Gurihnya Bisnis Kue Lebaran

Ilustrasi kue kering
Sumber :
  • Pixabay/ali_cruse

VIVA – Menyajikan kue kering saat Lebaran sudah menjadi tradisi di Indonesia sejak lama. Kue kering jadi suguhan untuk menyambut tamu yang bersilaturahmi di hari raya.

Survei terbaru yang dilakukan Snapcart, lembaga riset yang berbasis aplikasi menyebutkan, makanan dan minuman masih jadi salah satu target alokasi dana Tunjangan Hari Raya (THR) masyarakat Indonesia. Survei tersebut dilakukan pada 16 hingga 23 April 2019 dengan 1.000 responden di Indonesia yang terdiri atas 56,7 persen wanita dan 43,3 persen laki-laki.

Survei rencana penggunaan THR 2019 itu mengungkap, 60 persen masyarakat Indonesia mengalokasikan dana THR mereka untuk belanja. Meski barang yang ingin dibeli didominasi pakaian dan aksesori sebanyak 67 persen, di peringkat ketiga, ada makanan dan minuman sebanyak 35 persen. Hanya tiga persen di bawah kosmetik 38 persen.

Sejumlah brand kue kering ternama kerap jadi primadona sebagai sajian kue Lebaran. Sebut saja ada Ina Cookies dan JnC yang paling terkenal di semua kalangan. Agen hingga reseller kue dari merek-merek ini tersebar hampir di seluruh Indonesia.

Namun tak hanya kue bermerek terkenal saja yang diburu, musim Lebaran juga kerap jadi ladang subur bagi para pebisnis kue rumahan. Omsetnya cukup menggiurkan, meski hanya keluar musiman. Bagaimana gurihnya bisnis kue kering ini jelang Lebaran?

JnC

Berdiri sejak 1996, JnC populer dengan kue keringnya, terutama saat Hari Raya tiba. Varian klasik, seperti nastar, kastengel, dan putri salju selalu jadi favorit para pelanggan merek kue kering ini setiap tahunnya.

Berbasis di Bandung, JnC sudah memasarkan produknya ke berbagai wilayah di Indonesia. Bukan hanya lewat toko fisik, JnC kerap hadir di pop-up store di berbagai pusat perbelanjaan, dan dijajakan lewat distributor, agen, dan reseller.  

Permintaan produk-produk JnC ini selalu meningkat tiap tahunnya. Jodi Janitra, pemilik JnC Cookies mengatakan, produksi kuenya naik hampir 30 persen dibanding tahun lalu.

"Kalau jumlah stoplesnya sih memang kita mix ya, ada yang kecil dan besar. Tapi tahun ini angkanya kurang lebih hampir di 1 jutaan. Setiap tahun angkanya selalu naik," kata Jodi Janitra saat dihubungi VIVA, Selasa, 21 Mei 2019.

Kue-kue JnC sudah masuk produksi sekitar 6 bulan sebelum Lebaran tiba. Pada musim Lebaran 6 bulan itu, omsetnya bisa mencapai 75 hingga 80 persen penjualan setahun.

"Kita anggap musim Lebaran itu 6 bulan ya, jadi persiapan kita tuh kalau untuk Lebaran nanti Juni, kita sudah start produksi dari awal Januari. Nah selama 6 bulan ini kurang lebih dia bisa sekitar 75-80 persen sales setahun di enam bulan ini," ujarnya menambahkan.

Jodi enggan mengungkap angkanya, namun tak menampik jika setiap tahun selalu ada kenaikan. Tahun ini, omset JnC bahkan jadi yang tertinggi. 

"Kita ada beberapa cara penjualan. Ada retail, distributor, sama agen. kalau distributor sama retail kita sudah naik duluan. Nah kalau agen ini agak melambat sampai setelah Pilpres, tapi setelah Pilpres, sudah naik lagi," serunya.

Bukan hanya saat Hari Raya Labaran. Toko kue ini juga memasarkan produknya pada hari besar lain, seperti Natal dan Imlek. Mereka juga tetap menjual kue kering di hari biasa, meski penjualannya tidak tinggi. Untuk menambah pemasukan, JnC juga punya restoran, penginapan, dan sebagainya.

"Kita juga mulai coba pas Imlek. Imlek kan ramainya di Singapura nah kita sudah muali ekspor ke Singapura dari tahun 2004. Setahun kita bisa ekspor 8 kali kirim ke sana. Kita ambil Singapura karena dia Imlek sama Natal yang kenceng," dia menambahkan.

