Tersentak Rupiah, Produsen Mobil Putar Otak

Ekspor mobil Indonesia
Sumber :
  • REUTERS/Willy Kurniawan

VIVA – Perekonomian Indonesia kembali menghadapi cobaan. Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat pada Rabu pagi 5 September 2018 berada di angka Rp14.925 per dolar AS.

Melemahnya rupiah, menurut Presiden Joko Widodo, dikarenakan banyak faktor. Bukan hanya Indonesia yang mengalami hal serupa, tapi banyak negara lainnya juga terkena imbas pelemahan mata uangnya terhadap dolar.

"Ini faktor eksternal yang bertubi-tubi, baik berkaitan dengan kenaikan suku bunga di AS, berkaitan dengan perang dagang AS dan China, krisis di Turki dan Argentina," jelas Jokowi saat menghadiri ‘Realisasi Satu Juta Ekspor Mobil Toyota’ di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara, Rabu 5 September 2018.

Menguatnya dolar AS terhadap rupiah otomatis berdampak pada industri otomotif di Indonesia. Sebab, masih ada komponen pembuatan kendaraan yang harus didatangkan dari luar negeri.

Masing-masing produsen mobil memiliki cara untuk mengatasi hal tersebut. Mereka tidak mau serta merta menaikkan harga jual, karena akan memengaruhi daya beli konsumen.

Seperti yang dilakukan pendatang baru asal China, Wuling. Brand Manager Wuling Motor Indonesia, Dian Asmahani mengatakan, perusahaannya tidak terlalu terpengaruh dengan dampak pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.

"Sampai saat ini, kami belum menaikkan harga yang ada sekarang. Kami pakai yuan. Jadi belum kelihatan (dampaknya), meski memang banyak impor dari China," ujarnya.

Hal senada diungkapkan BMW Indonesia. Presiden Direktur BMW Group Indonesia, Karen Lim mengatakan, menguatnya nilai dolar AS tidak akan berpengaruh pada penjualan mobil BMW di Indonesia.

"Sejauh ini tidak ada pengaruhnya dengan dolar AS, karena kami perusahaan Eropa, basisnya di Jerman," kata Karen belum lama ini.

Sementara itu, Managing Director of Sales Center PT Sokonindo Automobile, Franz Wang mengatakan, DFSK memiliki pengaturan keuangan yang baik, karena memiliki banyak perwakilan di berbagai negara.

"Kami ada perwakilan di berbagai negara, mulai dari Amerika Serikat, Jerman, Jepang, Indonesia, dan China. Kami punya pengaturan finansial dan nilai mata uang yang baik," kata Franz di Bandung, Selasa 4 September 2018.

Sayangnya, tidak semua agen pemegang merek kendaraan seberuntung itu. Contohnya Mitsubishi, yang mengaku terpaksa menaikkan harga jual Xpander demi bisa menjaga kinerja perusahaan.

“Surat pemesanan kendaraan per 1 Agustus ada kenaikan Rp2 juta. Kami memutuskan naik harga, pertimbangannya adalah exchange rate rupiah yang terus melemah," kata Head of Sales and Marketing Group MMKSI, Imam Choeru Cahya.

“Komponen lokalnya sudah lebih dari 65 persen, tapi masih ada 35 persennya yang masih impor. Kami belanjanya masih pakai mata uang asing,” dia menambahkan.

Berharap dari ekspor

Presiden Jokowi mengaku sudah mengambil beberapa langkah antisipasi, agar rupiah tidak terus melemah. Salah satunya adalah dengan mengimplementasikan biodiesel B20. Mulai 1 September 2018, Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum milik Pertamina hanya menjual BBM diesel jenis ini.

Langkah lainnya yakni soal Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN). Mengingat, masih banyak produksi dalam negeri yang harus menggunakan bahan baku dari luar negeri atau impor.

Dengan kandungan TKDN yang tinggi, maka produk buatan dalam negeri bisa diekspor dengan harga yang kompetitif. Jika permintaan akan produk Indonesia di luar negeri naik, angka ekspor akan terlihat baik di mata para investor, sehingga investasi bisa mengucur dan rupiah akan menguat.

Menurut data dari Kementerian Perindustrian, sektor industri otomotif nasional saat menempati urutan dua dalam hal kontribusi terhadap produk domestik bruto non migas pada kuartal pertama 2018, sesudah industri makanan dan minuman.

Jika mengacu pada data Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia atau Gaikindo, angka ekspor kendaraan dalam bentuk utuh atau completely built-up (CBU) pada 2017 sebanyak 231 ribu unit, bentuk terurai atau completely knock-down (CKD) 85 ribu set dan komponen 81 jutaan unit.

Jika dilihat pada periode Januari hingga Juli 2017, ekspor kendaraan CBU sebanyak 134 ribu unit, CKD 48 ribu set, dan komponen 45 juta unit. Tahun ini, pada periode yang sama, angka CBU lebih tinggi tiga ribuan unit dan komponen empat jutaan unit.

“Dua tahun lagi, Kemenperin memprediksi angka ekspor kendaraan dalam bentuk CBU akan mencapai 250 ribu unit. Pada 2035, jumlahnya diharapkan bisa menembus 1,5 juta unit,” ungkap Direktur Industri Maritim, Alat Transportasi, dan Alat Pertahanan Kementerian Perindustrian, Putu Juli Ardika.

Salah satu faktor meningkatnya permintaan akan produk mobil buatan Indonesia adalah karena desain serta fiturnya yang sudah mumpuni. Contohnya Xpander, di mana Indonesia menjadi penyedia mobil tersebut untuk pasar dunia.

“Jika dulu ada permintaan sebanyak 20 ribu unit, saat ini jumlahnya sudah naik menjadi 50 ribu unit,” ujar Putu.

Toyota Rush terbaru juga tidak kalah laris di pasaran otomotif luar negeri. Low SUV buatan lokal tersebut sejak April 2018 ekspornya diperluas, dengan negara tujuan seperti Filipina, Timur Tengah, dan negara berkembang lainnya. Sebelumnya, ekspor Rush hanya ke Malaysia.

Selain ekspor, cara lain yang dilakukan pemerintah untuk menekan defisit neraca perdagangan adalah dengan menghentikan sementara kegiatan impor kendaraan berkapasitas mesin 3.000 cc ke atas.

Menteri Perindustrian, Airlangga Hartarto mengatakan, kebutuhan mobil dalam negeri sudah bisa dipenuhi dari para produsen. "Kami saksikan sudah bisa melakukan ekspor. Tidak ada kepentingan lagi untuk impor kendaraan," tuturnya.

Sementara itu, Putu mengaku sudah membuka komunikasi dengan para importir umum yang biasa mendatangkan mobil-mobil berkapasitas mesin besar ke Indonesia.

“Importir dalam kondisi ekonomi ini juga sulit untuk menjual. Sudah ada komunikasi (dengan importir),” ungkapnya.

Saat dikonfirmasi VIVA, Presiden Direktur Prestige Image Motorcars, Rudy Salim, mengatakan belum mengetahui adanya larangan impor tersebut. Namun, ia mengaku memang sedang mengurangi impor.

“Kami juga lagi setop impor dulu. Enggak usah dibuat peraturan itu pun, pasarnya juga berat, karena harganya terlalu mahal,” tuturnya.