Mile 22: Bukan Mark Wahlberg, Ini Filmnya Iko Uwais

Iko Uwais hadiri Premier Film Mile 22 di AS
Sumber :
  • REUTERS/Mario Anzuoni

VIVA – Mile 22 menjadi film kesekian kalinya kolaborasi Mark Wahlberg dan sutradara Peter Berg, setelah Lone Survivor (2013), Deepwater Horizon (2016), dan Patriots Day (2016). Duet mereka bukan sebuah berita baru ketika proyek ini pertama kali diumumkan, tapi tidak dengan Iko Uwais.

Sebagai aktor Asia, nama Iko di perfilman Hollywood tentu bikin penasaran dan kebanggaan tersendiri bagi Indonesia, tanah kelahirannya. Peter Berg ternyata sudah jatuh cinta dengan penampilan Iko sejak film The Raid. Berteman dengan Gareth Evans, sutradara film tersebut, Berg pun bisa mendapat kontak Iko melalui agensinya di Amerika.

Pukul 4 pagi di suatu hari pada tahun 2015, dering telepon membangunkan Iko yang tengah tidur bersama Audy, istrinya. Siapa sangka, panggilan asing itu menjadi awal sejarah baru bagi karier Iko, bahkan Indonesia. 

Secara pribadi, Berg menelpon Iko dan mengajaknya bertemu di Los Angeles. Berg langsung memberi tawaran menggiurkan pada aktor berdarah Betawi itu, sebuah peran besar sekaligus koreografer laganya.

Sempat tertunda karena harus menunggu Mark Wahlberg menyelesaikan komitmennya dengan Transformers, Mile 22 akhirnya jadi juga diproduksi pada akhir 2017. Kini, Mile 22 sedang berlayar di bioskop-bioskop dunia. Tayang sejak 17 Agustus silam, film ini sukses debut di posisi ketiga box office AS. Menjadi salah satu film yang dinantikan penonton Indonesia, Mile 22 resmi tayang di Tanah Air pada 21 Agustus 2018.

Ulasan

"Ini adalah filmnya Iko Uwais," seru Joe Taslim usai pemutaran perdana Mile 22 di Plaza Senayan, Jakarta, 20 Agustus 2018. Joe Taslim tidak sesumbar membanggakan pria yang sudah dianggap sebagai adiknya sendiri itu, sebab Iko, memang overshine, seperti katanya.

Mile 22 menggaet Mark Wahlberg, aktor Hollywood termahal sepanjang tahun 2017 versi Forbes, sebagai bintang utama. Tapi nyatanya, sepanjang film, Mark yang berperan sebagai anggota CIA bernama James Silva itu tak lebih dari seorang ketua tim agen elit yang tempramental. Terus berbicara kasar dengan tempo cepat jadi upayanya menunjukkan karakter pemarah tersebut. Sayangnya kurang cerdik, tak seperti karakter leader di film agen mata-mata mainstream lainnya.

Sebagai jagoan utama, James Silva sepertinya hanya pandai membredel lawan dengan senapan. Itu pun tidak terlalu spesial, karena Alice (Lauren Cohen) juga punya kemampuan yang sama. Aktris itu bahkan punya adegan laga lebih keren dari yang dilakoni Mark. Satu lawan satu, wanita vs pria, tanpa senapan, penuh kebrutalan. James yang diceritakan berhati dingin itu akhirnya hanya terlihat sebagai penembak yang suka membentak.

Tak berlebihan jika menyebut Iko Uwais justru lebih menghidupkan film ini. Karakter Iko adalah tokoh polisi lokal Indocarr, sebuah negara fiksi yang warganya berbahasa Indonesia, bernama Li Noor. Dia diceritakan membelot dari pemerintahannya sendiri karena keluarganya habis direnggut. 

Peter Berg tampak jelas ingin menonjolkan aksi tarung Iko di filmnya kali ini. Adegan brutal Iko melawan para musuhnya adalah highlight pertunjukan yang ingin dipersembahkan Peter. Pertarungan seru di ruang perawatan adalah mimpi seorang Peter Berg yang ingin membuat adegan ikonik Easter Promises versinya, yang ini lebih frontal, namun tetap stylish.

Iko yang juga dipercaya memegang komando atas koreografinya pun bisa dibilang tak mengecewakan. Adegan-adegan yang dibuat Iko dan tim tak diragukan lagi, kuat dan sadis. 