Ina Cookies

Merek kue kering Ina Cookies salah satu yang paling favorit di Indonesia dan sudah ada sejak tahun 1994. Dibesut oleh Ina Wiyandini, pabrik kue yang berlokasi di Bandung ini sudah memasarkan kuenya ke seluruh wilayah Indonesia, bahkan keluar negeri, seperti Malaysia, Singapura, Arab Saudi, bahkan Afrika Selatan.

"Waktu tahun 2011 Mekkah, Jedah itu sempat ajak bekerja sama  dengan Ina Cookies supaya bisa buka pabrik di sana," tutur Ina Wiyandini, pemilik Ina Cookies, saat dihubungi VIVA, Rabu, 22 Mei 2019.

Meski Ina tak mengungkap omset pastinya, namun dia mengatakan, setiap tahun selalu ada peningkatan pendapatan sekitar 10 hingga 15 persen. Ina Cookies sendiri juga hanya produksi selama empat bulan dalam setahun dengan jumlah karyawan yang mencapai 800 orang.

"Setiap tahun Alhamdulillah naik terus, dari pembuatan selalu habis terus. Jadi enggak pernah ada yang sisa Alhamdulillah," katanya menambahkan.

Ina Cookies masih ada pada Hari Raya lainnya, pun juga saat bulan biasa. Namun Ina menyebut, produksinya jauh lebih sedikit daripada saat Lebaran. "Kalau yang 4 bulan ini hampir 100 persen pemesan. Kalau hari biasa cuma 10 persen. Jauh banget deh," ujarnya.

Untuk menyambung kelangsungan brand, Ina mengaku menjalani sejumlah bisnis lainnya, seperti membuka kafe di kawasan Bandung. Ketika bukan musim Lebaran, karyawannya bisa membantu di kafe tersebut.

Ina Cookies saat ini sudah punya 135 jenis kue. Untuk menjaga loyalitas konsumennya, Ina kerap membuat varian baru dan inovasi setiap tahun, seperti kali ini ada Putri Ice Cream, terbuat dari es krim, yang kerap ludes dengan cepat. Sementara itu, Nastar dan Kastengel masih jadi primadona setiap tahunnya.

"Kue Putri Ice Cream baru Ramadan tahun ini (diluncurkan). Baru sebulan ini dan sudah ludes. Tiap bikin pasti sudah ada yang pesen. Setiap hari  juga bikin, tapi sudah ada yang pesen."

Homemade

Bisnis kue kering rumahan juga tak kalah menggiurkan. Meski omsetnya tidak sebesar kue-kue yang sudah punya 'nama,' namun ada keseruan dan keuntungan tersendiri menjalani bisnis ini.

Seperti bisnis kue milik Sutri Mulyani ini. Memulai sejak 2016, kue kering wanita yang akrab disapa Ani itu cukup baik perkembangannya. Baru tengah Ramadan, tahun ini, Ani sudah menerima hampir 400 stoples kue kering. 

"Paling banyak saya menjual 1.300 stoples," katanya kepada VIVA melalui WhatsApp, Selasa, 21 Mei 2019.

Nastar dan sagu keju jadi andalan Ani. Selain itu, ada juga kastengel, putri salju, kue kacang, dan beberapa varian yang dibuatnya berganti-ganti setiap tahun. Dengan harga satu stoples sekitar Rp70 ribu hingga Rp90 ribuan dan memasarkan produknya di sekitar Jakarta, Tangerang, dan Belasi, sudah dua kali Lebaran ini, omsetnya cukup baik. 

"Tahun 1 omset 60 juta, tahun 2  omset 40 juta. Tahun ini belum ketahuan mbak. Aku hitung angka itu dari harga reseller," ujarnya menerangkan.

Selain Lebaran, sepanjang tahun, kecuali Ramadan, Ani memproduksi roti manis yang dibuat sesuai pesanan saja. Sejauh ini, Ani sudah mendistribusikan rotinya ke tiga pesantren.

Mona Indriani punya cerita serupa. Meski masih usaha kecil-kecilan, bisnis kue kering Lebaran Mona cukup lancar hingga kini masuk tahun keempat. Sehari-hari berbisnis rice box dan frozen food, momentum Idul Fitri jadi peluang bisnis lain baginya.

