partainya akan berkoalisi dengan Prabowo.

Dia menyebut peta PAN sudah jelas akan berkoalisi dengan Prabowo. Hanya saja, mereka mengajukan syarat yaitu mendorong Zulkifli, kalau tidak, mereka meminta Prabowo tidak mengambil calon dari partai lain.

Yandri menyampaikan PAN tak akan setuju bila Prabowo memilih Salim Segaf atau Agus Harimurti Yudhoyono. Mereka dalam posisi mendukung Ustaz Abdul Somad.

10 Agustus

Sementara itu, situasi terakhir di kubu Jokowi, siapa nama bakal cawapres mantan Gubernur DKI Jakarta itu disebut-sebut akan diketahui pada Kamis, 9 Agustus 2018, atau sehari sebelum pendaftaran capres-cawapres di KPU ditutup. Hal itu disampaikan oleh Sekretaris Kabinet Pramono Anung, di Istana Negara, Jakarta, Selasa 7 Agustus 2018.

Pramono belum bisa memastikan, apakah nanti akan diumumkan terlebih dahulu atau langsung didaftarkan ke KPU. Ia mengaku Jokowi akan mendaftarkan sebagai capres dan bersama cawapres yang diusung oleh partai koalisi, pada Jumat 10 Agustus 2018. Namun, sebelum proses pendaftaran itu, Jokowi akan kembali mengumpulkan para ketua umum dan sekjennya.

Belakangan, muncul nama Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, menyusul kebersamaannya dengan Jokowi di sejumlah acara, seperti peresmian Pelican Crossing di Jalan MH Thamrin, dan senam poco-poco di Monas. Selain itu ada faktor kedekatan dengan Wakil Presiden Jusuf Kalla. Tapi Anies sudah menegaskan tidak bersedia menjadi cawapres. (ren)