Sedikit disayangkan, sang sutradara sepertinya ingin bermain cepat untuk menciptakan nuansa thriller yang intens dengan memainkan pergerakan kameranya. Tetapi hal itu justru membuat adegan laga Iko hanya meninggalkan rasa bikin ngilu yang kurang menegangkan. Untung saja, koreografi yang dibawakan Iko tak sepele, sehingga penonton tetap tercengang dibuatnya.

Selain itu, film ini juga menjadi pembuktian seorang Iko Uwais dalam dunia akting. Kepiawaiannya saat berkelahi memang tak diragukan lagi, tapi di sini, Iko punya poin lebih, dari caranya bermain peran. Akting aktor berusia 35 tahun itu kini jauh lebih matang dan mumpuni.

Iko tak terlihat kikuk dengan ekspresinya. Dia bisa menunjukkan beragam wajah seorang Li Noor, mulai dari yang baik-baik hingga sangar sekalipun. Dia juga tak tampak kesulitan berdialog Bahasa Inggris saat bicara dengan lawan mainnya. Diperbolehkan juga berekspresi dengan Bahasa Indonesia, Iko makin terlihat natural sebagai polisi lokal.

Meski jalan ceritanya agak kusut di awal, Mile 22 punya akhir yang cukup menjanjikan. Plot twist adalah salah satu yang disukai penonton film action-thriller dan Mile 22 punya itu. Twist ini juga yang akan menjadi clue kelanjutan cerita di sekuel berikutnya. Seperti yang direncanakan Mark dan Peter, Mile 22 akan jadi film trilogi.

Peter Berg pun membungkus filmnya dengan apik, sampai penonton seolah lupa dengan keruwetan cerita di muka. Tepuk tangan terdengar cukup meriah, saat lampu bioskop kembali menyala.

Pujian untuk Iko Uwais

Kiprah Iko Uwais di perfilman Hollywood menjadi kebanggaan bagi Indonesia. Iko disebut-sebut adalah aktor Indonesia pertama yang mendapat second leading role di film Hollywood. Penampilannya di film Mile 22 menuai pujian, bukan hanya dari dalam, tapi juga luar negeri.

Joe Taslim, misalnya. Sebagai sahabat dekat dan alumni The Raid, Joe mengatakan, Iko Uwais paling bersinar, meski di antara Mark Wahlberg dan bintang top Hollywood lainnya. Joe bahkan setuju jika Iko disebut The Next Jackie Chan, karena punya paket lengkap. Bukan cuma jago berkelahi, tapi membuat koreografinya sendiri, dan berakting. 

"Karakternya keren banget, mainnya bagus, aktingnya bagus, berantemnya keren. Sebagai abangnya dia nih, ini filmnya Iko yang aktingnya paling keren," ujar Joe dengan bangga.

Begitu juga dengan Yoshi Sudarso, aktor yang mengawali kariernya sebagai stuntman di Hollywood, salah satunya untuk Minho (Ki Hong Lee) di film Maze Runner. Pemeran Ranger Biru dalam serial TV Power Rangers itu menyebut, film ini memberi Iko kesempatan lebih luas untuk menunjukkan pesona aktingnya.

"Di film Hollywood banyak pemain-pemain dari luar negeri, tapi karakternya kecil banget, ini bukan film itu. Ini beneran film yang kasih Iko kesempatan untuk bisa show his acting charm," tutur bintang Buffalo Boys tersebut.

Pun demikian pujian datang bertubi-tubi dari dalam tim produksinya sendiri. Sang sutradara, Peter Berg mengaku terpana dengan kemampuan laga Iko. Dalam klip di balik layar pembuatan Mile 22, Peter mengatakan, Iko punya ruh laga yang mampu membuat semua orang terpukau.

"Aku terpesona olehnya, jiwanya, emosinya, kebrutalannya. Memang ada seratus orang bertarung, tapi hanya satu yang bisa menyentuh hatimu dengan aksinya, dan Iko punya kualitas seperti itu," puji Peter.

Mark Wahlberg dan Lauren Cohan pun tak ragu ikut mengagumi kelihaian aktor kelahiran Jakarta tersebut. Cohan adalah orang yang menyebutnya pantas menjadi The Next Jackie Chan. 

"Iko itu generasi selanjutnya Jackie Chan. Orang-orang yang belum mengenalnya, akan tahu setelah melihat apa yang dia lakukan untuk film ini," tutur Cohan.

Sementara Mark Wahlberg, memuji talenta Iko yang bisa membuat dan melakukan sendiri koreografinya. Iko bukan cuma jago di depan, tapi juga di belakang layar. Seperti kata Wahlberg, kita punya banyak alasan mengapa Iko layak menjadi bintang dunia. (ren)