Pemesanan kue kering Mona, terutama yang klasik seperti nastar, sagu keju, dan kastengel, naik setiap tahun. Kali ini, pesanannya sampai tiga lusinan dengan harga jual sekitar Rp40 ribu sampai Rp95 ribuan. Dari kue kering saja, Mona bisa meraup keuntungan sekitar Rp5 jutaan.

"Untuk tahun ini Alhamdulillah meningkat dan udah ada yang pesan dari Hong Kong," kata Mona kepada VIVA.

Tips Bisnis Kue Lebaran

Momentum Idul Fitri memang hanya datang satu kali dalam setahun. Meski begitu, bisnis ini kerap diburu, bahkan untuk para pedagang musiman. Beberapa tips yang dibagikan JnC dan Ina Cookies ini bisa jadi acuan bagi Anda yang ingin berbisnis kue kering.

1. Inovatif

Meski kue klasik yang kerap jadi primadona, tapi dibutuhkan juga inovasi-inovasi varian tiap tahunnya. Ina Cookies, misalnya. Mereka bukan hanya menambahkan jenis baru, tapi juga kerap memperbaharui rasa.

"Jadi kalau yang keju-kejunya kita bikin lagi, kalau Ina Cookies itu selalu membuat inovasi tiap tahunnya itu keju dan nastar berbeda-beda. Jadi orang-orang ya tetap senengnya keju dan nastar, karena beda. Misalnya tahun sekarang sama tahun kemarin beda nastar dan kejunya. Nastar sekarang itu blueberry. Kejunya yang ada choco sandwich. Jadi si keju di tengahnya dipakai cokelat. Wah keren deh pokoknya enak," tutur Ina, pemilik brand ini.

Tak hanya dari varian kuenya. Inovasi juga bisa datang dengan cara lain. Jnc mengatakan, kerap memperbaharui packaging agar selalu menarik.

"Contohnya stoples kaca. Kita mulai 2-3 tahun yang lalu. Padahal stoples kaca sudah ditinggalin dan jadul banget dari tahun 80-an. Nah kita bikin booming lagi dan kayaknya sekarang stoples kaca balik jadi tren lagi," tutur Jodi, pemilik JnC.

2. Konsisten

Meski Lebaran hanya datang sekali tiap tahunnya, hilang-timbul bisnis kue kering bisa membuat pelanggan lupa. Dalam wawancara VIVA, JnC merasa, kunci keberhasilan mereka justru karena buka sepanjang tahun. 

"Full sepanjang tahun kita bikin cookies. Nah karena itu, secara brand image orang jadi ingat terus, ‘Kalau mau cari cookies sudah J&C aja,’ karena dia ada sepanjang tahun mau kapanpun juga ada," seru Jodi.

3. Bahan Berkualitas

Pemilihan bahan kue pun penting diperhatikan. Ina Cookies menyebut, mereka sangat memerhatikan kualitas bahan baku, seperti telur, mulai dari gizi dan cara membuatnya. Menurutnya, telur dengan warna kuningnya yang kemerahan berarti punya kualitas bagus. Hal-hal seperti ini sangat berpengaruh pada hasil kuenya.

"Untuk telur enggak langsung asal terima saja, kita cuci, kita elap. Wah pokoknya satu-satulah diperiksa dulu," kata Ina.

Tanggal kedaluarsa dari bahan-bahan kue juga jadi poin penting. Ina menjelaskan, paling tidak menggunakan bahan yang masih memiliki tanggal kedaluarsa enam bulan hingga satu tahun ke depan. 

4. Kebersihan dan Proses Membuat

Bukan cuma soal kualitas bahan, kebersihan dan pembuatan kuenya juga sangat dijaga. Di pabrik Ina Cookies, semua orang yang masuk harus berganti baju dan sepatu khusus. Proses pembuatannya, seperti pembakaran, pengocokan telur, takaran timbangan, harus benar-benar diperhatikan.

5. Jangan Menyerah

Pemilik JnC Cookies menjelaskan, jangan mudah menyerah menekuni bisnis ini, meski banyak orang memang membuat kue kering saat Lebaran. Kuncinya, memilih dan mengatur segmen dan target pasar yang pas dengan produk kita.

"Jangan sampai salah masarin. Produk kita enak ya bahan bakunya yang berkualitas tapi masarinnya ke yang daya belinya kurang mampu. Enggak akan pernah ketemu atau sebaliknya. Harus pinter-pinter melihat segmen dan targetnya, karena waktunya pendek. Kalau kita salah masarin, ngabisin waktu," tutur Jodi mengakhiri perbincangan. (mus)